OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Banyak informasi yang sering dilontarkan Menteri Pertanian Bung Amran Sulaiman ke ruang publik terkait kiprahnya selaku anggota Kabinet Indonesia Maju. Bung Amran yang dalam periode ke 2 Pemerintahan Presiden Jokowi hanya memiliki kesempatan menggenggam kekuasaan dan kewenangsn Menteri Pertanian, secara formal kurang dari 1 tahun masa kerja, ternyata mampu tampil mengesankan dan patut diberi acungan jempol.
Ingat pernyataannya soal “tidak ada tanggal merah” ? Betul-betul hal ini cukup kontrovesial dengan sikap kebanyakan warga bangsa. Kerja di hari libur, sebetulnya bukan hal yang aneh. Banyak orang yang menjadikan tanggal merah sebagai hari untuk mengerjakan pekerjaan yang tertunda karena alasan tertentu. Namun begitu, ada juga orang yang mempersepsikan tanggal merah merupakan hari untuk melepas lelah dan kumpul dengan keluarga atas padatnya pekerjaan sehari-hari.
Selain itu, gebrakan menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada, betul-betul mampu “membangunkan” Kementerian yang dipimpinnya, untuk kembali bangkit dari dampak kejahatan “kerah putih” yang dilakukan Menteri Pertanian dan konco-konco dekatnya. Berkaca dari pengalaman selama 5 tahun menjabat Menteri Pertanian di periode pertama Pemerintahan Presiden Jokowi, dirinya mampu “melisting” isu-isu penting yang membuat produksi beras secara nasional anjlok.
Seperti dirilis CNN.Indonesia, Bung Amran mengungkapkan 10 penyebab produksi padi dalam negeri turun.
Dalam dokumen yang diperoleh CNN Indonesia, Bung Amran menyatakan ada 10 penyebab turunnya produksi beras. Pertama adalah volume pupuk subsidi dikurangi 50 persen. Amran mencatat alokasi pupuk subsidi pada 2021 sebanyak 8,78 juta ton. Namun tiap tahun alokasi pupuk turun hingga hanya 4,73 juta ton tahun ini.
Kedua adalah sebanyak 17 hingga 20 persen petani tidak bisa menggunakan Kartu Tani. Ketiga adalah petani hanya diberi pupuk satu kali tanam. Keempat Lembaran Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Jawa mencatat 30 juta orang tidak boleh menerima pupuk. Kelima, alsintan (alat dan mesin pertanian) sudah tua. Keenam adalah kekeringan akibat El Nino. Ketujuh adalah saluran irigasi 60 persen kondisinya perlu direhabilitasi. Kedelapan, jumlah petugas penyuluh lapangan (PPL) hanya 50 persen dari kebutuhan.
Kesembilan bibit unggul berkurang. Dan kesepuluh anggaran turun.
Pengakuan jujur Bung Anran Sulaiman ini, tentu perlu kita hormati. Jika perlu kita berikan tepuk tangan yang meriah. Sebab, dalam dunia Pemerintahan masa kini, kita cukup kesulitan menemukan pejabat sekelas Menteri yang mau untuk bicara terbuka dan mengungkap berbagai kelemahan dan kekurangan dalam mengemban tugas dan fungsinya. Umumnya, pejabat tidak ikhlas disalahkan, anti dikritik masyarakat dan menganggap dirinya yang paling benar.
Begitulah potret pejabat masa kini. Selain kurang mampu bersahaja dalam memberikan pelayanan kepada rakyat, pejabat lebih terpola untuk dilayani ketimbang melayani masyarakat. Akibatnya wajar, jika arogansi sebagai penguasa sering mereka pertontonkan kehadapan publik. Bahkan di sebuah lingkungan kerja tertentu ada yang menposisikan diri sebagai raja kecil, sehingga muncul goyonan : “ceuk uing soto nya soto, sanajan gule”.
