Damai Hari Lubis-Koordinator Tim Pembela Ulama & Aktivis
Terhadap fenomena gejala politik yang sedang berkembang di tanah air, banyak temuan publik mengenai dugaan adanya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Salah satu temuan utamanya adalah terkait dengan rekapitulasi menggunakan server yang berlokasi di Singapura. Hal ini menyebabkan banyak tokoh bangsa dan politik mengeluarkan suara keras, mendorong DPR RI untuk menggunakan Hak Angket terhadap Jokowi sebagai Kepala Pusat Pemerintahan Tertinggi, guna mempertanggungjawabkan temuan-temuan tersebut. Para tokoh tersebut berpandangan bahwa Jokowi tidak mampu menanggung beban amanah sebagai pertanggungjawaban tertinggi terhadap terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil, sesuai dengan amanah sistem hukum.
Lebih lanjut, Jokowi dipandang oleh para tokoh tersebut sebagai kepala negara yang tidak memiliki kemampuan dalam menjalankan perintah yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Salah satunya adalah ketidak-mampuannya dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan alam, air, dan bumi beserta segala isinya, termasuk barang tambang yang terkandung di dalamnya.
Adapun tanda-tanda yang menunjukkan ketidak-mampuan Jokowi sesuai dengan maksud tersebut terlihat dalam teori tujuan berdirinya negara Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Alinea ke-Empat, UUD 1945, yaitu untuk menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyatnya. Teori tujuan negara ini menjadi pedoman dalam menyusun dan mengendalikan alat perlengkapan negara serta mengatur kehidupan rakyatnya demi menciptakan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ketidakmampuan atau kegagalan Jokowi ini lebih terlihat dengan adanya himbauan dari Mendagri kepada rakyat Indonesia, yang menyatakan bahwa negara ini sedang mengalami masalah dengan harga beras yang tinggi akibat kelangkaan pasokan beras. Dalam konteks ini, Tito Karnavian menyerukan agar masyarakat Indonesia beralih mengonsumsi ubi atau sukun sebagai alternatif pangan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu mengatasi masalah ketersediaan beras yang memengaruhi kehidupan sehari-hari rakyat, yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan prinsip-prinsip kesejahteraan negara.
Maka, tidaklah tidak mungkin bahwa hak angket nantinya akan mengarah pada pemakzulan Jokowi dari kursi Presiden. Dalam situasi seperti ini, langkah politik apa yang akan diambil oleh Jokowi untuk mempertahankan kekuasaannya menjadi pertanyaan yang menarik. Salah satu kemungkinan adalah Jokowi akan mengajak Wapres KH. Maruf Amin untuk mundur bersama-sama dengannya dari kursi Presiden dan Wakil Presiden, kemudian menyerahkan sepenuhnya kekuasaan kepada Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri, dan Retno Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri, membentuk sebuah triumvirat yang berdasarkan prinsip-prinsip UUD 1945.
Namun, jika terjadi gejala-gejala kegaduhan akibat pelaksanaan hak angket, kemungkinan akan muncul wacana pemberlakuan darurat sipil. Atau, Jokowi bisa saja menyerahkan kekuasaan kepada militer (martial law) sebagai upaya untuk meredakan kegaduhan tersebut.
Perspektif politik ini memang mungkin terjadi dalam kehidupan bangsa ini, terutama mengingat sejarah pemberlakuan darurat sipil yang pernah dilakukan oleh Almarhum Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 23 Tahun 1959. Isi dari Perppu tersebut menyatakan bahwa jika negara dalam keadaan darurat, pemerintah berhak menetapkan keadaan darurat, baik itu darurat sipil, darurat militer, maupun darurat perang.
Referensi berita 1. https://money.kompas.com/read/2023/10/04/090940526/harga-beras-naik-mendagri-minta-masyarakat-beralih-ke-ubi-hingga-sukun
Referensi berita 2.