• Login
ADVERTISEMENT
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content
No Result
View All Result
Fusilat News
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Contributor

RADIKALISASI PANCASILA

fusilat by fusilat
December 6, 2021
in Contributor, Feature
0
RADIKALISASI PANCASILA
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Kuntowijoyo

SEJAK dihapuskannya sebagai asas tunggal untuk partai dan organisasi massa (ormas) oleh kekuatan reformasi, Pancasila tidak terdengar lagi gemanya. Ia kehilangan kredibilitas sebagai ideologi, karena begitu banyak penyelewengan yang mengatasnamakannya. 

“Anti-Pancasila” begitu mudah diluncurkan para pejabat Orde Baru (Orba) untuk membekuk musuh-musuhnya, ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Pancasila, temuan para founding fathers yang paling cemerlang, menjadi dokumen mati. Hanya para mahasiswa-setidaknya mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Mada) yang harus mengambilnya selama dua semester masih menekuninya, meski banyak di antara mereka mempertanyakan relevansinya. Sebab, menurut mereka, sepertinya negara ini berjalan juga tanpa Pancasila.

Agaknya kita perlu memberi ruh baru pada Pancasila, sehingga ia mampu menjadi kekuatan yang menggerakkan sejarah. Selama ini Pancasila hanya jadi lip service, tidak ada pemerintah yang sungguh-sungguh melaksanakannya. Ada indoktrinasi di zaman Orde Lama (Orla) dan penataran di zaman Orba, tetapi keduanya tidak pernah efektif, hanya dipandang sebagai ritual politik yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kenyataan sejarah. Kini kita perlu kembali Pancasila, agar perjalanan sejarah bangsa tidak kehilangan arah.

Tulisan ini mencoba memberi ruh baru itu. Pertama-tama akan dikemukakan kriteria keberadaan Pancasila dan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan Orla dan Orba, agar penyelewengan serupa tidak terjadi lagi. Kemudian tiba giliran untuk membicarakan ruh baru yang kita sebut radikalisasi Pancasila. (Tulisan ini akan menyingkat Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Ketuhanan, Kemanusiaan yang adil dan beradab dengan Kemanusiaan, Persatuan Indonesia dengan Persatuan, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dengan Kerakyatan, dan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia dengan keadilan Sosial).

Penyelewengan-penyelewengan keberadaan Pancasila dapat diukur melalui tiga kriteria, yaitu konsistensi, koherensi, dan korespondensi. Konsistensi berasal dari bahasa Latin consistere yang berarti “berdiri bersama”. Jadi konsistensi artinya “sesuai”, “harmoni”, atau “hubungan logis”. Satu sila dalam Pancasila harus mempunyai hubungan terpadu, teks dengan teks, dengan dokumen-dokumen lain seperti UUD, Penjelasan UUD, Keputusan MPR, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, dan pernyataan pejabat. Koherensi berasal dari bahasa Latin cohaerere yang berarti “lekat satu dengan lainnya”. Jadi koherensi ialah satu sila dalam Pancasila harus terkait dengan sila lainnya, tidak boleh terlepas. Sila Kemanusiaan harus terkait dengan sila persatuan, sila Ketuhanan harus terkait dengan sila Kerakyatan, dan sila Keadilan Sosial harus terkait dengan sila Kemanusiaan. Korespondensi berasal dari dua kata Latin, yaitu co yang artinya “bersama” dan respondere yang berarti “menjawab”. Jadi korespondensi ialah samanya teori dengan praktik, murni dengan terapan.

Dari ketiga kriteria itu dapat dilihat apakah Pancasila dalam suatu kurun sejarah mempunyai konsistensi, koherensi, dan korespondensi atau tidak. Kita lihat apa yang tertulis, dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat Orla dan Orba.

