• Login
ADVERTISEMENT
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content
No Result
View All Result
Fusilat News
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Feature

Gibran Tidak Boleh Dilantik “Lex Superior Derogat Legi Inferiori”

Desakan untuk Membatalkan Pelantikan Wapres Gibran: Ketidakselarasan dengan Konstitusi

Ali Syarief by Ali Syarief
October 14, 2024
in Feature, Law, Politik
0
Share on FacebookShare on Twitter

Gelombang desakan dari berbagai elemen masyarakat untuk membatalkan pelantikan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden semakin marak. Tekanan untuk mundur tersebut tampaknya tak akan surut, bahkan hingga saat pelantikan tiba. Bahkan, beberapa kalangan meyakini bahwa gerakan ini akan terus hidup dan berkembang, meskipun Gibran akhirnya dilantik. Mengapa desakan ini begitu kuat? Jawabannya terletak pada prinsip fundamental dalam hukum: konstitusi adalah sumber hukum tertinggi, dan aturan di bawahnya tidak boleh bertentangan atau melanggar prinsip-prinsip konstitusi itu sendiri.

Adagium hukum yang menyatakan bahwa lex superior derogat legi inferiori—hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah—menjadi pijakan utama bagi kelompok-kelompok yang menolak pelantikan Gibran. Dalam konteks ini, yang dipermasalahkan adalah kemungkinan pelanggaran terhadap konstitusi Indonesia, khususnya terkait syarat usia minimum untuk mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden. Konstitusi jelas mengatur bahwa calon Presiden atau Wakil Presiden harus berusia minimal 40 tahun, sementara Gibran saat ini belum mencapai usia tersebut. Meski terdapat argumentasi dari pihak-pihak yang mendukung Gibran bahwa undang-undang atau aturan lain memungkinkan pengecualian, namun masyarakat menilai ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap supremasi konstitusi.

Konstitusi sebagai Landasan Hukum Tertinggi

Indonesia, sebagai negara hukum, sangat menekankan bahwa setiap tindakan pemerintah dan pejabat publik harus berada dalam koridor yang ditetapkan oleh konstitusi. Konstitusi UUD 1945 telah menempatkan diri sebagai landasan tertinggi dalam tata kelola negara. Setiap regulasi, keputusan, maupun kebijakan yang dibuat, tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.

Dalam kasus pencalonan dan pelantikan Gibran, muncul pertanyaan serius: apakah ada celah hukum yang bisa digunakan untuk melangkahi ketentuan konstitusional tersebut? Meskipun ada diskusi hukum yang mencoba menjustifikasi pengecualian berdasarkan ketentuan lain, adagium hukum mengingatkan kita bahwa aturan di bawah konstitusi tidak bisa mengesampingkan konstitusi itu sendiri.

Pelanggaran terhadap konstitusi tidak hanya akan menimbulkan polemik hukum, tetapi juga mengancam integritas demokrasi. Jika sebuah aturan yang lebih rendah bisa melangkahi konstitusi, maka akan membuka ruang untuk pelanggaran hukum yang lebih besar di masa depan. Prinsip rule of law akan tergerus dan menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap sistem hukum.

Tuntutan Mundur: Lebih dari Sekadar Usia

Namun, gelombang desakan ini tampaknya tidak hanya terfokus pada soal usia. Isu ini juga terkait dengan aspek moralitas dan legitimasi politik. Bagi banyak pihak, pencalonan Gibran dianggap sebagai wujud nyata dari praktik nepotisme dalam politik Indonesia, di mana anak seorang Presiden maju sebagai Wakil Presiden, memperlihatkan adanya kekuatan politik yang diwariskan di dalam lingkup keluarga penguasa. Meskipun Gibran memiliki prestasi sebagai Wali Kota Solo, sejumlah pihak mempertanyakan apakah pencalonannya ini benar-benar didasarkan pada kapabilitas politik atau hanya pada koneksi keluarga.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar tentang kualitas demokrasi kita. Apakah Indonesia sedang menuju ke arah politik dinasti yang lebih mengakar, di mana kekuasaan dipertahankan dalam lingkaran keluarga dan elite politik? Jika iya, maka tuntutan mundur terhadap Gibran ini tak hanya berbicara tentang pelanggaran konstitusi, tetapi juga tentang melawan praktik-praktik yang merusak esensi demokrasi.

