Wacana perpanjangan masa jabatan presiden lagi-lagi jadi perdebatan. Adalah para kepala dan perangkat desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), mereka menyatakan mendukung Presiden Joko Widodo menjabat 3 periode. Ketua Umum DPP Apdesi Surtawijaya mengaku, tidak ada yang mengarahkan para kepala desa untuk mendeklarasikan dukungan mereka. Dukungan itu, kata dia, murni aspirasi para kepala desa. “Enggak ada. Mana ada kepala desa diarahin? Kita enggak mau ada yang urusan kayak gitu. Tapi pure kan, pure gini kepala desa jawara, intelektualnya banyak juga,” tuturnya dalam acara Silaturahmi Nasional Apdesi 2022 yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Tak hanya itu, mantan Bupati Lebak, Mulyadi Jayabaya, juga mengeklaim bahwa kiai dan ulama di daerahnya mendukung Presiden Jokowi menjabat 3 periode. Mulyadi menuturkan, salah satu alasan para kiai dan ulama mendukung Jokowi 3 periode adalah karena situasi ekonomi di Indonesia. “Jadi pesan ulama, para kiai di sini sampaikan ke Jokowi, alangkah baiknya, kita enggak bicara politik, bicara ekonomi, minta ke Bapak Jokowi, minta diperpanjang tiga tahun saja untuk menyelesaikan ekonomi,” ucap Mulyadi. Wacana serupa sedianya tidak sekali ini saja mengemuka. Tahun 2019 dan 2021, isu perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode juga sempat gaduh. Presiden Jokowi pun telah berulang kali menyatakan sikapnya terkait ini. Namun, oleh banyak pihak, pernyataan terbaru Jokowi dinilai tak cukup tegas untuk mengakhiri polemik.
Sikap Jokowi
Dalam pernyataan terbarunya, Jokowi menyatakan sudah sering mendengar usulan mengenai perpanjangan masa jabatan presiden. Namun, ia memastikan bakal patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. “Yang namanya keinginan masyarakat, yang namanya teriakan-teriakan seperti itu kan sudah sering saya dengar,” kata Jokowi usai, Rabu (30/3/2022). “Tetapi yang jelas, konstitusi kita sudah jelas. Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi, ya,” tuturnya.
Pada 2019 lalu, Jokowi merespons dengan keras wacana perpanjangan jabatan presiden. Ia menyebut bahwa isu perpanjangan masa jabatan presiden seakan menampar mukanya. “Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Desember 2019. Jokowi juga bersuara lantang saat merespons isu perpanjangan masa jabatan presiden yang kembali muncul pada Maret 2021. Ia menegaskan tidak berniat dan tak punya minat untuk menjabat selama tiga periode. Sikap ini, kata dia, tidak akan pernah berubah. Sebagaimana bunyi konstitusi, masa jabatan presiden dibatasi sebanyak dua periode. “Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode,” kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/3/2021). Adapun merujuk Pasal 7 UUD 1945, masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi paling banyak dua periode, dengan lama masa jabatan 5 tahun setiap satu periode.
“Ditampar”
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai, sikap terkini Jokowi tidak tegas. Menurut dia, presiden seharusnya melarang sikap dan kegiatan-kegiatan aparat resmi seperti kepala desa yang mengusulkan hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi, seperti usulan jabatan presiden 3 periode. Hadar menilai bahwa pernyataan Jokowi tak cukup mengakhiri wacana perpanjangan jabatan presiden yang telah berulang kali mengemuka. Dibandingkan dengan pernyataannya terdahulu, menurut Hadar, seolah presiden kini membiarkan mukanya “ditampar” dan dirinya dijerumuskan.
“Seharusnya presiden menyetop mereka. Sekarang seolah-olah presiden membiarkan dirinya mukanya ‘ditampar’, dikelilingi orang yang cari muka, dan mau menjerumuskan,” kata Hadar kepada Kompas.com, Minggu (3/4/2022). Hadar mengatakan, wacana perpanjangan masa jabatan presiden berpotensi memunculkan ketegangan dalam masyarakat. Semakin sering isu ini diembuskan, akan muncul kesan bahwa perpanjangan masa jabatan presiden bukan suatu persoalan dan sah-sah saja dilakukan. Apalagi, jika pejabat negara tak mengambil sikap tegas dan terkesan “mengambang” dalam merespons diskursus ini.
Hadar yakin pembiaran ini ke depan akan melahirkan kelompok-kelompok baru yang turut menyuarakan isu perpanjangan masa jabatan presiden. Padahal, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah jelas mengatur masa jabatan presiden dibatasi 2 periode. Artinya, memperpanjang jabatan presiden sama dengan menentang konstitusi. “Jika diteruskan dapat juga menggrogoti kepastian penyelenggaraan tahapan yang akan segera dimulai oleh penyelenggara pemilu,” ucapnya.
Presiden nikmati?
Sementara, Managing Director Paramadina Public Policy Institute, Khoirul Umam, menilai, Jokowi kali ini menyampaikan pernyataan “bersayap”. Presiden hanya menyampaikan bakal patuh pada konstitusi dan tidak dengan tegas menolak wacana yang telah berulang kali mengemuka ini. “Statement itu jelas bersayap. Tidak ada indikasi political will dari presiden untuk secara lebih tegas dan lebih firmed (pasti) menolak wacana ini,” kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (30/3/2022). Menurut Umam, diksi “taat konstitusi” mirip dengan pernyataan Presiden Soeharto saat hendak memperpanjang masa jabatannya. Kala itu, Soeharto menyatakan “taat pada putusan MPR”. Sebab, presiden adalah mandataris MPR ketika itu. Umam menilai, presiden seharusnya bisa lebih tegas menyatakan dirinya menolak wacana penundaan pemilu dan perpanjangan presiden alih-alih menyatakan akan taat pada konstitusi. Akan lebih baik juga jika presiden menegaskan bahwa pemilu akan tetap digelar sesuai jadwal pada 14 Februari 2024.
Umam menyayangkan lingkaran Istana Presiden terus menerus berkelit dengan argumen “taat konstitusi” dan “membuka ruang demokrasi”. Padahal, menurut dia, pilihan kata itu tak ubahnya hanya permainan diksi untuk bermain aman guna membuka ruang manuver lewat pernyataan-pernyataan bersayap. “Jika Presiden tetap enggan, rasanya memang presiden menikmati langgam permainan politik untuk memperpanjang masa jabatannya itu,” ujar Umam.
Sumber : Kompas.com