Berdasarkan Pasal 251 UU PPSK disebutkan bahwa kerugian yang dialami bank atau non-bank BUMN dalam melaksanakan hapus buku merupakan kerugian perusahaan masing-masing. Regulasi itu juga mengatur kerugian yang timbul bukan termasuk kerugian negara, sepanjang dapat dibuktikan berdasarkan itikad baik, sesuai dengan ketentuan hukum, dan mengacu pada prinsip tata kelola yang baik.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Pemerintah berencana menghapus kredit macet usaha mikro kecil menengah (UMKM) di bank badan usaha milik negara (BUMN) atau Himpunan Bank Negara (Himbara).
Untuk melaksanakan rencana itu Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) bersama dengan Kementerian Keuangan sedang menyusun peraturan pemerintah (PP) tentang penghapusan kredit macet UMKM di perbankan nasional.
“Lagi dikaji, lagi disiapkan PP-nya,” ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta Selatan, pada Senin, 14 Agustus 2023. Teten juga menegaskan jika rencana ini sudah mendapatkan lampu hijau dari Presiden Joko Widodo
Menurut Teten, langkah ini merupakan upaya pemerintah untuk meringankan pelaku UMKM yang terlilit kredit macet atau terkena blacklist di perbankan agar dapat kembali mengajukan pinjaman.
Dengan adanya kebijakan penghapusan kredit macet ini diharapkan dapat membuat bisnis UMKM terus maju dan bertumbuh.
“Supaya UMKM tidak punya hambatan kredit karena masih punya kredit macet,” ujar Teten.
Menurut Teten, penghapusan kredit macet mencapai Rp 5 miliar. Namun, pada tahap pertama, nilai kredit macet UMKM yang akan dihapuskan adalah kredit dengan nominal Rp 500 juta ke bawah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan, berdasarkan catatan pemerintah, jumlah debitur UMKM yang masuk kategori non-performing loan (NPL) atau kredit macet mencapai 246.324 debitur.
Merujuk pada Pasal 250 Bab XIX UU PPSK, kredit macet bank dan non-bank BUMN kepada UMKM dapat dilakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan. Kebijakan ini guna mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada sektor UMKM.
Berdasarkan Pasal 251 UU PPSK disebutkan bahwa kerugian yang dialami bank atau non-bank BUMN dalam melaksanakan hapus buku merupakan kerugian perusahaan masing-masing. Regulasi itu juga mengatur kerugian yang timbul bukan termasuk kerugian negara, sepanjang dapat dibuktikan berdasarkan itikad baik, sesuai dengan ketentuan hukum, dan mengacu pada prinsip tata kelola yang baik.
Saat ini pemerintah tengah menyusun peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU PPSK.
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menjelaskan, tidak semua kredit macet UMKM akan dihapuskan. Kebijakan ini hanya akan diberikan kepada UMKM yang memenuhi syarat.
Menurut Teten, salah satu persyaratan utama penghapusan kredit macet UMKM adalah UMKM tersebut tidak boleh tersandung urusan pidana.
Selain itu, Teten juga mengaku masih mempertimbangkan syarat lainnya untuk mencegah moral hazard terjadi, seperti yang terjadi pada saat penghapusan utang dalam rangka Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Selanjutnya, Teten menegaskan bahwa kebijakan penghapusan kredit macet hanya akan diberikan kepada pelaku usaha kecil. Dengan demikian, program ini akan berdampak tepat pada sasaran yang diinginkan.
“Kalau sudah maju kan kredit komersial, jadi tidak masalah. Itu urusan bank sendiri apakah usahanya akan potensi lancar atau tidak,” kata Teten.
Selain syarat di atas, masih ada juga beberapa syarat lain untuk menghapus kredit macet UMKM. Beberapa syarat tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Piutang macet UMKM pada bank dan atau lembaga keuangan non-bank BUMN
2. Bank dan/atau lembaga keuangan non-bank BUMN telah melakukan upaya restrukturisasi dan atau penagihan secara optimal
3. Kriteria untuk menghapus tagihan piutang macet UMKM adalah untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan tahap kedua non-KUR dengan ketentuan debitur sebagai berikut:Debitur dengan status UMKM sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021.
Debitur KUR dengan akad kredit terhitung sejak tahun 2015
Batas maksimal nilai pinjaman sebesar Rp 500 juta (untuk KUR)
Batas maksimal nilai pinjaman sebesar Rp 5 miliar (untuk tahap kedua non-KUR)
Piutang telah macet (Kol 5) dan sudah dilakukan hapus buku
Debitur masih memiliki niat untuk melanjutkan usaha dan mengembang.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal memberikan saran kepada pemerintah mengenai sejumlah kriteria untuk menentukan UMKM yang layak menerima program ini.
Pertama, kredit macet UMKM yang mengalami penurunan permintaan atau pesanan, tetapi bisnisnya berjalan dengan baik. Kedua, UMKM yang memiliki sistem manajemen yang baik.
Dengan kriteria tersebut, Faisal menyebut pemerintah bisa mengetahui apakah penghapusan kredit terhadap UMKM tersebut berdampak positif terhadap perusahaan.
Apabila UMKM yang menerima bantuan memiliki manajemen yang buruk, ia memastikan perusahaan tersebut tetap tidak akan tertolong meski sudah dihapuskan utangnya.
“Jadi penghapusan kredit macet harus ada ketentuannya untuk bisa memberikan edukasi juga bagi UMKM,” kata Faisal kepada Tempo, Senin, 24 Juli 2023.
