OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Inilah.com merilis, gejolak harga beras sejak Juni 2024, menjadi atensi khusus Ketua DPR, Puan Maharani. Hingga akhir Juli ini, alih-alih harganya turun. Harga beras justru ngacir alias makin mahal. Bukti, Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog gagal stabilkan harga beras. Pertanyaan nya, benarkah Bapanas dan Bulog gagal menstabilkan harga beras ?
Jarang-jarang Puan Maharani secara khusus mengkritisi kebijakan perberasan. Politisi PDI-P ini, rupanya merasa terpanggil untuk mengingatkan Pemerintah atas melesatnya harga beras di pasar. Puan paham betul, jika harga beras mengalami kenaikan ugal-ugalan, maka yang paling terdampak adalah emak-emak. Mereka pasti protes dan bersuara lantang meminta Pemerintah segera mengendalikannya.
Keprihatinan Puan Maharani juga merupakan keprihatinan segenap warga bangsa. Kakeknya Puan Maharani, Proklamator Bangsa, Bung Karno, jauh-jauh hari telah mengingatkan urusan pangan, termasuk beras menyangkut mati dan hidupnya suatu bangsa. Apa yang dipesankan Bung Karno sekitar 72 tahun lalu, tentu perlu kita cermati agar tidak keliru dalam menyelenggarakan kebijakan pangan itu sendirri.
Sebetulnya ada beberapa alasan, mengapa Pemerintah seperti yang kehilangan kemampuan untuk mengendalikan harga beras di pasar. Padahal, dengan seabreg kekuasaan dan kewenangan yang digenggamnya, Pemerintah dapat melahirkan regulasi untuk menstabilkan harga beras. Masalahnya, ada apa dengan Pemerintah hari ini ?
Dalam ilmu ekonomi paling sederhana, harga barang akan melesat, jika barang tersebut langka atau malah menghilang dari pasar. Begitu pun dengan situasi perberasan yang kini tengah kita alami. Harga beras, tidak akan meroket, jika berasnya ada. Tapi kalau berasnya tidak ada, menjadi sangat masuk akal kalau harga beras di pasar akan meningkat tajam dan sulit untuk diturunkan kembali.
Kekosongan beras yang kita hadapi dalam beberapa bulan belakangan, lebih disebabkan oleh turunnya produksi beras, yang versi Menteri Pertanian sekurang-kurangnya ada 10 penyebab utamanya. Akibatnya, ketersediaan beras jadi berkurang, sehingga ada kemauan politik Pemerintah agar Cadangan Beras Pemerintah (CBP) perlu terus ditingkatkan.
Produksi beras yang dihasilkan tahun 2023 dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 31,10 juta ton, sedangkan konsumsi masyarakat dalam tahun yang sama sebesar 30,20 juta ton. Atas dasar angka produksi dan konsumsi beras diatas, sesungguhnya kita masih surplus sekitar 900 ribu ton. Sayangnya, walau surplus, kita tetap tidak dapat mencukupi kebutuhan beras dalam negeri, yang juga membengkak dengan angka cukup tinggi.
Untuk menjawab kebutuhan beras dalam negeri, khususnya untuk penguatan cadangan beras Pemerintah dan Program Bantuan Pangan Beras, dalam jangka pendek, tidak ada langkah lain yang dapat dipilih, terkecuali dengan impor beras dari negara produsen beras dunia, seperti Thailand, Vietnam, Myanmar, Pakistan, India dan lain sebagainya.
Yang membuat kita kaget, jelas bukan kebijakan impor yang diambil Pemerintah, namun lebi8h terkait dengan jumlah impor yang direncanaksn Pemerintah. Berdasar info Bapanas, Pemerintah merencanakan impor beras sekitar 5,17 juta ton beras. Angka impor beras 2024 ini, terkesan sangat fantastis dan tentu saja bakal sangat menguras nilai devisa yang kita miliki.
Kegelisahan seorang Puan Maharani selaku Ketua DPR RI, sehubungan dengan melesatnya harga beras di pasar, menuntut kepada Pemerintah, khususnya Bapanas dan Bulog untuk dapat membangun komunikasi sambung pikir dan sambung rasa yang inten. Bapanas dan Bulog perlu memberi penjelasan terbuka kepada publik, soal gagal atau tidaknya Pemerintah mengendalikan stabilisasi harga beras.
Turunnya produksi, melesatnya harga dan fantastisnya jumlah impor beras, semakin membuktikan bangsa kita tengah menghadapi “darurat beras”. Suasana seperti ini, jangan sampai dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah bersama segenap komponen bangsa perlu bergandengan tangan untuk segera mencarikan jalan pemecahan masalahnya secara cerdas dan bernas. Darurat beras harus dihentikan dan diganti dengan ungkapan yang lebih nyaman untuk dibaca dan didengar.
Pernyataan Puan Maharani selaku Ketua DPR RI, jelas perlu disikapi dengan seksama. Puan tidak akan mau bicara blak-blakan, soal gagalnya Bapanas dan Bulog dalam mewujudkan stabilisasi harga beras di pasar, jika tidak ada bukti yang mendukungnya. Sebagai Ketua DPR RI, Puan pasti memiliki tim yang hebat untuk memposisikan dirinya selaku politisi handal yang peduli terhadap kepentingan rakyat.
Suara Puan Naharani atau bisa juga mewakilu suara dari Senayan ini penting disikapi Pemerintah, khususnya Bspanas dan Bulog. Kalau Pemerintah merasa tidak gagal dalam menstabilkan harga beras, ada bagusnya disampaikan berbagai data yang menunjukkan keberhasilannya. Namun jika gagal, tidak salah juga diakui kegagalannya. Yang tidak boleh, jika Pemerintah menjawabnya secara abu-abu, karena Bapanas dan Bulog, bukan politisi.
Sangat tepat, beras dijadikan komoditas politis dan strategis oleh Pemerintah. Yang tidak pas itu, jika Pemerintah tidak menanganinya dengan serius. Pemerintah harus mampu menjamin ketersediaan beras setiap saat dengan harga yang terjangkau masyarakat. Artinya, kalau beras terekam langka di pasar dan harganya melejit tinggi, pasti ada yang keliru dalam tata kelolanya.
Pernyataan Puan Maharani diatas, sungguh sangat menohok. Tudingan langsung kepada Bapanas dan Bulog, tentu berbasis kepada Perpres No.66/2021 tentang Badan Pangan Nasional, yang menyebut soal urusan pangan tingkat Nasional, menjadi tanggungjawavnya Bapanas sebagai rsgulator dan Bulog selaku operator pangannya. Mari kita tunggu tindak lanjutnya. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).