Oleh : Rahmadsyah
Hari ini beranda Facebook saya penuh dengan berita Ghazali Everyday, Anak muda yang tangguh.
Saya menyematkan kata tangguh terhadap konsistensinya. Setiap hari melakukan selfie di depan komputer. Dari tahun 2017 sampai 2021.
Intensi yang mendorong dia melakukan kegaitan ini karena ingin mengenang perubahan dirinya hari demi hari.
Awalnya tanpa ada niatan mencari keuntungan apapun. Hanya sebatas kenangan.
Hari ini namanya mahsyur. Karena berhasil melakukan transaksi di marketplace NFT (Non Fungible Token). Nilainya sekitar Rp.7,1M.
Apa yang dia jual? Swafoto dirinya semasa dia kuliah itu.
Pada tatanan pemikiran iri senantiasa terlintas, “Wah cuma begitu doang dan laku. Aku pun juga bisa”.
Namun pada tatanan spiritual, saya teringat nasihat alm Pakde Prie Ge ES.
“Jangan kamu kira karena kamu memiliki kemampuan yang sama akan mendapatkan hasil yang serupa”.
Di kesempatan yang lain Pakde Prie berpesan. “Ritual semakin ditekuni semakin humoris mas”.
Kala itu saya hanya mengartikan ritual (yang dijalani terus menerus alias istiqamah) humoris lebih pada konteks kelucuan.
Namun hari ini, dengan mewabahnya cuitan Ghazali Everyday di beranda media sosial.
Saya mendapat makna baru tentang kelucuan dari ritual yang konsisten, aktivitas yang istiqamah, amalan yang terus menerus.
Yakni, dampak istiqamah itu dahsyat. Tidak logis. Susah dihitung dengan matematis. Dia mengandung mistis. Susah dicerna dengan nalar akademis.
“Saya tidak mengerti apa yang membuat kalian membeli foto saya”. Ghazali merespon ditweetannya.
Lintasan pikiran berdialog. “Fenomena Ghazali ini bukanlah kualitas foto fotonya. Akan tetapi atsar istiqamah swafoto lima tahun”.
Melakukan hal yang sama setiap hari, menurut saya hanya mereka punya jiwa yang tangguh mampu mengerjakannya.
Sehingga sangatlah selaras, “Strategi bisa sama namun rezeki berbeda”.
Bahkan, yang membuat saya merinding tatkala mendengar dialog batin.
“Jika di dunia ini saja Allah memerikan hikmah dan karunia besar bagi yang istiqamah. Apalagi di akhirat kelak”.
Saya merinding karena semacam ada gelora keyakinan terhadap ritual mahdhah yang saya lakukan.
Meskipun sadar sesdarnya. Ritual saya jauh dari khusyu. Apalagi sempurna. Bahkan terkadang lupa jumlah rakaatnya.
Akan tetapi saya merasa keyaninan saya meluas dan mendalam. Bahwa yang saya kerjakan selama ini akan ada nilainya kelak di akhirat.
Ya, tentunya ini semua pasti atas Rahmat-Nya.
Kembali ke fenomena Ghazali, selain dari buah dari istiqamah. Saya melihat bukti nyata di sini. Bahwa beramal dengan ilmu derajatnya lebih tinggi dibandingkan tanpa ilmu.
Artinya, aktivitas yang didawamkan itu bagus. Lebih bagus lagi disertai dengan keilmuan. Bahasa kekiniannya adaptif dengan perkembangan zaman.
Ribuan swafoto itu ritual yang didawamkan. Penawaran di pasar NFT merupakan adaptasi perkembangan zaman.
Sampai di sini saya merenung.
Sudahkah saya mendawamkan strategi yang saya pelajari?
Apakah strategi itu masih relevan atau butuh diperbaharui?
#kontemplasi #intellection #ideation #strategy