Oleh : DR. Ateng Kusnandar Adisaputra
SEMAKIN banyaknya perusahaan yang menjual berbagai produk berupa barang dan juga layanan jasa, akan mengakibatkan semakin ketatnya persaingan di antara pelaku bisnis dalam upaya untuk merebut pangsa pasar yang menjadi target bisnisnya. Apalagi sekarang kegiatan bisnis bisa dilakukan dengan mudah dan cepat, karena bisa secara online, mulai saat pemesanan produk, pembelian produknya sampai kepada pembayarannya. Dengan semakin ketatnya persaingan di dunia bisnis ini, terbukti ada beberapa perusahaan besar yang tidak bisa bersaing, akhirnya mengalami kebangkrutan, seperti : nokia, sony ericsson, kodak, dan panasonic. Juga banyak perusahaan startup yang bangkrut. Perusahaan besar tersebut, kalah bersaing dengan perusahaan lainnya bisa diakibatkan faktor internal perusahaan (sumber daya manusia tidak profesional, kualitas produk jelek, permodalan kurang), maupun faktor eksternal perusahaan (diantaranya akibat resesi ekonomi).
Memang ada benarnya apa yang disampaikan oleh pakar manajemen C. K. Prahalad, bahwa apabila suatu organisasi/perusahaan tidak mau berubah atau tidak mau melakukan inovasi, maka tunggulah kehancurannya.
Untuk itu, para pelaku bisnis berupaya memberikan pelayanan yang terbaik (service excellent) dari produk atau layanan jasa kepada para konsumennya. Service excellent diupayakan dengan menunjukan kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan dan tanggungjawab yang baik dan terkoordinasi. Secara umum aspek-aspek service excellent terdiri dari : penampilan, kesopanan dan ramah, kesediaan melayani, pengetahuan dan keahlian, kejujuran dan kepercayaan, efisiensi, kepastian hukum, keterbukaan, dan biaya.
Aspek-aspek service excellent ini apabila kita kaitkan dengan perilaku bisnis syariah sangat sesuai dan relevan sekali. Ajaran Islam telah memberikan panduan bagaimana seharusnya seorang muslim untuk menjadi pebisnis yang sukses dan handal melalui perilaku bisnis syariah yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadist. Perilaku seorang Muslim dalam berbisnis sangat diperlukan sebagai investasi yang dapat menguntungkan dan menjamin kehidupannya di dunia dan akhirat.
Pandangan terkait perilaku bisnis syariah, Ali Hasan (Manajemen Bisnis Syariah, 2022) menyebutnya etika bisnis Islam, dan membagi ke dalam : takwa, rendah hati (mutawadle), melayani dengan baik (khidmat), amanah. Hamdi Agustin (Studi Kelayakan Bisnis Syariah, 2017) menambahkan bermurah hati dan membangun hubungan baik, serta bekerja sebagai ibadah.
Pertama, takwa. Sebagai seorang pebisnis Muslim, dalam setiap aktivitas bisnisnya untuk selalu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi. Dengan berbekal ketakwaan akan menjadi sebuah kekuatan pemicu (driving force) untuk menggerakan jalannya perusahaan berdasarkan syariah Islam. Di tengah-tengah kesibukan bisnisnya, ia akan selalu menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Pada saat panggilan shalat berkumandang, ia beserta bawahannya akan langsung melaksanakan shalat secara berjamaah, dilanjutkan dengan dzikir. Dengan berbekal takwa ia akan selalu dermawan, akan memberikan zakat, infaq, shodaqoh, sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial.
Kedua, rendah hati (mutawadle). Allah memerintahkan kepada pebisnis Muslim untuk rendah hati dan lemah lembut. Sikap rendah hati ini perlu diterapkan kepada siapapun juga dengan tidak memandang suku, agama, ras, dan golongan.
Ketiga, melayani dengan baik (khidmat). Seorang pebisnis Muslim harus bersikap khidmat yakni melayani dengan baik setiap pelanggan. Pelanggan akan senang jika dilayani dengan ramah dan baik. Melayani dengan baik juga bisa berupa memberikan tenggang waktu kepada pelanggan apabila belum bisa melunasi pembayarannya.
Keempat, amanah. Amanah adalah menyampaikan dan memberikan hak atas suatu hal kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga maupun jasa. Amanah adalah perilaku yang harus dimiliki oleh pebisnis Muslim sebagai upaya menjaga dan mempertanggungjawabkan muamalahnya di hadapan Allah SWT dan juga reputasinya dikalangan pelanggan dan sesama pebisnis lainnya,
Kelima, bermurah hati dan membangun hubungan baik. Saling menolong antar sesama dengan bermurah hati kepada orang lain dapat dilakukan dengan bertutur kata sopan dan santun saat melakukan transaksi bisnis. Pelayanan yang didasari dengan bermurah hati akan menarik pelanggan untuk menjadi pelanggan setia. Hubungan bisnis juga harus dibangun dengan responsif, yakni dengan tidak melakukan monopoli dan perbuatan curang lainnya yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Keenam, bekerja sebagai ibadah. Allah SWT telah memberikan empat daya kepada manusia yaitu : daya pikir, daya fisik, daya kalbu, dan daya hidup. Dengan keempat daya itu dimanfaatkan untuk melakukan bisnis dengan tujuan sebagai bagian ibadah kepada Allah SWT. Sebagai pebisnis Muslim, setiap kegiatan bisnis selalu dikaitkan dengan ibadah dengan harapan sebagai amal kebaikan di dunia dan bekal nanti di akhirat. ‘Aamiin. (*)
Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, dan Dosen Luar Biasa di Universitas Al Ghifari Bandung.
.