Gerakan yang Terus Membesar

Tidak dapat dipungkiri, desakan untuk membatalkan pelantikan Gibran akan terus membesar. Kekecewaan masyarakat terhadap jalannya proses politik ini seakan-akan menyulut api protes yang tidak mudah padam. Aktivis, akademisi, hingga tokoh masyarakat, menyuarakan kritik mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai upaya untuk melegalkan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan konstitusi dan semangat reformasi. Tekanan ini diperkirakan akan terus berlanjut, bahkan setelah Gibran resmi dilantik, karena tuntutan mundur bukanlah sesuatu yang akan hilang begitu saja.

Apa yang kita saksikan adalah reaksi keras dari masyarakat yang menolak kompromi terhadap prinsip-prinsip hukum dan demokrasi. Keberadaan gerakan protes ini menunjukkan bahwa kesadaran politik di kalangan masyarakat sipil masih sangat hidup dan kuat. Ini menjadi tanda bahwa rakyat tidak akan tinggal diam jika melihat adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum, atau praktik-praktik yang mencederai semangat demokrasi.

Kesimpulan: Haruskah Kita Membiarkan Konstitusi Dilanggar?

Pada akhirnya, pertanyaan yang mendasar adalah apakah kita rela membiarkan konstitusi dilanggar demi kepentingan politik tertentu? Adagium hukum yang menempatkan konstitusi di atas segala aturan lainnya adalah prinsip yang tidak boleh diabaikan. Jika aturan main dalam bernegara mulai dilanggar, maka kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan demokrasi kita akan goyah.

Desakan masyarakat untuk membatalkan pelantikan Gibran adalah wujud dari penolakan terhadap segala bentuk pelanggaran konstitusi dan nepotisme politik. Jika prinsip ini dikompromikan, maka kita akan membuka pintu bagi pelanggaran-pelanggaran yang lebih besar di masa depan. Dalam semangat menjaga konstitusi dan demokrasi, tuntutan ini seharusnya dipandang sebagai upaya menjaga keadilan dan mencegah kekuasaan yang semena-mena.

Dengan demikian, gerakan ini bukan sekadar gerakan oposisi politik, melainkan upaya menjaga harkat dan martabat konstitusi yang menjadi landasan bernegara kita.

Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.

Unsubscribe
ADVERTISEMENT
Previous Post

Lebih dari 100 Tenaga Medis dan Pekerja Darurat Tewas dalam Konflik Lebanon

Next Post

Kisah Sejarah “Menumbangkan Penguasa Yg Dzalim Tidak Perlu banyak Orang”

Ali Syarief

Ali Syarief

Related Posts

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili
Bencana

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

November 7, 2025
Dalih Sosok Manusia Pendusta; “Tidak Wajib Memperlihatkan Ijazahnya”
Feature

Pengadilan yang Akan Seru dan Sengit – Ijazah yang Tak Pernah Diperlihatkan

November 7, 2025
Feature

SMOKE AND MIRRORS DI BALIK WHOOSH: ILUSI HEROISME, HILANG SUBSTANSI

November 7, 2025
Next Post
Kisah Sejarah “Menumbangkan Penguasa Yg Dzalim Tidak Perlu banyak Orang”

Kisah Sejarah "Menumbangkan Penguasa Yg Dzalim Tidak Perlu banyak Orang"

Jokowi Bantah Menghindari Undangan HUT PDIP dengan Melaksanakan Kunjungan ke Negara ASEAN

Titik Puncak Kedunguan Regime Jokowi Kini Kita Tidak Punya Ibu Kota - Menghindari Logical Fallacies: Mengapa Pembuat Undang-Undang Harus Diuji Kognitif

Notifikasi Berita

Subscribe

STAY CONNECTED

ADVERTISEMENT

Reporters' Tweets

Pojok KSP

  • All
  • Pojok KSP
Pemarintah Akui Kebijakan Pemerintah Membuat Warga di Pulau Rempang Tidak Nyaman
Birokrasi

Komisi Basa-basi Reformasi Polri

by Karyudi Sutajah Putra
November 7, 2025
0

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan & Survei Indonesia (KSI) Jakarta - Berdasarkan Keputusan Presiden No 122P Tahun 2025,...

