Sahabat saya, seorang wartawan senior di Australia, menyampaikan ucapan selamat atas rencana pembangunan IKN. Ia mengatakan kesalutanannya kepada saya, bahwa IKN itu tidak dibangun dengan uang APBN, tambahnya.
IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara, sebuah proyek ambisius yang digagas oleh Presiden Joko Widodo, sebagai mimpi di siang bolong. Tetapitnightmare bagi rakyat. Proyek itu Tanpa ada tanda-tanda yang jelas, tiba-tiba gagasan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur muncul ke permukaan. Tak lama setelah itu, berbagai desain mulai disusun dan proyek tersebut kemudian diresmikan melalui Undang-Undang yang ditetapkan secara kilat.
Namun, sejak awal, proyek ini sudah diwarnai dengan berbagai kontroversi dan masalah yang belum teratasi.
Salah satu kritik utama terhadap proyek IKN adalah kurangnya legalitas dan analisis AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) saat pertama kali diumumkan. Proyek sebesar ini seharusnya memiliki landasan hukum yang kuat dan analisis lingkungan yang komprehensif untuk memastikan keberlanjutannya. Namun, peluncurannya terkesan tergesa-gesa dan tanpa persiapan yang memadai.
Pada awalnya, pemerintah berjanji bahwa proyek ini tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana untuk pembangunan IKN diharapkan berasal dari investasi swasta dan kerja sama dengan investor asing. Namun, realitasnya berbicara lain. Hingga kini, hampir tidak ada investor yang datang untuk berinvestasi di IKN, dan proyek ini akhirnya menjadi beban tambahan bagi APBN. Ketergantungan pada dana APBN semakin memperlihatkan kelemahan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek ini.
Ambisi pemerintah untuk menggelar upacara Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus tahun ini di IKN juga tidak terealisasi seperti yang diinginkan Jokowi. Gagasan ini sempat menjadi simbol dari cepatnya pembangunan IKN, tetapi kenyataannya infrastruktur dasar pun masih belum selesai. Kegagalan ini menambah daftar panjang hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh proyek IKN.
Menurut data terbaru, hingga akhir 2023, kemajuan pembangunan IKN masih jauh dari target. Dari total luas wilayah yang direncanakan, baru sekitar 20% yang berhasil dibangun. Keterbatasan anggaran, lambatnya proses pembebasan lahan, serta masalah teknis dan lingkungan menjadi kendala utama yang menghambat percepatan pembangunan. Padahal, pemerintah sempat menargetkan sebagian besar infrastruktur dasar selesai pada pertengahan 2024.
Kritik lain yang tidak kalah penting adalah dampak sosial dan lingkungan dari proyek ini. Pemindahan ibu kota diperkirakan akan mengusir ribuan penduduk asli dari tempat tinggal mereka, mengubah ekosistem hutan hujan tropis yang kaya, serta meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Analisis dampak sosial dan lingkungan yang kurang matang membuat proyek ini semakin diragukan manfaat jangka panjangnya.
Lebih dari itu, pandemi COVID-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 semakin memperumit situasi. Sumber daya negara yang seharusnya difokuskan untuk menangani krisis kesehatan dan ekonomi, terpecah dengan ambisi pembangunan ibu kota baru. Kritik datang dari berbagai kalangan, termasuk ekonom, akademisi, dan aktivis lingkungan yang menilai bahwa prioritas negara seharusnya pada pemulihan ekonomi pasca pandemi, bukan pada proyek mewah yang belum jelas masa depannya.
Dengan semua hambatan dan kegagalan yang telah terjadi, proyek IKN menjadi sebuah cerminan dari ambisi besar yang tidak diiringi dengan perencanaan dan pelaksanaan yang matang. Sejauh ini, proyek ini belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang nyata, malah menambah beban bagi negara.
Ke depan, pemerintah perlu lebih realistis dalam menilai kembali prioritas pembangunan dan memastikan bahwa setiap proyek besar dilakukan dengan kajian mendalam serta dukungan penuh dari semua pihak terkait. Hanya dengan demikian, mimpi besar seperti IKN bisa diwujudkan menjadi kenyataan yang bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.