Sumbawa – Fusilatnews — Seorang perempuan asal Sumbawa berinisial HER menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan saat ini diduga berada dalam tahanan di Irak. Keluarga korban meminta pemerintah segera melakukan upaya pemulangan.
Ketua Solidaritas Perempuan Sumbawa, Hadiatul Hasanah, mengungkapkan bahwa HER awalnya dijanjikan untuk bekerja di Dubai, namun justru ditempatkan di Irak oleh sponsor.
“Kami mendapat laporan dari pihak keluarga bahwa HER dijanjikan berangkat ke Dubai, tetapi kenyataannya dikirim ke Irak. Kami sudah melakukan advokasi agar dia bisa dipulangkan. Namun hingga kini, kontak dengan HER terputus. Terakhir kami mendapat kabar, dia dipenjara di Irak,” ujar Hadiatul, Rabu (7/5/2025).
Hadiatul, yang akrab disapa Atul, menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan mediasi daring dengan Kementerian Luar Negeri, khususnya Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI), serta dengan lintas kementerian terkait Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI).
“BP2MI menyatakan akan menelusuri dan mencari informasi tentang keberadaan HER,” jelas Atul.
Menurutnya, jika benar HER dipenjara, maka ponsel milik korban kemungkinan besar disita, sehingga menyulitkan proses pelacakan lokasi keberadaannya.
“Komunikasi sudah tidak bisa dilakukan. Keluarga pun tidak mengetahui keberadaan HER. Ini membuat proses advokasi yang kami lakukan selama dua tahun menjadi sangat terhambat,” tambahnya.
HER diketahui berangkat secara non-prosedural pada November 2022 karena alasan ekonomi, termasuk lilitan utang dan tekanan gaya hidup, serta rendahnya tingkat pendidikan. Ia kemudian melaporkan kasusnya ke Solidaritas Perempuan pada Januari 2023.
Sebelum kehilangan kontak, HER sempat mengadu kepada keluarganya bahwa ia mengalami pelecehan seksual oleh majikan laki-laki, termasuk diraba di bagian tubuhnya. Ia sempat menelepon sang ayah sambil menangis dan meminta untuk dipulangkan.
“HER ingin pulang karena takut dilecehkan lebih jauh oleh majikannya. Kami mendampingi kasus ini sejak 2023,” ungkap Atul.
Ia menambahkan bahwa sponsor lokal yang memberangkatkan HER, berinisial YH, telah ditetapkan sebagai tersangka TPPO oleh Polda NTB dan kini dalam proses hukum. Namun, sejak sponsor tersebut ditangkap, tidak ada lagi pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban atau membantu pemulangan HER.
Sayangnya, menurut Atul, respons dari pemerintah daerah juga sangat minim. Mereka hanya menyarankan pelaporan secara daring tanpa memberikan dukungan advokasi konkret terhadap korban.
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sendiri adalah kejahatan serius yang mencakup perekrutan, pengangkutan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan cara kekerasan, ancaman, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan eksploitasi. Bentuk eksploitasi dapat berupa kerja paksa, perbudakan, eksploitasi seksual, hingga pengambilan organ tubuh. Di Indonesia, TPPO diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.
“Kami berharap semua pemangku kepentingan sadar dan bersinergi melakukan advokasi bersama untuk menangani dan mencegah kasus-kasus TPPO,” tegas Atul.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan di tingkat desa, yang menyebabkan banyak perempuan mudah menjadi korban perdagangan manusia.