Orla ternyata tidak konsisten terhadap Pancasila. Pancasila yang aslinya mempunyai lima sila itu diperas menjadi tiga, disebut Trisila, dan diperas lagi menjadi satu sila, disebut Ekasila. Anehnya, Ekasila ialah Gotong Royong di mana sila-sila yang lain hilang. Kata lain dari gotong royong ialah kolektivisme. Seperti diketahui kolektivisme adalah faham komunisme. Hilangnya Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial pasti karena pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI). Sila Ketuhanan hilang karena PKI menganut materialisme yang tidak percaya kepada Tuhan. Sila Kemanusiaan hilang karena PKI menganut kontradiksi kelas antara borjuasi dan buruh. Sila Persatuan hilang karena PKI menganut internasionalisme, bukan kebangsaan. Sila Kerakyatan hilang karena PKI menganut diktatorisme proletar, meski kata “rakyat” sepertinya adalah monopoli PKI. Sila Keadilan Sosial tidak diperlukan lagi karena PKI adalah representasi dari Keadilan Sosial itu sendiri.

Orla juga tidak koheren. Sila Kerakyatan tidak lagi diperlukan, karena Soekarno adalah “penyambung lidah rakyat”. Juga Demokrasi Terpimpin menyebabkan tidak diperlukannya sila Kerakyatan. Atau, Pancasila tidak lagi koheren, sebab sila kerakyatan sudah menjadi sila Kedaulatan Pemimpin.

Karena tidak konsisten dan tidak koheren itulah maka Orla juga tidak koresponden, ideologi teoretis dalam Pancasila berbeda dengan praktik politik. Misalnya, Orla membiarkan PKI tumbuh subur di Indonesia yang berdasar Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan. Sedangkan PKI sebagai kekuatan politik, jelas-jelas tidak berketuhanan. PSI dan Masjumi dilarang, berarti tidak ada kesesuaian antara sila Kerakyatan dengan realitas politik. Juga saat ada Manifes Kebudayaan pada tahun 1963. Orla melarangnya, padahal Manifes itu jelas cerminan langsung sila Kemanusiaan dengan cita-cita humanisme universalnya dan mendukung Pancasila tanpa reserve.

Penyelewengan zaman Orla adalah untuk kepentingan kekuasaan Soekarno pribadi. Penyelewengan itu adalah karena desakan PKI yang dipersangkakan oleh Presiden amat kuat. Penyelewengan Orla bersifat simbolis, kecuali Demokrasi Terpimpin dan dibolehkannya PKI. 

Berbeda dengan itu, penyelewengan Orba semuanya bersifat substantif, kecuali penyelewengan sila Ketuhanan. Penyelewengan yang substantif itu berupa inkorespondensi, yaitu ketidaksesuaian antara ideologi dengan kenyataan. Penyelewengan itu tidak mencolok di mata rakyat kebanyakan, hanya warga negara yang kritis yang benar-benar sadar akan penyelewengan Orba.

Inkorespondensi itu terletak dalam beberapa hal, yaitu sila Keadilan Sosial diganti dengan kapitalisme, sila Kerakyatan dengan otoritarianisme, sila Persatuan dengan militerisme, sila Kemanusiaan dengan kekerasan politik. Hanya sila Ketuhanan yang tak tersentuh substansinya; ada rekayasa khotbah tetapi hanya bersifat prosedural. Prosedur itu di antaranya ialah direkrutnya beberapa organisasi dakwah ke dalam partai pemerintah, pengawasan terhadap khatib, dan sejumlah peraturan yang menghambat dakwah.

Digantikannya sila Keadilan Sosial oleh kapitalisme yang melanggar Pasal 33 UUD 1945 itu tampak dalam banyak hal, seperti Pembangunan Nasional at all cost, pembentukan kroni di sekitar presiden, maraknya konglomerasi, suburnya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), pemberian HPH (hak pengusahaan hutan) kepada para konglomerat, kontrak-kontrak karya (ingrat Freeport dan Busang) kepada perusahaan asing yang penuh persekongkolan, dan pemberian monopoli dan monopsoni kepada kroni-kroni Soeharto (pengapalan minyak dan gas, perniagaan cengkeh, minuman keras, berbagai tender), dan penerbitan Keppres untuk memperkaya keluarga presiden.