Ke 10 faktor penyebab turunnya produksi beras, tentu saja dalam tempo yang sesegera mungkin harus dapat diselesaikan dengan tuntas. Artinya, dalam benak kita jangan sampai tersimpan keinginan untuk membiarkannya berlarut-larut. Walau bagaimana pun beras adalah kebituhan utama warga bangsa agar nyawa dan kehidupannya tetap tersambung. Beras harus selalu tersedia sepanjang waktu dengan harga yang wajar dan terjangkau oleh rakyat banyak.
Turunnya produksi beras dengan angka cukup signifikan, yang membuat Pemerintah terpaksa merencanakan impor beras menembus angka 5 juta ton, betul-betul sangat memilukan dan memalukan. Kok bisa, sebuah bangsa yang pernah menyabet dua Penghargaan berkelas dunia (dari FAO dan IRRI) atas keberhasilannya meraih swasembada beras, kini malah harus kembali menjadi importir beras dengan angka yang cukup fantastis.
Betul sekali, blak-blakannya Bung Amran terkait penyebab anjloknya produksi beras, penting kita cermati dengan seksama. Kalau saja sedini mungkin kita mampu mensolusikan 10 isu diatas secara cerdas dan bernas, mestinya bangsa ini dapat menutup kran impornya rapat-rapat. Kita juga tidak perlu kehilangan muka dimata bangsa-bangsa lain yang kadung telah memberi selamat atas kisah sukses meningkatkan produksi, sehingga menjadikan Indonesia swasembada beras tahun 1984 dan 2022 lalu.
Dari ke 10 penyebab menurunnya produksi beras, yang disesalkan adalah turunnya anggaran untuk sektor pertanian. Ini perlu dicermati, karena soal turunnya anggaran akan langsung berkaitan dengan keberpihakan Pemerintah terhadap sektor pertanian. Terlebih menyangkut kebutuhan beras. Artinya, cukup ironis, bila di satu sisi kebutuhan beras dalam negeri meningkat cukup signifikan, tapi anggarannya malah dikurangi. Harusnya, jauh-jauh hari kita sudah menambah pagu anggarannya.
Jika kita peras 10 penyebab turunnya produksi beras ke dalam satu pemikiran, ternyata kejadian tersebut disebabkan oleh belum adanya regulasi yang bicara soal Perencanaan Pangan/Beras. Ini sebetulnya, titik lemah yang sejak lama menghantui dunia pertanian di negeri ini. Padahal, sejak adanya UU No. 18/2012 tentang Pangan telah dianabatkan agar kita segera menyusun Penyelenggaraan Pangan yang diawali adanya Perencanaan Pangan, baik tungkat nasional atau daerah.
Dalam Perencanaan Pangan inilah, kita dapat memetakan 10 penyebab turunnya produksi beras versi Bung Amran diatas atau bahkan bisa saja lebih, kedalam urutan prioritas untuk ditangani secara cepat. Desain perencanaan ini penting, karena dari pemetaan masalah yang ada, kita bisa memilih hal-hal apa saja yang butuh penanganan dengan cepat. Contoh, adanya sergapan El Nino maka jalan pemecahannya dengan pompanisasi dan perbaikan irigasi.
Namun, bila sampai sekarang kita belum berkenan untuk menyusun aturan soal Perencanaan Pangan/Beras, boleh jadi kita akan cukup kesusahan dalam menetapkan penanganan prioritas atas setumpuk masalah yang menghadang. Bung Amran sendiri telah menyimpulkan 10 penyebab turunnya produksi beras. Tugas kita selanjutnya, mana dari 10 penyebab tersebut yang paling utama harus digarap. Segera lakukan demi terwujudnya percepatan peningkatan produksi beras dalam negeri.
Akhirnya perlu diingatkan, langkah menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada, baik untuk kebutuhan konsumsi, cadangan dan program bantuan pangan merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Semua stakeholders pertanian perlu terlibat secara aktif untuk mendukung tercapainya spirit diatas. Atas hal ini, Pemerintah tetap harus muncul sebagai “prime mover” sekaligus pembawa pedang samurainya. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).