Washington D.C., Amerika Serikat – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan kontroversial yang mengguncang dunia pendidikan tinggi global. Melalui perintah resmi yang langsung dieksekusi oleh Kementerian Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (Department of Homeland Security/DHS), pemerintah AS melarang keberadaan mahasiswa asing di Universitas Harvard. Mereka diminta untuk segera dipindahkan ke kampus-kampus lain di luar institusi tersebut.
Perintah tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, yang menegaskan bahwa Harvard tidak lagi menjadi tempat yang “diperkenankan” untuk menampung pelajar asing. Langkah ini disebut-sebut sebagai bagian dari kebijakan imigrasi ketat era Trump, yang mengedepankan prinsip “America First”, termasuk dalam sektor pendidikan tinggi.
“Para pelajar asing di Harvard harus segera dipindahkan ke universitas lain yang memenuhi ketentuan baru,” tegas Noem, seperti dilansir dari Reuters, tanpa menjelaskan secara rinci alasan khusus penargetan Harvard.
Pukulan Bagi Pendidikan Global
Universitas Harvard, yang dikenal sebagai salah satu universitas terbaik di dunia, memiliki lebih dari 20% mahasiswa internasional dari total populasi mahasiswanya. Larangan ini dinilai sebagai pukulan telak tidak hanya bagi institusi tersebut, tetapi juga bagi reputasi pendidikan tinggi AS secara keseluruhan.
Keputusan ini memicu kritik luas dari kalangan akademisi, organisasi hak asasi manusia, dan masyarakat internasional. Banyak pihak menilai kebijakan ini diskriminatif, anti-intelektual, dan merusak semangat kolaborasi global dalam dunia akademik.
“Ini bukan hanya serangan terhadap mahasiswa asing, tetapi juga terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan kerja sama internasional,” ujar Prof. Thomas Miller, pakar hubungan internasional dari Georgetown University.
Nasib Mahasiswa Indonesia: Cemas dan Tak Menentu
Kebijakan ini juga membawa dampak langsung bagi mahasiswa Indonesia yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Harvard, maupun yang tengah mempersiapkan keberangkatan ke sana dalam waktu dekat.
Salah satu mahasiswa Indonesia yang kini tengah menjalani program S2 di Harvard Kennedy School, yang enggan disebutkan namanya, mengaku sangat cemas.
“Kami semua di sini dalam kondisi penuh ketidakpastian. Kuliah belum selesai, tapi kami bisa dipaksa keluar atau dipindahkan ke kampus yang bahkan tidak kami kenal sebelumnya,” ujarnya melalui pesan singkat.
Sementara itu, calon mahasiswa baru asal Indonesia yang baru saja menerima Letter of Acceptance (LoA) dari Harvard untuk tahun ajaran mendatang, kini gamang mengambil keputusan. “Saya dan keluarga sudah mempersiapkan semuanya. Tiba-tiba datang kebijakan yang seperti ini. Apa yang harus saya lakukan?” ujar Reza, seorang pelajar asal Jakarta yang diterima di program sarjana Harvard College.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia hingga saat ini belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait perlindungan warga negaranya yang terdampak kebijakan tersebut. Namun, sumber dari KBRI Washington menyebutkan bahwa mereka sedang menjajaki jalur diplomatik untuk meminta klarifikasi dan mencari solusi yang tidak merugikan mahasiswa Indonesia.
Reaksi Harvard dan Potensi Gugatan Hukum
Pihak Universitas Harvard belum memberikan pernyataan resmi terkait kebijakan ini. Namun berdasarkan rekam jejak sebelumnya, Harvard dan MIT pernah menggugat pemerintah federal saat pemerintahan Trump mengancam akan mencabut visa mahasiswa asing yang hanya mengikuti kelas daring selama pandemi COVID-19.
Jika gugatan hukum kembali dilayangkan, maka kemungkinan akan ada perlawanan hukum yang panjang dan rumit. Organisasi seperti ACLU (American Civil Liberties Union) dan pengacara HAM juga disebut tengah mempelajari jalur konstitusional untuk menggugat kebijakan ini.
Konsekuensi Lebih Luas
Selain merugikan mahasiswa, kebijakan ini juga bisa berdampak serius pada ekonomi dan reputasi global Amerika Serikat. Mahasiswa asing menyumbang miliaran dolar setiap tahun melalui biaya pendidikan dan pengeluaran hidup. Mereka juga menjadi penggerak inovasi dan jaringan global AS.
“Trump merusak salah satu aset terbesar Amerika: sistem pendidikan tinggi yang terbuka, inklusif, dan dicari oleh dunia,” ujar penulis dan kolumnis pendidikan New York Times, Richard Blanton.
Kesimpulan
Kebijakan pelarangan mahasiswa asing di Harvard oleh pemerintahan Trump bukan hanya tindakan administratif biasa, tapi sebuah manuver politik yang berpotensi menghancurkan jembatan intelektual antara AS dan dunia, termasuk Indonesia. Bagi pelajar Indonesia, keputusan ini menambah daftar panjang tantangan global: dari pandemi, ekonomi, hingga kini larangan belajar di negeri impian.
Nasib mereka kini bergantung pada respons universitas, jalur diplomasi Indonesia, serta kemungkinan adanya gugatan hukum di pengadilan federal AS. Dalam situasi seperti ini, solidaritas dan advokasi publik menjadi semakin penting.
Jika Anda ingin versi ini disiapkan dalam format cetak atau siap tayang untuk media tertentu, saya dapat bantu sesuaikan gaya dan strukturnya.