Digantikannya sila Kerakyatan oleh otoritarianisme itu tampak dalam beberapa hal, seperti adanya monoloyalitas bagi PNS, lumpuhnya MPR/DPR, intervensi yang kelewat batas pada institusi pengadilan, tuduhan PKI, tuduhan anti-Pancasila, stigmatisasi ekstrem kanan dan ekstrem kiri, tuduhan DI/TII, dan tuduhan “mendirikan negara Islam”.

Digantikannya sila Persatuan oleh militerisme tampak dalam beberapa hal, seperti pembentukan dinas-dinas intelijen untuk memata-matai rakyat, pembentukan Bakorstranas dan Bakorstranasda, pengaruh militer yang amat pervasif dalam banyak kegiatan yang bersifat bisnis sampai olahraga, dan tindakan represif lain seperti DOM. Sila Kemanusiaan digantikan oleh kekerasan politik, berupa pelanggaran HAM di banyak tempat, seperti Aceh, Tanjung Priok dan Lampung, pembredelan media massa, izin pementasan, izin ceramah, izin penerbitan koran, dan sensor atas isi ceramah.

Kata “radikalisasi” mungkin mengingatkan orang pada gerakan-gerakan radikal, seperti radikalisasi massa, buruh, tani, dan mahasiswa. Mereka galak, beringas, tak terkendali, dan di luar hukum. Bukan “radikalisasi” semacam itu yang dimaksud. Radikalisasi dalam tulisan ini adalah revolusi gagasan, bukan orang. Karena itu, radikalisasi hanya berarti membuat Pancasila tegar, efektif, dan jadi petunjuk bagaimana negara ini diorganisir.

Seorang teman, Damardjati Supadjar dari UGM, mempunyai saran untuk mengefektifkan Pancasila. Caranya ialah menjadi perumusan sila-sila yang berupa kata benda abstrak sebagai kata kerja aktif. Jadi, bukan saja Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi “Mengesakan Tuhan”. Bukan hanya Kemanusiaan yang adil dan beradab, tetapi “Membangun kemanusiaan yang adil dan beradab”. Bukan saja persatuan Indonesia, tetapi “Mempersatukan Indonesia”. Bukan saja Kerakyatan, tetapi “Melaksanakan kerakyatan”. Bukan hanya Keadilan Sosial, tetapi “Mengusahakan Keadilan Sosial”.

Tulisan ini menuntut lebih dari itu. Radikalisasi ialah:

(1) mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara, 

(2) mengganti persepsi dari Pancasila sebagai ideologi menjadi Pancasila sebagai ilmu, 

(3) mengusahakan Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antarsila, dan korespondensi dengan realitas sosial, dan 

(4) Pancasila yang semula melayani kepentingan vertikal menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal.

Kembalikan Pancasila kepada jati dirinya, yaitu sebagai ideologi negara. Selama pemerintahan Orba Pancasila sebagai gagasan telah dikembangkan sedemikian rupa, tetapi sebagai perbuatan ia telah dikebiri habis-habisan. Dalam bahan-bahan P-4 sejak Ketetapan (Tap) MPR No II/ MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa), Pancasila sudah diartikan sebagai pandangan hidup, jiwa, penuntun sikap dan tingkah laku manusia Indonesia, kepribadian bangsa, dasar negara, pegangan hidup, dan dirinci ke dalam butir-butir-semula 36 butir lalu bertambah dari waktu ke waktu. Pancasila yang ekspansif itu sudah berkembang amat jauh, sehingga sering bertabrakan dengan wilayah lain, seperti etika dan agama. Butir-butir Pancasila yang selalu bertambah memasukkan juga, misalnya, soal “menghormati orangtua” yang menjadi wilayah etika dan agama. Pancasila juga disosialisasikan tanpa melihat fakta sejarah. Para penatar akan mengatakan, Pancasila adalah “sumber hukum”, tanpa mempertimbangkan kenyataan bahwa hukum kita berasal dari Belanda, adat, dan Islam. Pancasila itu diperluas dan diperdalam pada tahun 1985 dengan adanya UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang penataan partai dan ormas yang mengharuskan adanya asas tunggal.