Pelaku Usaha Menyambut Baik
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Hermawati Setyorinny mengatakan pelaku usaha menyambut baik rencana penghapusan kredit macet UMKM ini.
Ia menilai, kebijakan ini memang sangat dibutuhkan untuk membantu keberlanjutan UMKM yang sempat mati suri karena tidak mampu bayar pinjaman akibat pandemi Covid-19.
“Ditambah krisis ekonomi global dan tren kenaikan harga,” kata Hermawati sebagaimana dikutip dari pemberitaan Koran Tempo pada Kamis, 20 Juli 2023.
Hermawati juga optimistis kebijakan ini akan memudahkan pelaku UMKM mendapatkan kredit atau pembiayaan kembali.
Pasalnya, salah satu kendala UMKM untuk bangkit adalah tidak terpenuhinya syarat kelayakan catatan kredit ketika meminjam ke bank atau lembaga jasa keuangan lainnya.
“Hampir sebagian besar UMKM masih tercatat sebagai penunggak kredit dari sisa-sisa pinjaman KUR di masa pandemi, meski sudah direstrukturisasi dengan bunga yang rencah,” jelasnya.
Dalam analisis kredit selama ini, terdapat persyaratan wajib lolos Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dan Sistem Informasi Kredit Program (SIKP). SLIK sendiri memuat riwayat kredit calon debitor yang sering menjai ganjalan dalam proses pengajuan kredit.
Oleh karena itu, menurut Hermawati, penghapusan buku kredit macet akan sangat membantu UMKM untuk bangkit dan dapat mengajukan kredit kembali.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyebutkan ada dua alasan yang membuat penghapusan kredit bagi UMKM dibutuhkan.
Pertama, karena adanya scaring effect atau kecemasan pelaku ekonomi yang mengakibatkan ketidakpastian. Alasan kedua, karena masih lesunya permintaan pasar di dalam negeri
Menurut Faisal, pemerintah memberikan insentif kepada pelaku UMKM pada masa pandemi UMKM dalam bentuk restrukturisasi kredit. Namun akhir tahun lalu, restrukturisasi kredit ini dihentikan, kecuali beberapa sektor tertentu. Padahal, ia menilai, pasca-pandemi ini banyak UMKM yang belum pulih. Ditambah pada tahun lalu terjadi inflasi yang tinggi.
Selain itu, permintaan pasar saat ini masih cenderung lesu, meskipun sudah lebih baik dibandingkan kondisi saat Covid-19. Oleh karena itu, Faisal menilai penghapusan kredit macet UMKM masih dibutuhkan.
Dukungan Perbankan
Wacana pemerintah untuk menghapuskan kredit macet UMKM ini disambut baik oleh perbankan nasional maupun swasta.
Direktur Bisnis Mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI Supari mengatakan BRI menyambut baik dan mendukung kebijakan pemerintah mengenai rencana kebijakan hapus tagih kredit UMKM.
Alasannya, adalah agar bisa memperluas akses pembiayaan dalam mempercepat inklusi keuangan dan meningkatkan porsi kredit UMKM nasional sebesar 30 persen.
“Bagi BRI, kebijakan hapus tagih ini tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan perseroan,” kata Supari, Kamis, 10 Agustus 2023.
Respons positif juga diungkapkan oleh PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, pada prinsipnya perseroan akan mencermati dan mendukung kebijakan pemerintah, regulator, serta otoritas perbankan perihal rencana hapus buku kredit macet UMKM.
“Kami akan mempelajari rencana kebijakan tersebut lebih lanjut dan senantiasa berkoordinasi dengan segenap pemangku kepentingan, dalam rangka memberikan nilai tambah dan layanan yang optimal bagi segenap nasabah dan debitur,” kata Hera.
Sementara itu, Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Rudi As Aturridha menyebut, kebijakan ini memerlukan ketentuan turunan agar dapat terlaksana secara tertib. Misalnya adalah persyaratan teknis dan mekanisme penyesuaian informasi debitur di SLIK Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Rudi mengungkapkan bahwa segmen UMKM di Bank Mandiri saat ini tumbuh baik. Total kredit UMKM mengalami pertumbuhan 8,1 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp 119,7 triliun, dengan kualitas terjaga dengan kredit bermasalah (NPL) sebesar 1,5 persen.
Ia menambahkan, ketentuan hapus tagih untuk UMKM sendiri telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU PPSK.
“Kebijakan ini bertujuan untuk membuka kesempatan bagi debitur segmen UMKM, terutama yang terkena dampak dari pandemi Covid-19 yang lalu agar mereka dapat memulai usahanya kembali dan mendapatkan kredit,” ujarnya
Sementara itu, Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ahmad Siddik Badruddin mengatakan, kebijakan penghapusan kredit macet UMKM ini harus diterapkan secara selektif.
Siddik mengungkapkan, hapus buku dan tagih kredit macet UMKM bisa ditujukan kepada para debitur yang selama ini berusaha keras dan bekerja sama dengan bank untuk melakukan restrukturisasi terhadap kredit macetnya tapi belum membuahkan hasil.
“Kami harus hindari debitur-debitur yang misalnya fiktif atau tidak bisa ditemui lagi di lapangan,” kata Achmad Siddik dalam konferensi pers virtual, Senin, 31 Juli 2023. .
Ia menambahkan, kebijakan hapus buku dan tagih kredit macet UMKM ini diberikan kepada debitur segmen UMKM yang masih ada dan berpotensi meningkatkan usahanya.
“Kami bisa bantu mereka melakukan hapus tagih. Nanti kami tunggu mengenai ketentuan turunannya,” tuturnya.