Apa urgensi di balik pertemuan Jokowi dengan Prabowo Subianto dan Sri Sultan Hamengkubuwono X? Di tengah transisi politik yang menempatkannya sebagai mantan presiden, pertemuan ini memantik berbagai spekulasi. Sementara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memilih mengekspresikan dirinya melalui seni dan Megawati Soekarnoputri enggan bertemu langsung dengan Prabowo, Jokowi justru mengambil langkah yang seolah menegaskan keberadaan dirinya di lingkaran elit. Melalui gestur pertemuannya, ia tampak ingin menyampaikan pesan simbolis: “Lihatlah saya—saya masih bersama Presiden dan Raja.”
Residunya Kekuasaan Sepuluh Tahun
Setelah sepuluh tahun memimpin Indonesia, Jokowi meninggalkan jejak kekuasaan yang menjadi sorotan publik. Berbagai proyek infrastruktur ambisius, kebijakan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta isu nepotisme dan kontroversi lainnya meninggalkan residu yang tidak sepenuhnya positif. Bahkan setelah tidak lagi menjabat, kritik terhadap pemerintahannya terus bergulir, dan tidak sedikit pihak yang melawannya secara hukum.
Di tengah situasi ini, Jokowi tampaknya berusaha menjaga pengaruh politik dan citranya. Pertemuan dengan tokoh-tokoh seperti Prabowo, yang kini menjadi presiden, dan Sri Sultan, sebagai figur yang dihormati, bisa dilihat sebagai upaya untuk tetap relevan di arena politik dan sosial.
Mengapa Prabowo dan Sri Sultan?
Prabowo Subianto, presiden baru yang juga pernah menjadi rival Jokowi di masa lalu, kini menjadi simbol kekuasaan baru. Dengan menjalin hubungan baik dengannya, Jokowi mungkin ingin menunjukkan bahwa ia masih memiliki koneksi kuat dengan pusat kekuasaan. Langkah ini juga bisa dipandang sebagai upaya meredam potensi ancaman politik atau hukum yang mungkin mengincarnya di masa mendatang.
Sementara itu, kehadiran Sri Sultan Hamengkubuwono X memberikan dimensi simbolik. Sebagai tokoh adat yang dihormati, Sri Sultan menghadirkan legitimasi kultural yang dapat memperkuat pesan Jokowi kepada publik bahwa ia masih memiliki dukungan moral dari kalangan tradisional. Kombinasi ini memberikan kesan bahwa Jokowi tetap berada di tengah arus utama politik Indonesia, meski tak lagi memegang jabatan resmi.
Gestur yang Sarat Makna
Pertemuan ini bukan hanya soal pertemuan biasa. Dari perspektif komunikasi politik, gestur Jokowi mencerminkan keinginan untuk menunjukkan bahwa ia masih berpengaruh, baik di ranah politik maupun sosial. Ia ingin dilihat sebagai mantan presiden yang masih mampu menjalin hubungan dengan figur-figur kunci, menciptakan narasi bahwa ia tetap relevan.
Namun, gestur ini juga bisa mencerminkan keresahan. Kritik tajam terhadap berbagai kebijakannya, termasuk proyek ambisius IKN dan isu nepotisme, masih membayangi citranya di mata publik. Dengan pertemuan ini, Jokowi tampak ingin mengontrol narasi tersebut, mengarahkan perhatian publik pada sisi lain dari dirinya—sebagai tokoh yang masih terhubung dengan kekuatan elit.
Refleksi atas Transisi Politik
Berbeda dengan SBY yang memilih seni dan Megawati yang cenderung menjaga jarak, Jokowi tampaknya mengambil langkah lebih strategis. Pertemuannya dengan Prabowo dan Sri Sultan menunjukkan bahwa ia tidak ingin sekadar menghilang dari radar politik. Langkah ini juga bisa dibaca sebagai upaya untuk mengamankan posisi dirinya di tengah transisi kekuasaan yang sering kali penuh risiko.
Pertanyaan yang tersisa adalah: apakah langkah ini akan memperkuat posisinya di masa depan, atau justru memicu kritik lebih lanjut? Yang jelas, Jokowi tampaknya memahami bahwa residu kekuasaan sepuluh tahun tidak hanya menjadi warisan, tetapi juga tantangan yang harus ia hadapi sebagai bagian dari sejarah kepemimpinannya.
Apakah format ini sudah sesuai dengan yang Anda inginkan?