Oleh M Yamin Nasution-Pemerhati Hukum
Filosofi Advocate & Lawyer

Penegakan hukum di Indonesia telah memasuki masa kronik, sehingga kusamnya hukum dan gerbang matinya keadilan telah didepan bangsa Indonesia, akan tetapi asa terhadap keadilan tetap tidak pernah padam.
Advocate dan pengacara hadir bersama masyarakat miskin dalam mencari keadilan namun tak sedikit pengacara yang menjadi pecundang dalam penegakan hukum.
Advocate yang handal sedikit dilahirkan oleh kampus-kampus hukum, akan tetapi setiap kampus kampus akan melahirkan calon advocate yang handal.
Seorang pengacara sejati tidak perduli terhadap cibirin, sentilan, omongan siapapun. Advocate yang handal akan terus fokus pada pengejaran ketidakadilan yang sedang diperjuangkan.
Ada beberapa syarat yang disebutkan oleh Mantan Ketua Pengacara Inggris dan Amerika, Keith Evans memberikan syarat yaitu:
Tampil baik, jangan suka bercanda saat masa serius, jangan terlihat dengan lawan, tampil setiap saat agar benar-benar tulus, tenang dalam menghadapi kasus termasuk hal yang berat, menguasai bahasa dengan baik.
Hal-hal diatas diharapkan dikuasai oleh pencari keadilan, sehingga mampu memperjuangkan penegakan hukum dan lahirnya keadilan, selain memahami konsep hukum yang besar.
Pengacara Pegi Setiawan Cundangi Pecundang Hukum
Pra Peradilan Pegi Setiawan (untuk selanjutnya disebut PS) yang melibatkan banyak lawyer dan advocate, akan tetapi mereka semua dikomandoi oleh satu orang, khususnya sebagai Juru bicara Ihsan Nasruddin telah berhasil menampilkan pengacara yang memiliki syarat-syarat seperti yang disebutkan oleh Keith Evans diatas.
Bonus dan hasil baik atas argumentasi hukum yang disugukan oleh Tim Pembela PS pada akhirnya membuahkan kemenangan bagi PS yang notabene masyarakat kecil yang rentan akan ketidakadilan.
Ada dua hal yang sangat menarik untuk diulas dan berbeda dari putusan Pra Pradilan atas kasus ini dengan putusan pra pradilan lainnya.
Pada dasarnya Pra Pradilan hanya menilai tentang prosedural (formalitas) yang dilakukan oleh Kepolisian dalam menahan dan menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Formalitas tersebut berkaitan dengan pra ajudikasi dan sedit memasuki ajudikasi atau dalam istilah lain disebut sebagai examination of judge dan bukan investigation of judge.
Apakah penegak hukum dalam penetapan seseorang menjadi tersangka mentaati prosedur hukum. Kecuali kasus tangkap tangan, maka penyidik harus memiliki surat perintah penyelidikan, penyidikan, memanggil saksi-saksi, dan ahli harus terlebih dahulu dilakukan sebelum menetapkan seseorang menjadi TSK. Dan dalam pengembangan kasus harus harus menggunakan BAP lama, kecuali tidak sah (Putusan MK No 21 Tahun 2014).
Selain itu, dalam pengambilan barang bukti menuju dua alat bukti yang sah harus dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum atau exclusionary rules atau ex rules (Putusan Mk No. 66 Tahun 2010).
Berbeda dengan Pra Pradilan saat ini, dimana pemohon melalui pengacaranya sedikit memasuki ajudikasi secara tertulis. Adapun ajudikasi yang dimaksud ialah memasukkan ciri-ciri Daftar Pencarian Orang (DPO) yang ditetapkan dalam putusan Pengadilan Negeri Cirebon 2017.
Hal ini memancing pihak Bidang Hukum (Bidkum) Kepolisian Polda Jabar yang notabene termohon menyugukan pokok perkara. Harapan pihak polda jabar dapat meyakinkan hakim bahwa apa yang dimohonkan oleh termohon adalah pokok perkara.
Tak kalah luar biasanya strategi berikutnya, Ketika Tim Hukum menghadirkan saksi-saksi yang notabene masuk kedalam pokok perkara, hal ini membuat termohon begitu yakin bahwa pemohon masuk dalam strategi intelnya.
Termohon begitu terjebak dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pokok perkara, sehingga pertanyaan-pertanyaan sehingga meyakinkan bagi hakim bahwa apa yang didalilkan diawal dengan ciri-ciri DPO berdasarkan putusan adalah sesuai dengan permohonan.
Dan penangkapan yang sedikit memasuki pokok materi adalah salah objek sehingga tidak sahnya penangkapan dan penahanan atas PS.
Banyak ahli hukum khususnya pecundang-pecundang penegakan hukum, seperti apparat busuk, pengacara-pengacara serta professor hukum yang notabene bermental budak telah ber uporia dengan analisa dan pengetahuan hukum yang dangkal meyakini akan menang namun pada akhirnya harus menelan kotorannya.
Putusan tersebut seperti yang diucapkan oleh hakim diterima secara keseluruhan artinya bahwa PS paska dibebaskan tidak dapat lagi ditahan oleh kepolisian, dimana secara umum putusan pra pradilan tidak mengenal nebis in idem.
Putusan Pra Peradilan sebelumnya memiliki sifat terbuka bagi kepolisian untuk melakukan penahanan kembali apabila prapid pertama kalah, sebaliknya pemohon dapat melakukan hal yang sama sebelum memasuki pokok perkara (P.21).
Tidak demikian dengan putusan Pra Peradilan atas kasus PS yang berlangsung di PN Bandung senin 08 Juli 2024, bahwa PS tidak dapat lagi ditahan oleh kepolisian mengingat hakim telah menerima permohonan secara keseluruhan termasuk ciri-ciri DPO tidak sesuai dengan PS.
Tentunya putusan tersebut bukanlah satu kemenangan atas PS semeta, akan tetapi kemenangan bagi seluruh pencari keadilan dan masyarakat kecil.
Dan strategy yang dibuat oleh TIM HUKUM PS menunjukkan bahwa pengacara-pengacara yang memiliki hati Nurani masih banyak dinegri Indonesia.
Dari Polda Jawa Barat ketidakadilan dilahirkan dan dari Jawa Barat pula keadilan lahir, dimana ada kejahatan disana pula ada kebaikan.
Ucapan terima kasih dari netizen Indonesia untuk Tim Hukum PS terdengar dan menghiasi langit diseluruh medsos Indonesia, yang telah menyugukan perang strategi antara anggota polisi yang dilatih ilmu strategi dengan pengacara yang memiliki strategi dan langkah hukum yang efektif sehingga mencundangi pecundang-pecundang penegakan hukum dan memaksa keadilan untuk ditegakkan.