Tiga ekonom terkemuka, Daron Acemoglu, Simon Johnson, dan James Robinson, dianugerahi Hadiah Nobel pada hari Senin karena penelitian mendalam mereka tentang bagaimana “the nature of institutions” atau sifat institusi berperan dalam menjelaskan mengapa beberapa negara berhasil menjadi makmur sementara yang lain tetap terperangkap dalam kemiskinan. Penelitian ini telah membuka wawasan baru tentang peran institusi dalam sejarah perkembangan negara dan bagaimana warisan kolonial mempengaruhi jalur pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Peran Institusi dalam Membangun Kemakmuran
Komite Nobel menyoroti karya mereka dalam menunjukkan bahwa masyarakat dengan institusi yang inklusif, yang mengedepankan aturan hukum dan hak-hak kepemilikan, cenderung menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sebaliknya, masyarakat dengan institusi ekstraktif, yang dirancang untuk mengeksploitasi sumber daya dan rakyatnya demi keuntungan elit, tidak mampu mencapai perubahan yang berarti. Ini terutama terjadi dalam konteks kolonialisme, di mana institusi di banyak negara berubah drastis akibat penjajahan. Di beberapa wilayah, lembaga-lembaga ekstraktif didirikan untuk memaksimalkan keuntungan penjajah, sedangkan di tempat lain, perubahan institusi justru mengarah pada pembangunan sistem politik dan ekonomi yang lebih inklusif dan pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Pengaruh Kolonialisme terhadap Institusi
Salah satu aspek penting dari penelitian Acemoglu, Johnson, dan Robinson adalah pengaruh kolonialisme terhadap pembentukan institusi di berbagai negara. Kolonialisme membawa perubahan besar dalam struktur institusi sosial dan politik di banyak negara. Dalam beberapa kasus, kolonialisme menghasilkan institusi ekstraktif, di mana sumber daya alam dan tenaga kerja dieksploitasi untuk kepentingan penjajah tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat. Institusi semacam ini menciptakan struktur yang mendukung ketidaksetaraan dan tidak memungkinkan terjadinya pembangunan ekonomi yang inklusif.
Sebaliknya, di negara-negara di mana penjajah memperkenalkan institusi inklusif, yang memungkinkan adanya partisipasi politik yang lebih luas dan perlindungan atas hak milik, negara-negara tersebut cenderung tumbuh lebih makmur dalam jangka panjang. Dengan demikian, institusi yang diadopsi selama era kolonial berperan besar dalam menentukan nasib ekonomi negara-negara tersebut di masa depan.
Demokrasi sebagai Faktor Pertumbuhan?
Salah satu pertanyaan penting yang diajukan dalam konteks penelitian ini adalah: apakah demokrasi secara langsung menghasilkan pertumbuhan ekonomi? Daron Acemoglu menekankan bahwa meskipun pekerjaan mereka mendukung konsep demokrasi, demokrasi sendiri bukanlah “obat mujarab” untuk pertumbuhan ekonomi. Demokrasi memberikan fondasi yang lebih stabil untuk pertumbuhan ekonomi, terutama karena mendorong inovasi dan partisipasi politik yang luas. Namun, Acemoglu memperingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi di bawah rezim otoriter sering kali bersifat tidak stabil dan kurang mampu menciptakan inovasi yang berkelanjutan.
Dalam buku mereka “Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty”, Acemoglu dan Robinson menunjukkan bahwa institusi inklusif, yang biasanya berkembang dalam sistem demokrasi, cenderung lebih mendukung inovasi dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Demokrasi, dengan sistem checks and balances, memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses politik dan ekonomi, yang kemudian menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan.
Tiongkok sebagai Tantangan terhadap Teori
Meskipun buku tersebut menyatakan bahwa negara-negara dengan institusi ekstraktif tidak akan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi mereka, Tiongkok tampak menjadi pengecualian dalam beberapa dekade terakhir. Tiongkok, meskipun tidak memiliki institusi yang inklusif secara penuh, telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang spektakuler sejak era reformasi ekonomi dimulai pada akhir 1970-an. Acemoglu mengakui bahwa Tiongkok menghadirkan “tantangan kecil” terhadap argumennya, terutama karena negara tersebut telah berhasil menggelontorkan investasi besar dalam bidang inovasi seperti kecerdasan buatan (AI) dan kendaraan listrik.
Namun, Acemoglu tetap berpendapat bahwa dalam jangka panjang, rezim otoriter seperti Tiongkok akan menghadapi kesulitan dalam mencapai inovasi yang berkelanjutan dan hasil yang stabil. Meskipun Tiongkok berhasil memanfaatkan sistem otoriter untuk mendorong inovasi di beberapa bidang, ketidakstabilan politik dan kurangnya institusi inklusif dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan jangka panjang.
Relevansi Penelitian terhadap Kebijakan Ekonomi Global
Penelitian Acemoglu, Johnson, dan Robinson memberikan wawasan berharga bagi pembuat kebijakan di seluruh dunia. Pemahaman mendalam tentang bagaimana institusi dibentuk dan bagaimana mereka berperan dalam mendukung atau menghambat pertumbuhan ekonomi adalah kunci bagi negara-negara yang ingin memajukan kesejahteraan rakyatnya. Negara-negara yang terjebak dalam sistem institusi ekstraktif perlu melakukan reformasi institusional yang serius untuk mencapai pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Lebih jauh lagi, penelitian ini mengingatkan kita bahwa pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya tidak hanya ditentukan oleh sumber daya alam atau investasi, tetapi juga oleh struktur politik dan institusi yang mendukung partisipasi masyarakat secara luas. Institusi yang inklusif adalah fondasi dari keberhasilan jangka panjang, bukan hanya untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi juga untuk stabilitas sosial dan politik.
Kesimpulan
Hadiah Nobel yang diberikan kepada Daron Acemoglu, Simon Johnson, dan James Robinson menyoroti pentingnya institusi dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penelitian mereka menunjukkan bahwa institusi yang inklusif mendukung inovasi, stabilitas, dan kesejahteraan rakyat, sementara institusi ekstraktif yang hanya melayani elit akan menghambat pertumbuhan dan menciptakan ketidakstabilan. Bagi negara-negara yang ingin mencapai kesuksesan ekonomi jangka panjang, reformasi institusi menuju inklusivitas adalah langkah yang tidak bisa dihindari.
Dalam dunia yang semakin global, pemahaman tentang peran institusi ini menjadi semakin relevan, tidak hanya untuk negara berkembang, tetapi juga bagi negara maju yang ingin mempertahankan posisi mereka dalam ekonomi global yang terus berubah.