Polemik mengenai penggunaan jilbab oleh anggota Paskibraka putri di Indonesia kembali mencuat setelah kebijakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang diduga memaksa anggota Paskibraka untuk melepaskan jilbab mereka pada saat upacara pengukuhan tahun 2024. Kontroversi ini tidak hanya menyentuh aspek administratif mengenai seragam, tetapi juga merambah pada ranah yang jauh lebih dalam—yaitu syariah dan aqidah Islam.
Bagi seorang Muslimah, hijab bukan sekadar kain yang menutupi kepala dan rambut. Hijab adalah simbol ketaatan kepada Allah, bagian dari identitas, dan manifestasi dari keyakinan yang tertanam dalam aqidah Islam. Penggunaan hijab adalah perintah langsung dari Allah yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadis, serta merupakan salah satu bentuk pelaksanaan syariah yang wajib ditaati oleh setiap Muslimah.
Namun, ketika kewajiban ini dihadapkan pada kebijakan yang bersifat seragam dan formalitas, seperti dalam kasus Paskibraka, maka muncul pertanyaan besar: Apakah negara, melalui lembaga seperti BPIP, memiliki wewenang untuk memaksakan aturan yang bertentangan dengan syariah dan aqidah individu?
Hijab: Lebih dari Sekadar Mode
Dalam dunia fashion yang terus berkembang, jilbab seringkali diperlakukan sebagai bagian dari mode. Namun, bagi Muslimah yang taat, hijab bukanlah fashion statement, melainkan kewajiban agama yang tidak dapat dinegosiasikan. Hijab adalah bentuk perlindungan dan penghormatan terhadap diri seorang wanita, yang berfungsi sebagai pengingat akan komitmennya kepada Allah dan identitasnya sebagai seorang Muslim.
Bagi masyarakat Aceh, yang menjalankan syariat Islam secara formal dalam kehidupan sehari-hari, jilbab adalah hal yang sangat mendasar. Pemerintah Aceh, melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), telah menyatakan penolakannya terhadap tindakan yang memaksa Muslimah untuk melepaskan jilbab mereka. Aceh, yang dikenal sebagai Serambi Mekkah, memiliki sejarah panjang dalam mempertahankan syariat Islam, dan tindakan yang mengabaikan keyakinan ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kebebasan beragama.
Syariah dan Aqidah: Bukan untuk Dinegosiasikan
Syariah Islam bukanlah aturan yang fleksibel yang dapat disesuaikan dengan konteks modern atau kepentingan tertentu. Syariah adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah dan wajib diikuti oleh setiap Muslim. Aqidah, sebagai dasar dari keimanan, mengajarkan bahwa segala bentuk perintah Allah harus dilaksanakan tanpa kecuali. Oleh karena itu, hijab bukanlah pilihan, melainkan kewajiban yang harus ditegakkan.
Ketika BPIP, sebuah lembaga negara, memutuskan untuk menyeragamkan tata pakaian anggota Paskibraka dengan mengabaikan kewajiban syariah ini, maka sebenarnya mereka telah memasuki ranah yang seharusnya dilindungi oleh konstitusi: kebebasan beragama. Dengan memaksa seorang Muslimah untuk melepaskan jilbabnya, BPIP secara tidak langsung telah menempatkan nilai-nilai seragam di atas nilai-nilai agama, yang jelas bertentangan dengan prinsip dasar Bhinneka Tunggal Ika yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.
Kontroversi Keseragaman vs. Keberagaman
Yudian Wahyudi, Kepala BPIP, dalam pernyataannya menegaskan bahwa pelepasan jilbab bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera. Namun, pernyataan ini mengundang pertanyaan: Apakah keseragaman pakaian lebih penting daripada keberagaman keyakinan dan identitas individu?
Indonesia dikenal dengan keberagamannya yang luar biasa, dan kebhinekaan inilah yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap kebijakan publik. Mengabaikan nilai-nilai syariah yang dipegang teguh oleh sebagian besar penduduk Indonesia, terutama di Aceh, sama saja dengan mencederai prinsip-prinsip dasar negara ini.
Kesimpulan: Menjaga Keberagaman dalam Kesatuan
Dalam menghadapi kontroversi ini, penting untuk mengingat bahwa Indonesia adalah negara yang dibangun di atas fondasi keberagaman. Menghormati setiap keyakinan dan tradisi yang ada, termasuk syariah Islam, adalah langkah penting dalam menjaga harmoni dan persatuan. Hijab bukanlah sekadar mode yang dapat diabaikan demi keseragaman pakaian; hijab adalah manifestasi dari aqidah dan syariah yang harus dihormati oleh setiap elemen bangsa.
Kebijakan yang memaksa seorang Muslimah untuk melepaskan hijabnya, terutama dalam konteks nasional seperti Paskibraka, tidak hanya mencederai hak asasi individu tetapi juga merusak semangat Bhinneka Tunggal Ika. Sebagai bangsa yang berpegang pada prinsip toleransi dan keberagaman, Indonesia harus mampu menghargai dan melindungi setiap keyakinan dan identitas yang ada di dalamnya.