Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Para advokat yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), yakni Petrus Selestinus, Erick S Paat, Robert B Keytimu, Carrel Ticualu, Paulet JS Mokolensang, Pieter Paskalis dan Ricku D Moningka selaku kuasa hukum Kusnadi, staf Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Kamis (11/7/2024) secara resmi melaporkan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rossa Purbo Bekti dan Priyatno ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Rossa dan Priyatno adalah penyidik dalam kasus dugaan korupsi dengan tersangka Harun Masiku, yang dalam dua bulan terkahir ini gencar melakukan upaya paksa terhadap sejumlah pihak dalam rangka mencari buronan tersebut.
Mengapa Kusnadi lapor, dalam hal ini melalui Bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) Bareskrim? “Karena Dumas itu merupakan Sistem Penanganan Pengaduan Masyarakat yang disediakan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri bagi masyarakat yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Polri,” kata TPDI dalam rilisnya, Kamis (11/7/2024).
Adapun dasar dan alasan laporan itu lewat Dumas, kata TPDI, karena ada peristiwa yang diduga sebagai peristiwa pidana, telah terjadi dan diduga akan terjadi lagi, sudah ada korban antara lain Kusnadi, diduga dilakukan oleh Penyidik KPK yang adalah anggota Polri.
“Sehingga atas dasar hak dan kewajiban berdasarkan Pasal 1 angka 24 KUHAP, maka Kusnadi melalui TPDI menyampaikan laporannya itu ke Bareskrim Polri melalui Dumas,” cetusnya.
Peristiwa yang diduga sebagai peristiwa pidana itu, kata TPDI, adalah apa yang terjadi dan dialami Kusnadi pada 10 dan 19 Juni 2024 di Lantai 2 Gedung KPK berupa, pertama, untuk peristiwa tanggal 10 Juni 2024 berupa tindakan perampasan kemerdekaan (Pasal 328 atau 329 KUHP) dan perampasan barang milik orang lain (Kusnadi) Pasal 406 ayat (1) KUHP yang diduga dilakukan oleh Rossa dan Priyatno selaku penyidik KPK,” jelasnya.
Kedua, kata TPDI, untuk peristiwa 19 Juni 2024 berupa mem-back date (tanggal mundur) STPBB, tanggal 10 Juni 2024 untuk suatu peristiwa yang disebut atau tertulis tanggal 23 April 2024, dan STPBB tanggal 19 Juni 2024 untuk peristiwa STPBB tanggal 10 Juni 2024 yang tertulis seolah-olah dibuat di Citeureup, Bogor tanggal 23 April 2024 (tanpa membuat Berita Acara Perbaikan).
“Peristiwa tanggal 19 Juni 2024 adalah Rossa dan Priyatno diduga mengubah Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti (STPBB) tanpa membuat Berita Acara Perubahan atas Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti (STPBB) berikut,” tukas TPDI.
Pertama, pada 10 Juni 2024 Rossa dan Priyatno membuat STPBB No STPBB/1284/DIK. 01.05/23.06/2024, tanggal 23 April 2024, bertempat di Rumah Perum Taman Kenari, Jagorawi, Blok 7A No 16-17 RT 001 RW011 Kelurahan/Desa Puspasari, Kec Citeureup, Kab Bogor yang dibuat dan ditandatangani oleh Rossa dan Priyatno, lalu menyuruh Kusnadi ikut tanda tangan di Lantai 2 Gedung KPK di Kuningan, Jakarta Selatan.
Kedua, tanggal 19 Juni 2024 ketika Kusnadi dipanggil dan diperiksa sebagai saksi oleh Rossa dan Priyatno usai di-BAP, Kusnadi disodorkan lagi STPBB dengan Nomor yang sama tapi tanggalnya berubah yaitu STPBB No: STPBB/1284/DIK.01.05/23.
06/2024 tertanggal 10 Juni 2024, padahal STPBB itu dibuat tanggal 19 Juni 2024.
“Oleh karena peristiwa pembuatan STPBB baik yang tertanggal 23 April 2024 di Kabupaten Bogor dan ditandatangani pada 10 Juni 2024 di Lantai 2 Gedung KPK maupun STPBB yang dibuat tanggal 19 Juni 2024 untuk perisristiwa penyitaan barang bukti tanggal 10 Juni 2024, dibuat tanpa “Berita Acara Perbaikan”, sehingga nampak seolah-olah STPBB itu dibuat tanggal 10 Juni 2024, maka perbuatan itu sudah merupakan perbuatan “mem-backdate” suatu peristiwa hukum dan itu bisa berimplikasi hukum macam-macam, apalagi kalau dilakukan dengan “itikad tidak baik” sehingga dapat dikualifikasi sebagai peristiwa pidana membuat surat palsu yang diduga dibuat oleh Rossa Purbo Bekti dan Priyatno di Lantai 2 Gedung KPK dan/atau di Citeureup, Bogor yang tidak ada hubungannya dengan Kusnadi,” papar TPDI.
Mengapa diduga sebagai peristiwa pidana, kata TPDI, karena Kusnadi pada 10 Juni 2024 ketika dikekang kemerdekaannya lalu barang miliknya (HP, kartu ATM, buku tabungan dll) diambil paksa oleh Rossa dan Priyatno, tanpa ada kejelasan apakah Kusnadi sebagai tersangka korupsi atau bukan dan tanpa memperlihatkan Surat Perintah Geledah Badan Kusnasi dan Surat Perintah Sita atau ambil paksa barang milik pribadi Kusnadi dan Hasto Kristiyanto.
“Sedangkan barang-barang yang diambil paksa itu, menurut keyakinan Kusnadi adalah barang-barang keperluan sehari-hari kegiatan Kusnadi dan juga kegiatan Hasto Kristiyanto yang tidak ada hubungan dengan ketersangkaan Harun Masiku untuk peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai petistiwa pidana pada Januari 2020 lalu,” terang TPDI.
Oleh karena itu, hari ini tim kuasa hukum Kusnadi melaporkan peristiwa yang diduga sebagai pidana perampasan kemerdekaan dan perampasan barang milik pribadi dan juga dugaan membuat surat palsu atau dipalsukan STPBB yang terjadi di Lantai 2 Gedung KPK tanggal 10 dan 19 Juni 2024, demi keadilan dan kepastian hukum.