Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) mengungkap cacat formil pembentukan undang-undang tersebut.
Pernyataan itu disampaikan dalam sidang perkara nomor 34/PUU-XX/2022 yang diajukan Din Syamsuddin dan 20 tokoh lainnya.
Hakim Konstitusi Manahan Malontinge Pardamean Sitompul menilai para pemohon kurang menguraikan kecacatan formil UU IKN di dalam permohonan mereka. Dia menyarankan pemohon menggunakan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan untuk membedah hal itu.
“Proses pembentukan UU Nomor 3/2022 ini apakah memang mempunyai cacat formil? Itu yang harus diperlihatkan dalam permohonan ini,” kata Manahan dalam sidang yang disiarkan langsung kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (24/3).
Manahan juga meminta pemohon memperbaiki argumentasi dalam bagian posita. Dia menyarankan pemohon mempertentangkan setiap norma dalam UU IKN dengan pasal-pasal UUD 1945.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Aswanto menyarankan Din dkk. memisahkan permohonan uji materi dan uji formil UU IKN. Dia menjelaskan MK akan menunda pemeriksaan uji materil jika permohonan disatukan dengan uji formil.
Aswanto mengatakan MK bisa memproses uji materil dan uji formil secara bersamaan jika diajukan dalam dua permohonan berbeda. Namun, ia menyerahkan pilihan itu kepada pemohon.
“Diserahkan kepada saudara kembali apakah akan mengajukan perbaikan apakah akan menggabung, apakah mengajukan secara terpisah. Kalau menggabung, tentu permohonan materil di-pending dulu,” ujarnya.
MK memberikan waktu kepada pemohon untuk mengajukan perbaikan. Sidang berikutnya akan digelar 14 hari dari hari ini, kecuali terhalang situasi pandemi Covid-19.
Perkara nomor 34/PUU-XX/2022 diajukan oleh 21 orang. Beberapa di antaranya adalah mantan Ketua MUI Din Syamsuddin dan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra.
Mereka menggugat UU IKN dari aspek tata cara pembentukan undang-undang (formil) dan substansi (materil). Salah satu argumen yang disampaikan adalah pemindahan ibu kota negara tak penting di saat negara dilanda pandemi Covid-19