Pastilah itu sebuah penyelewengan yang hanya melayani kepentingan penguasa, sebab dalam “Pembukaan UUD 1945” dinyatakan, Pancasila-kata ini bahkan tidak disebut-adalah dasar negara. Jadi, jati diri Pancasila ialah memberi visi kenegaraan. Satuan besar yang bernama negara, bukan satuan kecil yang bernama partai, ormas, dan kelompok-kelompok sosial. Satuan-satuan kecil itu dapat mempunyai ideologi apa saja asal secara terbuka atau tersembunyi tidak berusaha menggugurkan ideologi satuan besar, Pancasila. Satuan-satuan kecil itu dapat mengembangkan diri-sendiri sesuai bahan-bahan dalam yang dimiliki: sosialisme, Marhaenisme, nasionalisme, kapitalisme, kekaryaan, moral agama, atau Islam. 

Kedudukan Pancasila sebagai ideologi satuan besar terhadap ideologi-ideologi satuan kecil ialah sebagai pemberi rambu-rambu petunjuk arah dan common denominator yang mempertemukan ideologi-ideologi itu. Pancasila yang terlalu ambisius adalah Pancasila yang kabur, yang kehilangan fokus.

(Dimuat Kompas, 20 Februari 2001)

Dr Kuntowijoyo, budayawan tinggal di Yogyakarta.

Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.

Unsubscribe
ADVERTISEMENT
Previous Post

TENTARA bukanlah SORODADU ataupun ROBOT HUMANOID

Next Post

POLITIK UTANG-PIUTANG RIDWAN KAMIL

fusilat

fusilat

Related Posts

Nawawi Bantah Replik Firli dalam Persidangan Pra Peradilan
Birokrasi

KPK Lumpuh, Tapi Telah Berdamai Dengan Kejumudan – Siapa Peduli?

June 18, 2025
Jokowi Sudah Tak Punya Jurus Mengelak Lagi
Feature

Jokowi Sudah Tak Punya Jurus Mengelak Lagi

June 18, 2025
Ketika 4 Pulau Di Aneksi Oleh Gerombolan Kumpeni
Crime

Ketika 4 Pulau Di Aneksi Oleh Gerombolan Kumpeni

June 18, 2025
Next Post
POLITIK UTANG-PIUTANG RIDWAN KAMIL

POLITIK UTANG-PIUTANG RIDWAN KAMIL

KARNI ILYAS

KARNI ILYAS

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Notifikasi Berita

Subscribe

STAY CONNECTED

ADVERTISEMENT

Reporters' Tweets

Pojok KSP

  • All
  • Pojok KSP
Mochtar Saad dkk Diadili Gegara Rugikan Noldy Simon Rp15 M
Crime

Mochtar Saad dkk Diadili Gegara Rugikan Noldy Simon Rp15 M

by Karyudi Sutajah Putra
June 18, 2025
0

Jakarta, Fusilatnews - Muhamad Mochtar Saad, Hasbi dan Ir Nasrudin MT mulai diadili di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa...

Read more
Bareskrim Akhirnya Menyatakan Ijazah Jokowi Asli

“Chaos” Ijazah Jokowi

June 17, 2025
Paradox Dua Era: Kolonial Belanda Membangun dan Kepemimpinan Jokowi Menghancurkan

Jebakan Kultus Individu: dari Bung Karno Hingga Prabowo

June 17, 2025
Prev Next
ADVERTISEMENT
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Pernyataan WAPRES Gibran Menjadi Bahan Tertawaan Para Ahli Pendidikan.

Pernyataan WAPRES Gibran Menjadi Bahan Tertawaan Para Ahli Pendidikan.

November 16, 2024
Zalimnya Nadiem Makarim

Zalimnya Nadiem Makarim

February 3, 2025
Beranikah Prabowo Melawan Aguan?

