Oleh : DR. Ateng Kusnandar Adisaputra
Kalau kita berkunjung ke Kota Tasikmalaya, di pusat kota terdapat jalan yang diberi nama Jl. KH. Zainal Musthafa. Kenapa ada Jl. KH. Zainal Musthafa di Kota Tasikmalaya ? karena KH. Zainal Musthafa adalah salah seorang Pahlawan Nasional kelahiran Tasikmalaya.
- Zainal Musthafa dianugerahi gelar “Pahlawan Nasional”, dengan Keputusan Presiden RI No : 064/TK/1972, tanggal 20 November 1972, yang diserahkan oleh Menteri Sosial Mintareja, SH, dan diterima oleh keluarga KH. Zainal Musthafa, pada 9 Januari 1973.
- Zainal Musthafa dilahirkan di Kampung Bageur Desa Cimerah Kewedanaan Singaparna Kab. Tasikmalaya (sekarang Desa Sukarapih Kec. Sukarame Kab. Tasikmalaya), pada tahun 1901 Masehi. Pada tahun 1927, Zainal Musthafa muda mendirikan pesantren di Kampung Cikembang dengan nama Pesantren Sukamanah, dan Kampung Cikembang berganti nama menjadi Kampung Sukamanah. KH. Zainal Musthafa sebagai seorang ulama yang memiliki sifat ta’at, tabah, qona’at, syaja’ah, dan menjungjung tinggi nilai kejujuran, kebenaran serta keadilan, beliau menjadi seorang pemimpin dan panutan umat yang kharismatik, patriotik, berbudi luhur serta berpandangan jauh ke depan.
Pada waktu itu, Pesantren Sukamanah memiliki santri 600-700 orang, dan menimbulkan kecurigaan Kolonial Belanda, menganggap pengajian di Pesantren Sukamanah adalah perkumpulan untuk menyusun kekuatan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda. Akhirnya KH. Zainal Musthafa oleh Kolonial Belanda ditahan dan di penjara di Tasikmalaya pada 17 November 1941, atas tuduhan menghasut rakyat, dan dipindahkan sehari kemudian ke penjara Sukamiskin di Bandung, dan dibebaskan pada 10 Januari 1942.
Meskipun kekuasaan telah berpindah tangan dari kolonial Belanda ke tentara Jepang, sikap dan pandangan KH. Zainal Musthafa terhadap penjajah Jepang tidak berubah. Kebencian KH. Zainal Musthafa semakin memuncak setelah menyaksikan sendiri kezaliman tentara Jepang. KH. Zainal Musthafa bertekad untuk berjuang menentang kezaliman Jepang meskipun nyawa menjadi taruhannya.
Sikap awal penentangan KH. Zainal Musthafa mulai diketahui Jepang ketika Pemerintah Dai Nippon mengumpulkan ulama dan ajengan di kewedanaan Singaparna untuk melakukan saikenrei (ruku ke arah istana Kaisar Jepang di Tokyo), menurutnya perbuatan tersebut termasuk salah satu perbuatan musyrik dan merusak akidah Islam. Sejak peristiwa itu, gerak gerik KH. Zainal Musthafa mulai diawasi oleh Pemerintah Jepang.
Segala kegiatan di Pesantren Sukamanah terus menerus diikuti, diintai, diselidiki oleh Kenpeitai (polisi militer Jepang). Pada 1 Februari 1944, KH. Zainal Musthafa menerima surat untuk menghadap ke markas Kenpeitai Tasikmalaya, tetapi menolak datang. Rabu, 23 Februari 1944 Jepang mengirim utusan ke Pesantren Sukamanah, mereka mengancam KH. Zainal Musthafa dan para santrinya. Jika sampai hari Senin 28 Februari 1944, beliau tidak menyerah, maka Jepang akan meluluh lantahkan Pesantren Sukamanah.
Tak sampai Senin, esoknya hari Kamis, 24 Februari 1944, Jepang mengerahkan pasukan Kenpeitai. Tujuan mereka satu, yakni ingin menahan KH. Zainal Musthafa, tapi sebaliknya malah pasukan Jepang yang jadi tahanan para santri Pesantren Sukamanah.
Keesokan harinya, Jum’at 25 Februari 1944 semua tawanan dibebaskan, tetapi senjata tetap menjadi rampasan. Pukul 13.00 WIB saat shalat Jum’at masih berlangsung, datang 4 orang Kenpeitai dan meminta KH. Zainal Musthafa untuk menyerahkan diri dan meminta senjata milik mereka untuk dikembalikan. KH. Zainal Musthafa dan para santri berdialog dengan Kenpeitan, perwira Jepang itu membujuk lagi bahwa KH. Zainal Musthafa tidak akan dihukum asal mau minta ampun dan menyerahkan diri ke markas Kenpeitai Tasikmalaya.
Dalam dialog tersebut, pasukan Sukamanah tersinggung karena perkataan perwira Jepang bahwa jika ada satu orang Jepang mati maka harus ditebus seribu nyawa orang Indonesia. Suasana pun menjadi gaduh, dan karena dari pihak Kenpeitai ada yang menembakan pistol kepada KH. Zainal Musthafa, kemudian beliau langsung berteriak “Hancur Siah Jepang” (Bahasa Sunda).
Selanjutnya santri Sukamanah dan masyarakat yang telah rela mati berkalang tanah daripada hidup bercermin bangkai langsung menyerang tentara Jepang. 3 orang Kenpeitai dan seorang juru bahasanya lari ke arah sawah dan 3 orang lainnya meninggal dilokasi, sedangkan yang satu orang lagi berhasil menyelamatkan diri.
Menjelang ashar datang enam kompi polisi istimewa, yang langsung membuka salvo dan menghujani barisan santri yang hanya bersenjatakan bambu runcing, pedang bambu, dan senjata lainnya. Pasukan santri Sukamanah naik ke truk dan bertempur dengan menggunakan bambu runcing, pedang bambu, dan golok. Akhirnya, dengan kekuatan yang begitu besar, strategi perang yang hebat dan dilengkapi dengan persenjataan yang canggih, pasukan Jepang berhasil menerobos dan memporak-porandakan pertahanan pasukan Sukamanah.
Setelah pertempuran tersebut, saat ditanyakan kepada pasukan Sukamanah, yang menjadi korban dari pihak Jepang sebanyak 300 orang berdasarkan truk yang ada 31 buah. Yang gugur dari pasukan Sukamanah berjumlah 86 orang.
Pasca pertempuran Sukamanah berdarah, KH. Zainal Musthafa diajak berunding oleh tentara Jepang untuk membahas perdamaian di Tasikmalaya. Namun semua itu hanya jebakan, beliau malah ditangkap dan sempat beberapa kali disiksa. KH. Zainal Musthafa ditahan dan dipenjara di Tasikmalaya, kemudian dipindahkan ke Bandung, selanjutnya dipindahkan lagi ke penjara Cipinang, dan setelah itu tidak diketahui dimana beliau berada.
Atas usaha Kolonel Drs. Nugraha Notosusanto, Kepala Pusat Sejarah ABRI, pada 23 Maret 1970 telah ditemukan data dari kepala kantor Ereveld (Taman Pahlawan) Belanda, bahwa KH. Zainal Musthafa dan para santrinya telah menjalani hukuman mati dengan cara dikubur hidup-hidup pada 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol Jakarta.
Pada 25 Agustus 1973, jenazah Pahlawan Nasional KH. Zainal Musthafa beserta 17 orang santrinya dipindahkan dari Taman Pahlawan Belanda Ancol Jakarta ke Taman Makam Pahlawan Sukamanah oleh Menteri Dalam Negeri Amir Machmud.
Sejak 1974, setiap tanggal 25 Februari diperingati sebagai Perjuangan Pahlawan Nasional KH. Zainal Musthafa. Monumen Aktualisasi Perjuangan KH. Zainal Musthafa Sukamanah di bundaran By Pass Tasikmalaya diresmikan pada 16 November 2000 oleh Gubernur Jawa Barat.
Sekarang dibawah Yayasan KH. Zainal Musthafa berdiri Pondok Pesantren, Madrasah Ibtidaiyah, SMP, SMA KH. Zainal Musthafa, dan satu-satunya pondok pesantren di Indonesia yang memiliki Taman Makam Pahlawan, serta telah melahirkan ratusan ribu alumni, dengan berbagai profesi, dan semoga menjadi para pahlawan sesuai dengan bidang kehaliannya. Aamiin.
Bahan diolah kembali oleh Ateng Kusnandar Adisaputra dari buku “Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa Dan Perlawanan Sukamanah : Perspektif Sejarah dan Pendidikan”, Tatang Hidayat dan Aam Abdusalam.