Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Nafsu besar tenaga kurang. Demikianlah yang telah, sedang dan akan terjadi dengan kabinet yang sedang disusun Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang akan dilantik MPR sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 2024-2029 pada Ahad (20/10/2024) lusa.
Dengan kata lain, kabinet yang akan dilantik Prabowo pada Senin (21/10/2024) mendatang itu ibarat “rame ing pamrih sepi ing gawe” (ramai dalam pencitraan, sepi dalam pekerjaan).
Di awal penyusunan kabinet, terlihat Prabowo-Gibran dan sosok-sosok yang akan diangkat menjadi menteri, wakil menteri atau kepala badan/lembaga terlihat begitu antusias dan menggebu, bahkan nafsu atau syahwat kekuasaannya demikian menggelegak. Namun setelah dilantik nanti, diprediksi mereka banyak yang tak dapat bekerja sesuai harapan. Artinya, nafsu besar tenaga kurang. Betapa tidak?
Penyusunan kabinet dilakukan Prabowo melalui proses audisi laiknya sebuah ajang pencarian bakat di kediamannya di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin-Selasa (14-15/10/2024).
Lalu, Rabu (16/10/2024) dilanjutkan dengan pembekalan bagi calon menteri, dan Kamis (17/10/2024) dengan pembekalan bagi calon wakil menteri di kediaman lain Prabowo, yakni Padepokan Garuda Yaksa di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Semua proses itu berlangsung secara dramatis.
Usai dilantik nanti, semua anggota kabinet akan diajak Prabowo ke almamaternya dulu, Akademi Militer (Akmil) di Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah. Entah untuk apa. Ada calon menteri yang mengatakan untuk soliditas.
Politik Belah Bambu
Sebagai pencitraan, semula Prabowo menyatakan akan menyusun “zaken kabinet’ atau kabinet ahli. Tapi faktanya, dilihat dari sosok-sosok yang sudah diaudisi, patut kiranya bila kabinet Prabowo-Gibran nanti disebut sebagai Kabinet Balas Budi sekaligus Kabinet Balas Dendam. Ada politik belah bambu di sana. Satu pihak diinjak, pihak lain diangkat.
Yang diinjak adalah seteru politik, yang diangkat adalah sekutu politik. Lihat saja sejumlah ketua umum partai politik pendukungnya yang diangkat atau diangkat kembali menjadi menteri.
Sebut saja Bahlil Lahadalia (Golkar), Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat), Muhaimin Iskandar (PKB) dan Zulkifli Hasan (PAN). Bahkan anak perempuan Zulhas, Sita Anjani pun akan kebagian jatah kursi wakil menteri. Inilah politik balas budi.
Padahal Zulhas relatif tak bisa bekerja selama menjadi Menteri Perdagangan di Kabinet Indonesia Maju. Celakanya, ia justru sering memanfaatkan jabatannya dalam kampanye Pemilu 2024 dengan membagi-bagikan minyak goreng beranggaran negara, misalnya.
Menteri lain yang tak bisa bekerja tapi akan diangkat lagi adalah Budi Ari Setiadi. Konon, sosok kontroversial semasa menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika ini akan diangkat menjadi Menteri Koperasi di Kabinet Prabowo-Gibran.
Begitu pun Sri Mulyani Indrawati yang akan menduduki pos Menteri Keuangan lagi. Sri adalah ahli utang di satu sisi, di sisi lain ahli “menindas” rakyat dengan menaikkan tarif pajak ini-itu.
Sebaliknya, ada politik balas dendam di sana. Sebut saja Veronica Tan yang akan diangkat menjadi menteri. Entah menteri apa, karena sejauh ini tak terdengar kiprahnya.
Itu adalah cara Prabowo menyakiti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, bekas suami Veronica, yang dulu sekutu tapi kini menjadi seteru politik Prabowo setelah bekas Gubernur DKI Jakarta itu keluar dari Gerindra dan bergabung dengan PDI Perjuangan, dan kemudian mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud Md di Pilpres 2024.
Kabinet 100 Menteri
Sesuai Undang-Undang Kementerian Negara yang baru ditandatangani Presiden Jokowi, Prabowo akan menyusun kabinet jumbo atau gemuk dengan 46 kursi menteri, dari sebelumnya “hanya” 34 kursi di periode kedua Jokowi.
Jika diandaikan semua menteri punya wakil, bahkan Menteri Keuangan akan ada empat wakil, plus kepala badan/lembaga, maka kabinet Prabowo-Gibran sepatutnya disebut sebagai Kabinet 100 Menteri, laiknya kabinet Bung Karno di akhir era kekuasaannya.
Kabinet yang begitu tambun. Obesitas. Bandingkan dengan orang yang menderita obesitas yang sekadar menggerakkan badannya saja sudah sangat susah. Demikian pula nanti dengan Kabinet 100 Menteri Prabowo-Gibran. Kabinet tak akan lincah.
Di sisi lain, kabinet tambun tentu akan menyedot lebih banyak anggaran untuk gaji dan berbagai fasilitas menteri, wakil menteri dan kepala badan/lembaga. Akan terjadi pemborosan di sana-sini, termasuk imbas dari perubahan nomenklatur kementerian.
Alhasil, jangan berharap terlalu banyak dengan Prabowo-Gibran. Yang terjadi akan “rame ing gawe sepi ing pamrih”. Nafsu besar tenaga kurang.