Oleh M Yamin-Pemerhati Hukum
“……….. dalam kasus-kasus tertentu, seseorang yang tidak bersalah dapat dipenjara dan yang bersalah dibebaskan hanya karena persoalan linguistic – Andrey Marmor & Scott Soames
Hukum adalah sebuah gagasan bersifat ketuhanan, dan hal-hal bersifat manusiawi, tentang subyek-subyek primordial yang melaluinya hal-hal tersebut diatas dipersatukan serta diterapkan, sehingga hukum yang memiliki jiwa akan melahirkan sifat dan kebiasaan baru dalam kehidupan setiap orang. Bila suatu hukum memiliki fondasi baik sebagai landasan bangunan hukum, maka akan melahirkan kebiasaan baik di masyarakat, sebaliknya alat penghancur.
Diatas adalah tafsir hukum yang dilahirkan sendiri, tidak mengikuti pengertian umum yang ada, dengan alasan bahwa tafsir hukum umum tidak membahas secara mendalam, bahwa hukum dapat melahirkan sifat-sifat pada diri manusia yang menggunakannya.
Simon mengatakan secara sosiologis bahwa: “…..hukum seperti tembok”. Bila suatu lahan kosong secara umum sering dilintasi masyarakat, maka proses kebiasaan melewati jalan tersebut akan menjadi kebiasaan sebab membentuk pola pikir dan sifat orang yang melewati. Ketika jalan tersebut dibangun tembok, mengakibatkan orang yang biasa melewati harus merubah lintasan yang lain, maka perubahan tersebut akan merubah pola piker dan kebiasaan (Simon dalam Christine M. Hassentab, 2015).
Demikianlah cara hukum bekerja bagi manusia secara yang menggunakannya, bila hukum itu baik maka orang-orang yang menggunakannya akan memiliki sifat dan kebiasaan baik, bila hukumnya buruk dipastikan lahir dari orang-orang yang buruk, dan penghancur kehidupan bernegara. Oleh sebab itu, bapak sosiologis dunia, Max Webber mengatakan bahwa: “….. hukum seperti cermin ajaib”.
Cermin ajaib adalah bahwa dahulu masyarakat nusantara masih primitif, bahkan kanibal (Josephus Whiller, 1843). Namun paska masuknya hukum agama, perlahan-lahan menarik dan merubah kebiasaan-kebiasaan primitif dan buruk masyarakat menjadi lebih terang dan manusiawi.
Pejabarann diatas dapat diartikan sebagai tujuan hukum berdasarkan sosiologis yang secara singkat dapat diartikan menciptakan harmonisasi dalam kehidupan masyarakat.
Untuk menuju kearah sana dibutuhkan pemahaman mendalami sejarah tentang latarbelakang atau prinsip-prinsip hukum, dogma, doktrin dan filosis lahirnya dan dari pemahaman tersebut maka dapat melahirkan hukum yang memenuhi antropologinya.
Sebab tujuan hukum berdasarkan antropologi memiliki perbedaan anatara terhadap penegak/penguasa dan masyarakat.
Dalam ajaran Immanuel Kant, Hegel,Hume, Kelsen dan lainnya, saat mereka berbicara tentang teori hukum murni atau subjektivisme hukum pada dasarnya mereka sedang menjabarakan tentang tujuan hukum berdasarkan antropologi hukum.
Tujuan hukum berdasarkan antropologi kepada penegak/penguasa yaitu menjaga sifat subjektif penguasa/penegak hukum. Artinya adanya tuntutan lebih spesifik dalam melahirkan produk undang-undang, sehingga mengurangi celah multi tafsir dalam bahasa, sehingga dapat menjadi pintu masuk kesewenangan dan tirani.
Sedangkan tujuan hukum berdasarkan antropologi terhadap masyarakat ialah melindungi, dua perbedaan mendasar tentang tujuan hukum yang jarang dibahas secara serius dalam bernegara.
Filsafat akan terus berubah berdasarkan zaman, demikian juga hukum, setiap orang harus sedikit banyak untuk menjauhi pendahulunya dan melakukan pembaharuan. Setiap pembaharu harus memperkaya kebenaran-kebenaran baru, menjauhi kesalahan-kesalahan pendahulunya. Tanpa pemahaman utuh dari kesalahan masa lalu tidak mungkin ada hukum yang akan lebih baik, demikian juga dengan filsafat (Karl Leonhard Reinhold, 1788).
Ketimpangan Hukum & Tekhnologi
Kemajuan zaman telah membawa dampak terhadap kemajuan tekhnologi pula, sehingga banyak perubahan-perubahan yang ditemukan.
Dalam semua jenis hukum yang dipelajari secara universal. Dalam teori hukum internasional, kita mengenal tentang batasan-batasan teritorial dalam bernegara, yaitu; batasan laut, darat dan udara.
Dengan majunya zaman dan teknologi, melalui media sosial telah menunjukkan bahwa batasan teritorial dapat ditembus tanpa aturan hukum yang dikenal. Setiap orang dapat bertemu tatap wajah, berbincang, dan seterusnya.
