Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Jakarta – Nadiem Makarim mengaku berasal dari keluarga anti-korupsi. Ayahnya, Nono Anwar Makarim pernah menjadi bagian dari Komite Etika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ibunya, Atika Algadrie adalah pendiri Bung Hatta Anti-corruption Awards.
Namun, semua klaim itu seolah tak ada artinya. Ia tak memengaruhi Kejaksaan Agung untuk menetapkan bekas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tersebut sebagai tersangka korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Pun, tak akan memengaruhi KPK untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka korupsi proyek Google Cloud. Kedua proyek itu sama-sama kerja sama Kemendikbudristek dengan Google Indonesia.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo manyatakan tidak menutup kemungkinan Nadiem menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Google Cloud yang kini masih dalam tahap penyelidikan itu.
Jika akhirnya menjadi tersangka, maka Nadiem akan menjadi tersangka dalam dua perkara sekaligus. Yakni kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook terkait Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019-2022 yang ditangani Kejagung; dan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Google Cloud yang ditangani KPK.
Adapun peran Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi Chromebook, kata Kejaksaan Agung seperti dilansir sejumlah media, adalah menggelar rapat “senyap” dengan pihak Google Indonesia terkait pengadaan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menggunakan Chromebook.
Dalam rapat tertutup secara daring melalui Zoom Meeting itu, Nadiem mewajibkan peserta memakai headset.
Rapat digelar, padahal pengadaan Chromebook belum dimulai. Untuk meloloskan itu, sekitar awal 2020 Nadiem menjawab surat Google untuk pengadaan Chromebook ini.
Diketahui, tawaran Google sebelumnya ditolak era Mendikbudristek Muhadjir Effendy karena uji coba gagal tahun 2019 dan tak bisa dipakai untuk sekolah garis terluar atau daerah terluar, tertinggal dan terdalam di Indonesia.
Pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbudristek Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021 yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi ChromeOS.
Akibat perbuatannya itu, Nadiem disangka melanggar Peraturan Presiden (Perpres) No 123 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun 2021, Perpres No 16 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, dan Peraturan LKPP No 7 Tahun 2018 sebagaimana diubah dengan Peraturan LKPP No 11 Tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah.
Apakah seseorang bisa menjadi tersangka dalam dua kasus sekaligus di dua lembaga penegak hukum yang berbeda?
Bisa saja. Contohnya dalam kasus korupsi Bank BJB, di mana seseorang ditetapkan KPK sebagai tersangka, dan juga ditetapkan Kejagung sebagai tersangka dalam kasus berbeda.
Seorang tersangka dimaksud adalah bekas Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi yang di lingkup KPK menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan iklan pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) periode 2021–2023.
Sementara di lingkup Kejagung menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit PT Bank BJB, PT Bank DKI Jakarta, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan entitas anak usahanya.
Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum Nadiem Makarim mengklaim kliennya itu tak menerima aliran dana sepeser pun dalam kasus dugaan korupsi Chromebook.
Hotman agaknya alpa bahwa korupsi tak melulu soal merampok uang negara. Tapi memperkaya orang lain atau korporasi bisa juga disebut korupsi.
Dalam kasus Chromebook dengan anggaran Rp9,9 triliun ini, negara diduga mengalami kerugian Rp1,98 triliun.
Klaim Nadiem bahwa dirinya berasal dari keluarga anti-korupsi juga tak menjamin dirinya tidak melakukan korupsi. Sebab, korupsi bukan gen atau penyakit keturunan.