Damai Hari Lubis-Pengamat Gejala Sosial, Politik, dan Hukum – Mujahid 212
Sebagai langkah awal, baiknya kita menyoroti barisan ulama yang konsisten berada di kubu oposisi, terutama Habib Rizieq Syihab (HRS). Beliau secara terang-terangan telah menyampaikan peringatan: “Hati-hati, presiden baru dari kubu toksik, masa iya bangsa ini dipimpin oleh sosok yang hanya ‘lulus SMP’. Bagaimana nasib kita nanti?”
Fenomena perkembangan politik yang terus berkembang memperlihatkan tanda-tanda jelas. Berdasarkan prediksi yang didukung oleh data, Prabowo Subianto diperkirakan akan menjadi Presiden Republik Indonesia setelah 20 Oktober 2024. Sejak itu, ia telah menunjukkan karakter sejati seorang jenderal yang penuh dengan sikap tegas namun tetap diplomatis. Salah satunya terlihat ketika ia bersedia ikut serta dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-79 di IKN pada 17 Agustus 2024. Meskipun IKN disebut sebagai “ibu kota tak bertuan,” masih dianggap bagian sah dari wilayah NKRI, karena gagal dianeksasi oleh negara asing selama 190 tahun.
Tindakan terukur Prabowo sebelum perayaan di IKN terlihat jelas dalam penolakannya terhadap Program TAPERA, yang dianggap sebagai kebijakan yang menipu rakyat. Jokowi, sebagai presiden saat itu, tidak mampu membantah langkah ini. Dengan hanya mengatakan, “TAPERA akan saya kaji ulang,” Prabowo berhasil menghentikan kebijakan tersebut. TAPERA pun berakhir, selesai.
Sinyal ketegasan Prabowo terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi lainnya juga mulai terlihat, termasuk kemungkinan penghentian proyek IKN. Meski belum ada konfirmasi resmi dari pihak Prabowo, banyak yang menduga bahwa IKN mungkin akan dialihfungsikan menjadi museum atau bahkan pusat penahanan. Sementara itu, identitas Jokowi terus menjadi bahan perdebatan, terutama terkait latar belakang pendidikan dan garis keturunan, yang tidak sejelas Prabowo, seorang alumni AKMIL dengan karier militer yang jelas.
Prabowo juga telah secara terbuka menyampaikan rencananya untuk menghentikan proyek IKN yang dianggap “nir-akal.” Sebagai gantinya, ia berencana memprioritaskan proyek yang lebih sesuai dengan kebutuhan bangsa, seperti pembangunan Giant Sea Wall dari Jakarta hingga Gresik. Proyek ini, dengan anggaran yang besar, diyakini lebih mampu memenuhi kebutuhan mendesak negara daripada sekadar memindahkan ASN ke IKN.
Sementara itu, Jokowi tampak kehilangan kekuatan. Dia terlihat lesu dan tanpa semangat, namun tetap mencoba melanjutkan sisa kekuasaannya dengan berbagai manuver. Sayangnya, impian politiknya yang sempit dan penuh ambisi monarki sudah hancur berantakan. Apa indikatornya?
- Kegagalan Jokowi di KPU: Ketua KPU, Hasyim Ashari, yang diduga sering terlibat dalam praktik tidak etis, diberhentikan oleh sidang etik DKPP.
- Kegagalan di Mahkamah Konstitusi (MK): Meskipun Kaesang “Pangarep” diharapkan mendapat dukungan dari pihak MA, Jokowi tetap tidak berhasil.
- Gagal di DPR: Upaya untuk mendorong Kaesang masuk ke Senayan gagal karena rapat tidak kuorum, konon karena banyak anggota parlemen mendadak sakit.
- Ijasah palsu UGM: Tuduhan penggunaan ijazah palsu terus menghantui Jokowi.
- Akun ‘Fufu Fafa’: Gibran, putra Jokowi, 99% diduga sebagai pemilik akun yang menghina Prabowo. Ini melanggar UU Perlindungan Data Pribadi dan UU ITE.
- Gagal menghancurkan PDIP: Meskipun Jokowi sempat mengkhianati PDIP, ia tidak berhasil menghancurkan partai tersebut.
- Airlangga Hartarto: Meskipun Jokowi berperan dalam memaksa Airlangga turun, ia sendiri tidak terpilih sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar.
- Karma politik: Jokowi kini dikepung oleh tokoh-tokoh dari berbagai partai yang dulunya adalah musuh politiknya. Karma politik ini mulai membalikkannya.
Akhirnya, politik yang dimainkan Jokowi, dengan segala tipu muslihatnya, mungkin sebentar lagi akan menjadi bumerang yang menghancurkan dirinya dan keluarganya. Narasi ini menggambarkan bagaimana “taring” dan “geraham” kekuasaan Jokowi sudah mulai rontok, seiring dengan semakin dekatnya akhir dari kekuasaan politiknya.
Dengan penyempurnaan ini, kalimat menjadi lebih terstruktur dan jelas dalam penyampaian idenya.