Oleh Malika Dwi Ana
Dalam sebuah manuver politik yang mengejutkan, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin kini merangkap jabatan sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) ad interim, menggantikan Budi Gunawan (BG) yang baru saja dicopot oleh Presiden Prabowo Subianto. Penunjukan ini, yang diumumkan melalui surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi pada 9 September 2025, bukan hanya menambah beban tugas Sjafrie, tapi juga menempatkannya di pusat kekuasaan strategis pemerintahan Kabinet Merah Putih. Dengan latar belakang militer yang kuat dan kedekatan dengan Prabowo, Sjafrie kini memegang empat jabatan kunci, mirip dengan peran “super-menteri” yang selama ini diemban Luhut Binsar Pandjaitan di era Jokowi. Apakah ini langkah Prabowo untuk menciptakan penyeimbang baru terhadap pengaruh Luhut?
Penunjukan Sjafrie sebagai Menko Polkam ad interim datang pasca reshuffle kabinet kedua Prabowo pada 8 September 2025, yang juga menyingkirkan nama-nama besar seperti Sri Mulyani dari Menkeu dan Dito Ariotedjo dari Menpora. Budi Gunawan, mantan Kepala BIN yang dianggap dekat dengan Jokowi, resmi diberhentikan melalui Keppres Nomor 86P Tahun 2025. “Ini hari pertama saya masuk ke Kemenko Polkam, dan saya baru menerima surat penugasan dari Mensesneg,” ujar Sjafrie saat memimpin rapat perdana di kantor Kemenko Polkam, Jakarta Pusat, pada 9 September 2025. Ia menegaskan akan menjalankan tugas sementara ini selama beberapa bulan hingga Prabowo menunjuk pengganti definitif, sambil meningkatkan peran deputi-deputi untuk sinkronisasi antar-kementerian.
Tidak berhenti di situ, Sjafrie juga menjabat sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional (Wantannas), yang bertanggung jawab atas strategi pertahanan nasional secara keseluruhan. Selain itu, ia memimpin Tim Pengarah Satgas Penertiban Kawasan Hutan, sebuah mandat presiden untuk memberantas aktivitas ilegal seperti perkebunan sawit liar dan pertambangan tanpa izin di kawasan hutan lindung. “Satgas ini diberi wewenang besar untuk meningkatkan tata kelola lahan dan memaksimalkan penerimaan negara,” kata Sjafrie dalam konferensi persnya. Jabatan-jabatan ini secara kolektif menjadikannya figur sentral dalam isu pertahanan, keamanan, dan pengelolaan sumber daya alam – domain yang selama ini dikuasai Luhut sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi di pemerintahan sebelumnya.
Latar belakang Sjafrie yang kental dengan militer membuatnya sosok ideal bagi Prabowo. Lahir di Makassar pada 30 Oktober 1952, ia lulus Akademi Militer (Akmil) 1974 – satu angkatan dengan Prabowo. Keduanya bertugas di Kopassus (dulu Kopashandha), menghadapi konflik di Timor Timur, Aceh, dan Papua. Pada 1998, saat kerusuhan merebak di Jakarta, Sjafrie menjabat Pangdam Jaya, bekerja sama erat dengan Prabowo yang saat itu Komandan Kopassus. Karier pasca-pensiunnya juga brilian: Wakil Menhan 2010-2014, Asisten Khusus Menhan 2019-2024, hingga akhirnya diangkat sebagai Menhan sejak 21 Oktober 2024. “Sjafrie adalah orang terdekat Prabowo, sahabat lama yang teruji,” komentar pengamat politik dari Universitas Indonesia, yang melihat penunjukan ini sebagai konsolidasi kekuasaan di lingkaran militer Prabowo.
Namun, di balik kepercayaan ini, ada nuansa rivalitas dengan Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut, senior Prabowo di Akmil 1970 dan sekutu utama Jokowi, dikenal sebagai “minister of all affairs” dengan pengaruh lintas sektor – dari infrastruktur hingga investasi asing. Meski Prabowo dan Luhut tidak terlalu dekat secara pribadi, Luhut tetap berpengaruh di belakang layar. Prabowo, yang lebih condong ke Hendropriyono (mantan Kepala BIN dan rekan militer), tampaknya ingin membangun keseimbangan dengan menaikkan Sjafrie sebagai “Luhut baru”. “Sjafrie selangkah lagi menyaingi Luhut; dengan empat jabatan, ia bisa mengkoordinasikan kebijakan keamanan dan sumber daya yang krusial bagi agenda Prabowo,” analisis seorang pakar politik di media sosial, merujuk pada spekulasi bahwa Sjafrie diposisikan untuk mengurangi dominasi Luhut di isu strategis.
Sjafrie sendiri tampak siap. Dalam rapat perdananya, ia memberikan arahan revitalisasi organisasi Kemenko Polkam, menekankan efisiensi dan koordinasi dengan TNI-Polri. Ia juga berterima kasih kepada Budi Gunawan atas kontribusinya sebelumnya. “Saya diberi kewenangan penuh oleh Pak Presiden untuk memastikan pekerjaan berjalan lancar,” tegasnya. Namun, tantangan di depan tidak ringan: menjaga stabilitas keamanan nasional di tengah isu geopolitik Laut China Selatan, memberantas mafia hutan, dan menavigasi dinamika politik internal yang melibatkan warisan Jokowi – termasuk pengaruh Luhut.
Apakah Sjafrie benar-benar akan menjadi “Luhut 2.0” di pemerintahan Prabowo? Atau ini hanya sementara untuk mengonsolidasikan kekuasaan militer? Yang jelas, dengan angkatan 1974 yang solid dan mandat luas, Sjafrie kini menjadi pilar utama strategi Prabowo. Pengamat memprediksi, jika penunjukan ad interim ini berubah permanen, dinamika kekuasaan di Istana bisa bergeser signifikan, potensial mengurangi ruang gerak Luhut di masa depan.(MDA)
*TerasMalawu, 10082025

Oleh Malika Dwi Ana





