Bahkan, TikTok Shop telah menunjukkan bahwa hukum-hukum terdahulu telah runtuh, dimana setiap orang dapat bertransaksi ekonomi dengan mengesampingkan keterlibatan negara secara nasional dan internasional, tak ada aturan hukum pajak yang dapat intervensi.
TikTok Shop ini juga telah menghancurkan keuangan, perdagangan dan pajak negara, seperti yang dilakukan kementrian perdagangan beberapa saat lalu. Teori negara hukum usang dan kalah, tak mungkin menegasikan kemajuan zaman, sebab semua proses transaksi melalui teknologi.
Pertanyaan sangat mendasar adalah bagaimana bila kemajuan tekhnologi bahkan kedepan robot tersebut melakukan kesalahan yang menyebabkan suatu tindak pidana, kontrak kerja dan kerugian?
Kasus terbaru adalah Robot Trading, dari kasus tersebut kita semua bisa bercermin bahwa hukum pidana tak mumpuni dalam menangani kejahatan masa depan yang berkaitan dengan teknologi.
Dalam kasus robot trading kepolisian dengan terpaksa menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Apakah dalam proses penyelidikan dan penyidikan secara utuh menggunakan konsep UU TPPU? Faktanya tidak, sebahagian korban sekaligus terduga di periksa, sebahagian lain tidak dengan alasan punya kedekatan dengan penegak hukum atau punya lainnya (dalam kasus ini pintu gerbang ketidakadilan terbuka luas).
Tahun 1961 merupakan tahun penting dan terlebih lagi, merupakan titik balik bagi salah satu bidang revolusi informasi yang paling menakjubkan yang ada saat ini, ROBOTIKA.
Kecepatan luar biasa dan penerapannya yang beragam dimulai sejak tahun tersebut, rangkaian peristiwa mengenai politik, konfrontasi militer, penelitian ilmiah, budaya, dan progress dunia tekhnologi.
20 tahun kemdudian, awal 1980an penggunaan robot dalam industri mobil menjadi suatu yang sangat penting, dan Jepang untuk pertama kali menggunakan industri mobil robotik dengan skala besar, dan berlangsung selama 20 tahun.
2005 berdasarkan cacatan editorial Laporan Robotika Dunia “World 2005 Robotics Report” Komisi Ekonomi untuk Eropa dan Federasi Robotika Internasional menyampaikan resiko bahwa industri robot terlalu fokus dan bergantung pada otomotif.
Kini di kapal-kapal pesiar internasional pekerja pelayan bar (bartender) sudah dimulai menggantikan manusia dengan robot.
Robot, dapat lebih lambat dari manusia, setara dengan manusia dan dapat lebih cepat dari manusia. Akhir-akhir ini telah terlihat dinegara-negara eropa dan Amerika bahwa mobil berjalan dengan kontrol supir robot.
Dapatkah kita membayangkan, bila robot tersebut melanggar pengguna jalan lain hingga menyebabkan luka-luka atau kematian? Dapatkah kita membayangkan bila mobil tersebut membawa barang lalu barang jatuh dan menyebabkan kerugian? Pertanyaan utama adalah, siapa yang harus bertanggung jawab atas pidana dan kerugian tersebut? Pemilik perusahaan? Atau seorang operator yang tak melihat kejadian? Secara psikologi maka si operator yang miskin akan menjadi korban dari ketidaksiapan hukum.
The Protocols of Zions mengabarkan bahwa 2050 akan terjadi pengangguran besar-besar di seluruh dunia, hal ini disebabkan oleh robotika.
KPU Gerbang Kecurangan
Pencurian suara tidak hanya terjadi di Indonesia, bahkan Amerika Serikat telah lebih dahulu melakukan hal demikian.
Bahkan dikabarkan terakhir era Georges W. Bush juga melakukan kecurangan dengan mudah atas lawannya kala itu. (Steven F. Freeman, Was the 2004 Presidential Election Stolen?, 2011).
Kemajuan tekhnologi dengan sistem komputer telah digunakan sebagai alat pemenangan, mengingat hukum tertinggal jauh dan tidak sebanding dengan tehknologi.
Demikian juga di Indonesia, pertanyaan yang sama dari pengalaman AS adalah: Siapa yang memasukkan data manual kedalam komputer? Bebaskah mereka dari kepentingan parsial?Kapan waktu memasukkan manual ke system? Adakah orang yang mengawasi, bagaimana aturan hukum bagi mereka yang memasukkan, mengawasi, dan seterusnya? Dari TPS ke kekecamatan dan seterusnya adakah sterilitas atas kotal suara dan seterusnya?
Pertanyaan lain, dimana sirekap diletakkan, bagaimana aturan hukum kerja sama dengan pihak-pihak? bagaimana data pemilih Indonesia, apakah dapat di akses di luar negri? Dan trakhir yang juga krusial berkaitan dengan tekhnologi adalah mengingat mudahnya cloning data, apakah ada antisipasi hukum terhadap semua itu??? Kemungkinan besar, kecurangan dapat dilakukan dengan proses tekhnologi bahkan tanpa disadari oleh pihak terkait pelaksana melalui negara lain melalui cloning data.
Hutang terbesar legislative dan eksekutif adalah melahirkan hukum yang baik untuk rakyat, sistem hukum baik akan menyelamatkan bangsa dan negara dari jurang kehancuran.