Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Satu kubu menggelar Rapimnas, kubu lain menggelar Rapimnas tandingan. Mereka berebut legitimasi hukum dan politik dari pemerintah.
Itulah yang terjadi dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia antara kubu Arsjad Rasjid dan kubu Anindya Novyan Bakrie.
Semua bermula dari kudeta yang dilakukan Anindya Bakri terhadap Arsjad Rasjid, Ketua Umum Kadin periode 2021-2026, lewat Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Kadin di Jakarta, Sabtu (14/9/2024).
Usai Munaslub bahkan sempat terjadi perebutan kantor Kadin di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta Selatan, antara kubu Arsyad dan kubu Anindya yang diwarnai bentrok fisik dan berujung saling lapor ke polisi.
Arsjad dipilih sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia periode 2021-2026 secara aklamasi berdasarkan keputusan bersama pada Munas VIII Kadin Indonesia pada 30 Juni 2021 di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Arsyad dikudeta karena dianggap melanggar prinsip independensi yang digariskan Pasal 14 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin dengan menjadi Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Di belakang Anindya ada pentolan-pentolan pengusaha yang juga kader Partai Golkar seperti Bambang Soesatyo, Erwin Aksa dan Nurdin Halid, bahkan ada Rosan Perkasa Roeslani, bekas Ketua Umum Kadin yang menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
Jadi, kudeta tak berdarah terhadap Arsyad hanya efek domino saja dari kekalahan Ganjar-Mahfuf di Pilpres 2024.
Sebab kalau bicara independensi, Ketua Umum Kadin mana yang benar-benar independen? Bahkan selama ini hanya sosok yang dekat dengan kekuasaan saja yang bisa menjadi Kadin-1.
Jika nanti Anindya sudah dapat legitimasi hukum dan politik dari pemerintah, apakah ada jaminan akan independen?
Kini ketika sudah main kudeta-kudetaan, Kadin pun laiknya sebuah partai politik, bahkan bisa disebut sebagai parpolnya pengusaha?
Dualisme Kadin ini pun mengulang peristiwa tahun 2013 lalu. Saat itu Rizal Ramli membentuk Kadin tandingan setelah dirinya terpilih sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia dalam Rapimnas di Bali, 28 September 2013. Rizal Ramli kemudian membentuk pengurus baru Kadin yang melawan Kadin yang dipimpin Suryo Bambang Sulisto.
Dualisme Kadin ini muncul setelah adanya rentetan panjang konflik internal sesama pengurus pusat.
Lalu, “quo vadis” (mau dibawa ke mana) Kadin parpolnya pengusaha Indonesia?
Kubu Arsyad menilai Munaslub yang digelar kubu Anindya tidak sah dan melanggar AD/ART yang mensyaratkan Munaslub diselenggarakan berdasarkan permintaan sekurang-kurangnya 1⁄2 jumlah Kadin Provinsi dan 1⁄2 dari jumlah Anggota Luar Biasa (ALB) tingkat nasional yang mengikuti Munas terakhir.
Selain itu, kubu Arsjad menytakan penyelenggaraan Munaslub tersebut bertentangan dengan AD/ART pada bagian kuorum. Munaslub itu hanya dihadiri oleh sekitar 10 Ketua Umum Provinsi dari 35 Kadin Provinsi yang ada.
Diberitakan, Ketua Umum Kadin Indonesia dari 24 provinsi mendeklarasikan dukungan mereka untuk Arsjad Rasjid mempersiapkan Munas. Deklarasi itu dibacakan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Agenda percepatan Munas ini merupakan kesepakatan Arsjad dengan Anindya di kediaman Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Jakarta, 27 September 2024.
Menurut kubu Arsyad, pelaksanaan Munas harus berlandaskan pada AD/ART yang telah disahkan oleh Keputusan Presiden (Keppres) No 18 Tahun 2022 dan Undang-Undang (UU) No 1 Tahun 1987 tentang Kadin sebagai pedoman seluruh proses dan kegiatan organisasi para pengusaha itu.
Kubu Arsjad telah menggelar rapat konsolidasi dengan 497 ALB untuk persiapan Munas pada 3 Oktober 2024 lalu. Namun, Anindya menyangkal adanya kesepakatan itu. Anak bekas Ketua Umum Kadin Aburizal Bakrie ini justru mengumumkan kepengurusan Kadin hasil Munaslub pada 7 dan 23 Oktober 2023.
Dua hari berselang, Minggu (1/12/2024) hari ini, giliran Kadin kubu Anindya Bakrie yang menggelar Rapimnas di Jakarta. Ada 120 perwakilan asosiasi yang diklaim bakal hadir.
Rapimnas kubu Anindya ini juga memuat agenda konsolidasi Kadin daerah dan asosiasi serta dialog dengan pemangku kebijakan di pemerintahan baru. Rapimnas ini juga akan mengukuhkan kepengurusan lengkap Kadin hasil Munaslub.
Mengapa para pengusaha itu justru berebut kursi Kadin-1?
Apakah dengan memimpin Kadin maka mereka akan lebih mudah melobi dan mengakses pemerintah demi memajukan usahanya? Berarti usaha kalian belum mandiri, dong!
Mengapa para pengusaha itu tidak fokus saja ke gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sedang melanda Indonesia?
Mengapa pula mereka tidak fokus saja untuk membendung produk-produk China yang membanjiri pasar domestik Indonesia?
Lantas, bagi yang melakukan kudeta, sesungguhnya apa yang kau cari Anindya?
Mengapa kau tidak fokus saja dengan usaha keluarga besarmu?
Diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah menetapkan empat perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie alias Bakrie Group dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Empat perusahaan Bakrie Group itu ialah PT Visi Media Asia Tbk, PT Cakrawala Andalas Televisi, PT Lativi Mediakarya, dan PT Intermedia Capital Tbk.
Kuasa hukum dari 12 kreditur yang menagih itu, Marx Andryan, mengatakan, Majelis Hakim telah memberikan waktu 45 hari untuk membayar tagihan utang sebesar Rp8.796.699.067.852 atau bila dibulatkan sekitar Rp8,79 triliun. Dia menyebut kesempatan ini berdasarkan rapat permusyawaratan pada Jumat, 20 September 2024 di PN Jakarta Pusat.
Kini, apa utang triliunan rupiah itu telah dibayar keluarga Bakrie? Selayaknya Anindya lebih fokus ke sana!