Oleh: Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Publik dan Politik)
Pernyataan pengusaha Aguan kepada Tempo memperjelas situasi: “Asumsi publik membaca bahwa ‘Jokowi bohong’ karena hingga kini belum ada pengusaha asing yang benar-benar berminat menanam modal di IKN.”
Selain itu, janji Jokowi bahwa pada September 2024 para ASN akan pindah dari Jakarta ke IKN (Penajam, Kalimantan Timur) terbukti sebagai “cipoak” alias kebohongan belaka. Sama seperti janji lain yang tak terpenuhi, seperti klaim bahwa kemiskinan ekstrem di Indonesia akan mencapai 0 persen pada tahun 2024. Tentu publik tidak perlu lagi membahas soal mobil Esemka, yang hingga kini tetap menjadi mitos tanpa wujud.
Status Hukum IKN
Dari sisi yuridis, Jakarta memang sudah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia (IKN) sejak UU No. 3 Tahun 2022 yang kemudian diperbarui dengan UU No. 21 Tahun 2023. IKN baru kini secara sah berada di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dengan nama Ibu Kota Nusantara (IKN).
UU No. 21 Tahun 2023 mengatur berbagai aspek, mulai dari luas wilayah, kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), hingga pendanaan dan pengelolaan anggaran. Kekuatan hukum IKN semakin diperkuat dengan terbitnya UU No. 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, yang mengubah status Jakarta dari ibu kota menjadi daerah khusus dengan kewenangan tersendiri.
Pilihan Prabowo: Lanjut atau Batalkan?
Dari sudut pandang hukum, selama UU tentang IKN masih berlaku dan tidak dicabut oleh presiden serta DPR RI, maka presiden baru wajib meneruskan proyek ini. Hal ini sejalan dengan Pasal 22 UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang menegaskan bahwa pembangunan harus direncanakan dan dilaksanakan secara berkesinambungan.
Namun, andai Prabowo memilih membatalkan proyek IKN, maka perlu ada solusi pemanfaatan bangunan yang sudah dibangun agar tidak terjadi pemborosan anggaran. Hingga saat ini, setidaknya Rp18,3 triliun telah dikeluarkan untuk pembangunan IKN. Pertanyaannya, apakah dana tersebut berasal dari utang luar negeri, investasi swasta, atau pinjaman dari pengusaha dalam negeri seperti Aguan dan rekan-rekannya?
Dampak Keuangan dan Dugaan Korupsi
Jangan sampai prinsip perbankan, “debitur wajib membayar utang dan bunga,” membuat Indonesia harus menanggung beban hutang akibat ambisi pribadi seorang pemimpin yang megalomania. Apalagi jika benar ada dugaan korupsi dana negara dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) sebesar lebih dari Rp2.000 triliun, sebagaimana diungkap oleh PPATK pada 16 Januari 2025.
Jika uang sebesar itu benar ada, apakah Prabowo berani mengambil kembali dana tersebut untuk melanjutkan pembangunan IKN? Atau justru uang itu telah beralih ke rekening pribadi Jokowi, Gibran, Kaesang, Iriana, atau Ida Yati?
Prabowo dikenal sebagai jenderal yang tegas dan gagah perkasa. Semoga ia tidak latah mengikuti jejak Jokowi dalam menebar kebohongan kepada rakyat. Jika memang ada praktik korupsi dalam proyek IKN, rakyat berharap agar dana tersebut dapat direbut kembali, walaupun para pelaku korupsi harus dikejar hingga ke gurun pasir atau Antartika sekalipun.