Oleh: Mustakim | Jurnalis
Kasus kematian Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau yang kerap disebut Brigadir J sudah berjalan hampir empat pekan. Namun, hingga saat ini belum ada titik terang, meski kasusnya sudah dinaikkan ke tahap penyidikan. Kasus ‘polisi tembak polisi’ masih terus menyita perhatian.
Insiden penembakan sudah berjalan hampir satu bulan, namun hingga sekarang belum ada kejelasan. Keputusan polisi menaikkan penanganan kasus ini dari penyelidikan menjadi penyidikan juga menyisakan pertanyaan. Pasalnya, hingga saat ini tak kunjung ada tersangka yang ditetapkan.
Lazimnya, sebuah kasus naik dari penyelidikan ke penyidikan karena sudah ditemukan adanya unsur pidana yang dilakukan oleh seseorang dalam sebuah kejadian. Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah melakukan berbagai kebijakan dan terobosan, mulai dari membentuk tim khusus hingga mengambil alih kasus.
Orang nomor satu di Polri ini bahkan sudah menonaktifkan sejumlah orang guna memudahkan proses penyidikan. Mereka adalah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Brigjen Pol Hendra Kurniawan dan Kepala Kepolisian Resor Metro (Kapolrestro) Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdhi Susianto.
Rumit dan berbelit
Kasus ini memang terkesan janggal sejak awal. Juga rumit dan berbelit. Kejanggalan penanganan kasus ini bisa dilihat mulai dari lambannya polisi membuka kasus ini, hingga keterangan dan pernyataan yang berbeda-beda dari Kepolisian terkait kasus kematian sang ajudan.
Kebijakan Kepolisian yang melarang keluarga untuk melihat jenazah Brigadir J juga menimbulkan kecurigaan hingga berbuntut desakan otopsi ulang. Sebagian kalangan menganggap kasus ini terang benderang. Namun, jadi terkesan rumit dan berbelit.
Kasus ini dinilai menjadi rumit salah satunya karena Kepolisian buru-buru menyimpulkan. Kepolisian dinilai terlalu dini saat menjelaskan duduk perkara kasus ini. Sementara belum ada penyelidikan dan penyidikan yang menyeluruh terkait kasus polisi tembak polisi ini.
Seharusnya Kepolisian melakukan ‘scientific crime investigation’ atau penyidikan berbasis ilmiah dulu sebelum menyimpulkan sesuatu. Selain itu, keterangan polisi yang berubah-ubah terkait barang bukti juga memicu asumsi dan spekulasi terkait kasus ini.
Membuka kotak pandora
Kasus kematian Brigadir J ibarat kotak Pandora. Kepolisian yang biasanya tangkas dan cekatan mengungkap dan menuntaskan berbagai kasus pembunuhan terkesan lamban dan gelagapan. Berbagai alasan disodorkan, mulai dari motif hingga barang bukti yang berceceran.
Polri tak sendiri. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga dilibatkan guna membantu Polri menangani kasus ini. Komnas HAM sudah memeriksa sejumlah saksi dan barang bukti. Namun hingga saat ini, institusi yang diminta ikut mengusut kasus polisi tembak polisi ini juga belum bisa menyimpulkan terkait duduk perkara kasus yang penuh ‘misteri’ ini.
Presiden Jokowi menaruh atensi terhadap kasus polisi tembak polisi di rumah dinas petinggi Polri ini. Jokowi bahkan berulang kali memerintahkan Polri mengusut tuntas kasus kematian Brigadir J ini. Dia juga meminta agar Kepolisian terbuka dan transparan dan tak menutup-nutupi kasus ini.
Namun, pemandangan berbeda terlihat dari Komisi III DPR yang merupakan mitra Kepolisian. Komisi Hukum ini terlihat santai dan ‘cuek’ terhadap kasus yang menyita perhatian besar dari publik ini. Komisi yang biasanya garang dan galak ini terkesan ‘loyo’ dalam mengawasi dan mengkritisi penanganan kasus ini.
Alih-alih mengkritisi berbagai kejanggalan dalam penanganan, sejumlah anggota Komisi III dan pimpinan DPR justru mengrkitik pengacara keluarga korban dan Komnas HAM.
Kasus kematian Brigadir J sudah berjalan hampir sebulan. Berbagai langkah sudah dikerjakan mulai dari membentuk tim khusus hingga melibatkan Komnas HAM. Otopsi ulang jenazah korban juga sudah dilakukan. Kita berharap akan ada kejelasan dan titik terang. Sehingga tak ada lagi asumsi dan spekulasi terkait kasus ini. Akankah polisi berhasil mengungkap kasus ini? Ataukah kasus ini akan tetap menjadi misteri?
Dikutip dari Kompas.com, Rabu 3 Juli 2022.