Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta, Fusilatnews – Pilihan politik berkonsekuensi hukum. Itulah fenomena yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Teranyar terjadi pada Thomas Trikasih Lembong.
Diduga akibat pilihan politiknya berseberangan dengan pemerintah, bekas Menteri Perdagangan yang akrab disapa Tom Lembong ini, Selasa (29/10/2024), ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka korupsi impor gula tahun 2015-2016 dengan kerugian negara hingga Rp400 miliar.
Diketahui, Tom Lembong adalah penulis pidato Joko Widodo semenjak 2013 saat wong Solo itu menjabat Gubernur DKI Jakarta, dan berlanjut hingga Jokowi terpilih menjadi Presiden RI Periode 2014-2019 di Pilpres 2014. Saat itulah Tom Lembong diangkat Jokowi menjadi Menteri Perdagangan dan kemudian digeser menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam Kabinet Kerja.
Saat Jokowi terpilih menjadi Presiden RI Periode 2019-2024 di Pilpres 2019, Tom Lembong tak ikut serta dalam Kabinet Indonesia Maju.
Nah, pada 2021, entah bagaimana ceritanya Tom Lembong justru bergabung dengan Anies Baswedan, musuh bebuyutan Jokowi. Bahkan Tom menjadi Co Captain Timnas Amin (Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Ternyata, yang menang di Pilpres 2024 adalah pasangan calon presiden-wakil presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang didukung Jokowi. Anies-Muhaimin kalah bersama pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Dari sinilah terbukti bahwa pilihan politik Tom Lembong salah, sehingga berkonsukuensi hukum. Ia ditetapkan Kejagung sebagai tersangka korupsi impor gula.
Ternyata Tom tidak mengikuti jejak elite-elite politik lainnya yang mendukung calon yang didukung Jokowi. Sebut saja Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Golkar, dan kader Golkar Dito Ariotedjo, serta Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Saat dukungan belum tegas ke capres-cawapres mana, mereka pun sempat diperiksa Kejagung dalam kasus masing-masing.
Pada 24 Juli 2023, Airlangga diperiksa Kejagung terkait perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas izin ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya periode 2021-2022.
Senin (3/7/2023), Dito diperiksa sebagai saksi kasus korupsi pengadaan BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika yang merugikan negara hingga Rp8 triliun. Kasus ini melibatkan Menkominfo Johnny G Plate dari Partai Nasdem sebagai tersangka.
Adapun Zulkifli saat menjabat Menteri Perdagangan pernah hendak diperiksa Kejagung dalam kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2023. Namun batal.
Zulkifli juga dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi alih fungsi hutan menjadi lahan sawit di Riau pada 2014 saat mantan besan Amien Rais itu menjabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Setelah tegas mendukung Prabowo-Gibran, kasus mereka seolah menguap begitu saja. Bahkan mereka kemudian dijadikan menteri lagi: Airlangga masih di kursi semula sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, Dito Ariotedjo juga masih di kursi yang sama sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, sedangkan Zulkifli naik kelas dari Menteri Perdagangan ke Menko Pangan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, Selasa (29/10/2024) malam menyatakan, tak ada politisasi dalam penetapan Tom Lembong sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar menambahkan, penyidikan kasus itu telah dimulai sejak Oktober 2023. Ia menyebut ada 90 saksi yang telah diperiksa.
Abdul mengatakan penyidik bekerja berdasar alat bukti. Tidak memilih dan memilah siapa yang ditetapkan sebagai tersangka.
Pernyataan dua pejabat Kajagung itu justru bisa berarti sebaliknya. Artinya, ada politisasi dalam penetapan Tom Lembong sebagai tersangka.
Kecuali jika nanti Kejagung juga memeriksa kembali para pejabat yang pernah mereka periksa yang saat ini bercokol di Kabinet Merah Putih, di mana pemerintahan Prabowo-Gibran merupakan kelanjutan rezim Jokowi-Ma’ruf Amin.
Kini, Tom Lembong telah dijebloskan ke Rutan Salemba, Jakarta, dengan rompi warna pink. Ia mulai mencatat riwayat barunya sendirian.
Juga mungkin mencatat kata-kata Bahlil Lahadalia agar berhati-hati dengan Raja Jawa yang ngeri-ngeri sedap, dan kalau main-main dengannya bisa celaka.