Akhirnya Pagar Laut Itu Tak Bertuan

January 29, 2025
Borok Puan dan Pramono Meletup Lagi – Kasus E-KTP

Borok Puan dan Pramono Meletup Lagi – Kasus E-KTP

January 6, 2025
Copot Kapuspenkum Kejagung!

Copot Kapuspenkum Kejagung!

March 13, 2025
Setelah Beberapa Bulan Bungkam, FIFA Akhirnya Keluarkan Laporan Resmi Terkait Rumput JIS

Setelah Beberapa Bulan Bungkam, FIFA Akhirnya Keluarkan Laporan Resmi Terkait Rumput JIS

May 19, 2024
Salim Said: Kita Punya Presiden KKN-nya Terang-terangan

Salim Said: Kita Punya Presiden KKN-nya Terang-terangan

24
Rahasia Istana Itu Dibuka  Zulkifli Hasan

Rahasia Istana Itu Dibuka  Zulkifli Hasan

18
Regime Ini Kehilangan Pengunci Moral (Energi Ketuhanan) – “ Pemimpin itu Tak Berbohong”

Regime Ini Kehilangan Pengunci Moral (Energi Ketuhanan) – “ Pemimpin itu Tak Berbohong”

8
Menguliti : Kekayaan Gibran dan Kaesang

Menguliti : Kekayaan Gibran dan Kaesang

7
Kemana Demonstrasi dan Protes Mahasiswa Atas Kenaikan BBM Bermuara?

Kemana Demonstrasi dan Protes Mahasiswa Atas Kenaikan BBM Bermuara?

4
Kemenag Bantah Isu Kongkalikong Atur 1 Ramadan

Kemenag Bantah Isu Kongkalikong Atur 1 Ramadan

4
Mochtar Saad dkk Diadili Gegara Rugikan Noldy Simon Rp15 M

Mochtar Saad dkk Diadili Gegara Rugikan Noldy Simon Rp15 M

June 18, 2025
Nawawi Bantah Replik Firli dalam Persidangan Pra Peradilan

KPK Lumpuh, Tapi Telah Berdamai Dengan Kejumudan – Siapa Peduli?

June 18, 2025
Jokowi Sudah Tak Punya Jurus Mengelak Lagi

Jokowi Sudah Tak Punya Jurus Mengelak Lagi

June 18, 2025
Ketika 4 Pulau Di Aneksi Oleh Gerombolan Kumpeni

Ketika 4 Pulau Di Aneksi Oleh Gerombolan Kumpeni

June 18, 2025
Kau yang Memulai, Kau yang Mengakhiri

Kau yang Memulai, Kau yang Mengakhiri

June 18, 2025
Gus Iqdam dan Wapres Gibran Bahas Pesantren hingga UMKM di Blitar

Gus Iqdam dan Wapres Gibran Bahas Pesantren hingga UMKM di Blitar

June 18, 2025

Group Link

ADVERTISEMENT
Fusilat News

To Inform [ Berita-Pendidikan-Hiburan] dan To Warn [ Public Watchdog]. Proximity, Timely, Akurasi dan Needed.

Follow Us

About Us

  • About Us

Recent News

Mochtar Saad dkk Diadili Gegara Rugikan Noldy Simon Rp15 M

Mochtar Saad dkk Diadili Gegara Rugikan Noldy Simon Rp15 M

June 18, 2025
Nawawi Bantah Replik Firli dalam Persidangan Pra Peradilan

KPK Lumpuh, Tapi Telah Berdamai Dengan Kejumudan – Siapa Peduli?

June 18, 2025

Berantas Kezaliman

Sedeqahkan sedikit Rizki Anda Untuk Memberantas Korupsi, Penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidakadilan Yang Tumbuh Subur

BCA No 233 146 5587

© 2021 Fusilat News - Impartial News and Warning

No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content

© 2021 Fusilat News - Impartial News and Warning

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist