Jakarta – Fusilatnews – Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan tekadnya memastikan target tertuang dalam dokumen iklim kedua atau Second Nationally Determined Contribution (NDC) sesuai dengan kondisi saat ini
“Second NDC sudah disampaikan ke Setneg, tapi kami akan cek kembali ya. Karena itu kan berlaku untuk 2030 sampai 2035. Nanti kami cek kembali dengan kondisi existing yang sebenarnya kemampuan kita,” kata Menteri LH/Kepala BPLH Hanif ketika ditemui usai acara serah terima jabatan di Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Menurut dia, memastikan target dan implementasi yang bisa dicapai itu penting karena menyangkut diplomasi lingkungan. Apalagi, mengingat apa yang dituliskan di dalam dokumen iklim tersebut dapat digunakan oleh komunitas internasional untuk tujuan lain.
“Data itu dipegang internasional (bisa) memaksa. Katakan ada pembatasan impor atau peningkatan pajak impor, itu bisa mereka mintakan untuk dikurangi. Langkah-langkah strategis antarnegara harus kita amankan dengan serius oleh kita semua,” ujarnya.
Di saat yang sama, dia memastikan bahwa tidak akan terjadi penurunan target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari dokumen sebelumnya yaitu Enhanced NDC.
Dalam dokumen Enhanced NDC pengurangan emisi sampai dengan 2030 ditargetkan sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan ditingkatkan hingga 43,2 persen apabila mendapatkan dukungan internasional.
“Kalau penurunan enggak, sementara kita diminta untuk merevisi meningkatkan kualitas lingkungan NDC itu. Tapi tidak boleh ada kata turun ya dengan kondisi iklim yang semakin naik ini,” jelasnya.
Sebelumnya, dokumen Second NDC ditargetkan akan dikeluarkan sebelum perhelatan Konferensi Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan pada November 2024. Ketika dikonfirmasi terkait hal tersebut, Hanif mengatakan masih belum dapat memberikan kepastian kapan dokumen itu akan dikeluarkan.
Perlu diketahui Registri NDC. Sesuai dengan Pasal 4, paragraf 12 Perjanjian Paris, NDC yang dikomunikasikan oleh Para Pihak harus dicatat dalam registri publik yang dikelola oleh sekretariat
strategies (LTS) sebenarnya sudah ada dalam Perjanjian Paris artikel 4.19, bahwa semua party harus memformulasikan dan mengkomunikasikan strategi jangka panjang pembangunan rendah emisi GRK. “LTS ini sebenarnya harus sudah disampaikan sebelum pada tahun 2020, tetapi karena Pandemi Covid-19 maka akan disampaikan sebelum COP 26 tahun 2021,” ungkap Ruandha.
LTS Indonesia memuat beberapa elemen antara lain: (1) Ambisi terhadap upaya adaptasi dan mitigasi; (2) Arah upaya mitigasi; (3) Arah upaya adaptasi; (4) Kebijakan lintas sektoral dan perhitungannya; (5) Kemitraan internasional; (6) Penerapan pendekatan; serta (7) Monitoring, review dan update.
Ruandha menjelaskan, strategi jangka panjang untuk mencapai target ‘menuju net zero emission’ pada tahun 2050 adalah, bagaimana peran pemerintah pusat dapat menyelaraskan tujuan dan target pengendalian perubahan iklim dengan target pembangunan nasional, sub-nasional dan internasional, termasuk tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs). Kemudian juga, bagaimana pemerintah dapat merangkul pihak non-party stakeholders, mengembangkan inovasi, dan memperkuat komunitas dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Ruandha melanjutkan, sebelum 2050, tepatnya pada 2045 atau 100 kemerdekaan Indonesia, telah dipikirkan juga strategi untuk menuju Indonesia yang maju dan sejahtera. Akhirnya, diharapkan Indonesia benar-benar dapat mencapai target ‘net zero emission‘ pada tahun 2070 nanti.