Jakarta – Fusilatnews – Peringati G30S/PKI, Habib Rizieq dkk Layangkan Gugatan 30 September Terhadap Jokowi
Dalam rangka memperingati peristiwa G30S/PKI, sekelompok ulama dan tokoh anti-Komunis yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Anti Kebohongan (TAMAK) melayangkan gugatan hukum terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Gugatan tersebut didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 September 2024.
Para penggugat terdiri dari tokoh-tokoh terkemuka, seperti Habib Rizieq Syihab, Mayjen TNI (Purn) Soenarko Md, Eko Santjojo, S.H., M.H., Edy Mulyadi, Drs. H. M. Mursalim, Marwan Batubara, dan Munarman, S.H. Mereka menggugat Jokowi atas dasar dugaan kebohongan yang dilakukan selama periode jabatan politiknya sejak 2012 hingga 2024.
Dalam pernyataan pers yang disampaikan oleh koordinator Tim Advokasi Masyarakat Anti Kebohongan (TAMAK), Aziz Yanuar, S.H., M.H., disebutkan bahwa gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 611/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst. Gugatan ini didaftarkan pada 30 September 2024, sebagai bentuk simbolis memperingati pengkhianatan terhadap Pancasila yang terjadi pada peristiwa G30S/PKI.
Berikut kutipan pernyataan pers yang dibacakan oleh Aziz Yanuar:
“Sejak menjadi Cagub DKI Jakarta tahun 2012, Capres tahun 2014 dan 2019, hingga menjabat sebagai Presiden, Jokowi telah melakukan rangkaian kebohongan dan kata-kata bohong yang memberikan dampak buruk terhadap Bangsa Indonesia. Gugatan ini kami layangkan tidak hanya untuk menuntut keadilan atas kebohongan Jokowi, tetapi juga untuk mengingatkan penguasa yang akan datang dan seluruh pemangku kebijakan untuk berlaku jujur dalam mengemban amanat rakyat Indonesia.”
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa gugatan ini adalah langkah konkrit yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan membersihkan sejarah bangsa dari tindakan-tindakan yang mencederai kepercayaan publik. Mereka juga menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk menjunjung tinggi kejujuran dalam kehidupan bernegara.
Tim Advokasi Masyarakat Anti Kebohongan (TAMAK) berharap agar proses hukum ini dapat menjadi pembelajaran bagi penguasa di masa depan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.