Read more
Naik karena Rakyat, Tumbang karena Cendekia

Macan Asia Itu Kini Mengembik

November 6, 2025
Jawaban Nasdem Terkait Tudingan Uang Rp 30 M  Disita KPK, Akan Digunakan Untuk Keluarga Nyaleg

Tak Mungkin Jeruk Makan Jeruk: Masih Sanggupkah Ahmad Sahroni, Eko Patrio dan Nafa Urbach Berkepala Tegak?

November 6, 2025
Prev Next
ADVERTISEMENT
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Pernyataan WAPRES Gibran Menjadi Bahan Tertawaan Para Ahli Pendidikan.

Pernyataan WAPRES Gibran Menjadi Bahan Tertawaan Para Ahli Pendidikan.

November 16, 2024
Zalimnya Nadiem Makarim

Zalimnya Nadiem Makarim

February 3, 2025
Beranikah Prabowo Melawan Aguan?

Akhirnya Pagar Laut Itu Tak Bertuan

January 29, 2025
Borok Puan dan Pramono Meletup Lagi – Kasus E-KTP

Borok Puan dan Pramono Meletup Lagi – Kasus E-KTP

January 6, 2025
Copot Kapuspenkum Kejagung!

Copot Kapuspenkum Kejagung!

March 13, 2025
Setelah Beberapa Bulan Bungkam, FIFA Akhirnya Keluarkan Laporan Resmi Terkait Rumput JIS

Setelah Beberapa Bulan Bungkam, FIFA Akhirnya Keluarkan Laporan Resmi Terkait Rumput JIS

May 19, 2024
Salim Said: Kita Punya Presiden KKN-nya Terang-terangan

Salim Said: Kita Punya Presiden KKN-nya Terang-terangan

24
Rahasia Istana Itu Dibuka  Zulkifli Hasan

Rahasia Istana Itu Dibuka  Zulkifli Hasan

18
Regime Ini Kehilangan Pengunci Moral (Energi Ketuhanan) – “ Pemimpin itu Tak Berbohong”

Regime Ini Kehilangan Pengunci Moral (Energi Ketuhanan) – “ Pemimpin itu Tak Berbohong”

8
Menguliti : Kekayaan Gibran dan Kaesang

Menguliti : Kekayaan Gibran dan Kaesang

7
Kemana Demonstrasi dan Protes Mahasiswa Atas Kenaikan BBM Bermuara?

Kemana Demonstrasi dan Protes Mahasiswa Atas Kenaikan BBM Bermuara?

4
Kemenag Bantah Isu Kongkalikong Atur 1 Ramadan

Kemenag Bantah Isu Kongkalikong Atur 1 Ramadan

4
Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

November 7, 2025
MILAD KE 80 MASYUMI –  Masyumi Bangkit, Indonesia Maju

MILAD KE 80 MASYUMI – Masyumi Bangkit, Indonesia Maju

November 7, 2025
Dalih Sosok Manusia Pendusta; “Tidak Wajib Memperlihatkan Ijazahnya”

Pengadilan yang Akan Seru dan Sengit – Ijazah yang Tak Pernah Diperlihatkan

November 7, 2025

SMOKE AND MIRRORS DI BALIK WHOOSH: ILUSI HEROISME, HILANG SUBSTANSI

November 7, 2025

WHOOSH BUKAN BARANG PUBLIK BUKAN INVESTASI SOSIAL

November 7, 2025
Pemarintah Akui Kebijakan Pemerintah Membuat Warga di Pulau Rempang Tidak Nyaman

Komisi Basa-basi Reformasi Polri

November 7, 2025

Group Link

ADVERTISEMENT
Fusilat News

To Inform [ Berita-Pendidikan-Hiburan] dan To Warn [ Public Watchdog]. Proximity, Timely, Akurasi dan Needed.

Follow Us

About Us

  • About Us

Recent News

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

November 7, 2025
MILAD KE 80 MASYUMI –  Masyumi Bangkit, Indonesia Maju

MILAD KE 80 MASYUMI – Masyumi Bangkit, Indonesia Maju

November 7, 2025

Berantas Kezaliman

Sedeqahkan sedikit Rizki Anda Untuk Memberantas Korupsi, Penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidakadilan Yang Tumbuh Subur

BCA No 233 146 5587

© 2021 Fusilat News - Impartial News and Warning

No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content

© 2021 Fusilat News - Impartial News and Warning

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist