Jakarta – Fusilatnews – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta menggelar sidang perdana pada Rabu, 14 Agustus 2024, dengan menghadirkan terdakwa utama, Harvey Moeis. Dalam persidangan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bagaimana korupsi yang melibatkan PT Timah Tbk di Kepulauan Bangka Belitung berlangsung.
Menurut dakwaan JPU, PT Timah Tbk sejak tahun 2015 telah menghentikan kegiatan penambangan di wilayah penambangan darat. Meskipun mengetahui bahwa penambangan ilegal tidak diperbolehkan, PT Timah Tbk tetap menyepakati untuk membeli timah yang dihasilkan dari penambangan ilegal tersebut. “Mereka tahu bahwa penambangan ilegal itu melanggar hukum, namun PT Timah Tbk tetap memilih untuk bekerja sama dengan penambang ilegal,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Untuk melegalkan praktik ini, PT Timah Tbk menciptakan program kerja sama yang disebut Mitra Jasa Penambangan. Program ini dirancang untuk menyamarkan pembelian timah dari penambangan ilegal sebagai aktivitas yang sah. Jumlah perusahaan yang terlibat dalam program ini bervariasi setiap tahunnya: pada tahun 2015 sebanyak 69 perusahaan, 2016 sebanyak 59 perusahaan, 2017 sebanyak 56 perusahaan, 2018 sebanyak 51 perusahaan, 2019 sebanyak 46 perusahaan, 2020 sebanyak 31 perusahaan, 2021 sebanyak 23 perusahaan, dan 2022 sebanyak 40 perusahaan.
Pembayaran kepada perusahaan mitra didasarkan pada akumulasi biaya jasa tambang, biaya jasa manajemen proporsional produksi, dan jasa manajemen over produksi, dikurangi pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, skema pembayaran ini hanya berlangsung selama satu tahun sejak 2015, sebelum mulai disalahgunakan untuk memfasilitasi praktik korupsi yang lebih luas.
Sidang ini diharapkan dapat mengungkap lebih banyak detail mengenai jaringan korupsi yang melibatkan PT Timah Tbk dan para mitranya, serta dampaknya terhadap industri pertambangan di Indonesia.