OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Tegas harus disampaikan, Presiden Prabowo Subianto, benar-benar mencintai petani. Mengiringi 100 hari kepemimpinannya, Presiden Prabowo semakin tampak keberpihakan nyatanya kepada sektor pertanian, utamanya kepada kaum tani. Hasrat untuk menjadikan petani hidup sejahtera dan penuh kemakmuran, tercermin dari kebijakan yang digelindingkannya.
Hari-hari menjelang tibanya panen raya padi kali ini misalnya, banyak kebijakan Pemerintah yang perlu diberi acungan jempol. Bongkar pasang aturan terus dilakukan. Banyak penyempurnaan kebijakan regulasi yang ditempuh, walaupun usia aturan tersebut, belum sebulan diputuskan. Semangat membela dan melindungi petani saat panen raya, menjadi ciri dari perubahan regulasi ini.
Salah satunya terkait dengan aturan Perum Bulog dalam memberlakukan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah. detikFinance telah menginformasikan, Pemerintah memutuskan untuk mencabut kebijakan ketentuan kualitas gabah yang diserap Perum Bulog. Sebelumnya, meski telah ditetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah Rp 6.500 per kilogram (kg), terdapat aturan kualitas gabah yang dapat diserap dengan harga tersebut.
Dicabutnya aturan itu tertuang dalam Keputusan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras. Aturan ini ditetapkan pada 24 Januari 2025. Dengan aturan baru ini, petani tidak perlu was-was, jika harga jual gabah yang dipanennya bakal dibeli dengan harga lebih rendah dari Rp. 6500,-
Seperti yang kita ketahui, Ketentuan mengenai harga pembelian gabah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A dan Lampiran II Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Begitu, bunyi diktum nomor kesatu dalam aturan baru tersebut.
Jujur kita akui, aturan terbaru Pemerintah terkait HPP Gabah di tingkat petani ini, benar-benar menunjukkan keberpihakan nyata Pemerintahan Presiden Prabowo atas dunia pertanian dan kehidupan petani. Presiden Prabowo dan Kabinet Merah Putihnya ini, ingin agar kebijakan yang terkesan meminggirkan petani dari keramaian pembangunan harus segera dihentikan.
Sekedar mengingatkan, beberapa aturan yang dicabut dan tidak diberlakukan lagi adalah ketentuan pembelian Perum Bulog dalam menyerap gabah petani dengan mensyaratkan kadar air dan kadar hampa dari gabah kering panen dan harga di penggilingan. Lebih detailnya dapat dibaca berikut ini :
Pertama GKP di tingkat petani
1. GKP di luar kualitas 1 di tingkat petani dengan kadar air maksimal 25%, kadar hampa 11-15%, dikenakan rafaksi (pemotongan/ pengurangan harga) Rp300 sehingga HPP berlaku adalah Rp6.200 per kg
2. GKP di luar kualitas 2 dengan kadar air maksimal 26-30% dan kadar hampa maksimal 10%, dikenakan rafaksi Rp425, sehingga HPP-nya jadi Rp6.075 per kg.
3. GKP di luar kualitas 3 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa 11-15%, kena rafaksi Rp750, sehingga HPP berlaku Rp5.750 per kg
Kedua, GKP di tingkat penggilingan
1. GKP di luar kualitas 1 dengan kadar air maksimal 25%, kadar hampa 10-15%, dikenakan rafaksi Rp300, sehingga HPP-nya jadi Rp6.400 per kg
2. GKP di luar kualitas 2 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa maksimal 10%, kena rafaksi Rp425, sehingga HPP-nya jadi Rp6.275 per kg
3. GKP di luar kualitas 3 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa 11-15%, dikenakan rafaksi Rp750, sehingga HPP berlaku adalah Rp5.950 per kg.
Sekali lagi disampaikan, aturan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2/2025 ini dicabut dan digantikan dengan Keputusan Badan Pangan Nasional No. 14/2025, yang ditetapkan 24 Januari 2025 lalu.
Dengan aturan baru ini, petani benar-benar mendapat jaminan Pemerintah, saat panen raya datang, tidak akan terjadinya harga gabah dibawah HPP Gabah sebesar Rp. 6500,- per kg.
Catatan kritisnya, mengapa kebijakan menjamin harga gabah di tingkat petani oleh Pemerintah, baru dilakukan saat Presiden Prabowo manggung memimpin bangsa dan negeri tercinta ini ? Mengapa tidak sejak sejak lama diterapkan Pemerintah ? Apakah harus menunggu dahulu hadirnya seorang Presiden NKRI yang berpengslaman menjadi aktivis organisasi petani sekelas HKTI terlebih dahulu ?
Mestinya tidak ! Sebab, siapa pun orangnya, menjadi pemimpun bangsa di Tanah Merdeka, sudah srharusnya menunjukkan keberpihakan dan kecintaan nyata terhadap sektor pertanian dan kehidupan petaninya. Terlebih setelah bangsa ini melahirkan Undang Undang No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Namun begitu, penting diingatkan, sekalipun Pemerintah menjamin akan menyerap gabah petani dengan harga, tidak akan lebih rendah dari Rp. 6500,-, bukan berarti para petani bisa seenaknya menjual gabah yang dihasilkannya kepada Perum Bulog. Bagaimana pun, Perum Bulog perlu “mengajak” para petani, untuk dapat menghasilkan gabah berkualitas baik.
Disinilah Perum Bulog perlu melahirkan terobosan cerdas guna mendidik petani agar tetap mengindahkan kadar air dan kadar hampa dari gabah yang dihasilkannya. Sinergi dan kolanorasi penting digarap, utamanya dengan petugas Penyuluh Pertanian di lapangan. Masalahnya menjadi semakin rumit, bila panen berlangsung di musim hujan.
Dengan keterbatasan petani untuk mengeringkan gabah, karena kehadiran sinar matahari yang tidak maksimal, dapat dipastikan petani akan banyak menghasilkan “gabah basah” dengan kadar air jauh diatas 25 % dan kadar hampa diatas 10 %. Itu sebabnya, akan sangar keren, jika Perum Bulog dapat memfasilitasi petani dengan alat pengering gabah berteknologi sederhana, yang dengan mudah bisa dioperasikan oleh petani.
Semoga jadi pencermatan kita bersama. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).