Malang-FusilatNews – Di usianya yang sudah hampir satu abad, Sastro Wasiyo belum letih berharap. Laki-laki 95 tahun asal Ngawi, Jawa Timur, ini akan terbang ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji, sebuah cita-cita yang telah ia gantung sejak lama. Ia tercatat sebagai calon jemaah haji (CJH) tertua asal Kota Malang untuk musim haji 2025.
Tak ada gemuruh seremoni, tak ada persiapan istimewa. “Persiapannya, pokoknya harus sehat. Cukup itu saja,” ujar Sastro bersahaja saat ditemui di rumah anaknya di Kelurahan Gadang, Kota Malang, dua hari sebelum keberangkatan.
Sastro adalah potret langka dari ketekunan dan kesahajaan. Ia masih bugar berkat rutinitasnya sebagai petani di kampung halamannya. “Biasanya jalan-jalan kalau saya di sana, ya. Ke sawah, ke tegalan. Lihat tanaman-tanaman,” katanya, mengenang hari-hari di ladang yang baginya adalah ruang hidup sekaligus latihan fisik alami.
Kepergian Sastro ke Tanah Suci bukan hal dadakan. Ia pernah menunaikan umrah pada 2015, lalu mendaftarkan diri untuk haji pada 2019. Enam tahun kemudian, panggilan itu datang juga. “Ya, senang saja rasanya. Ingin ke Tanah Suci itu, kan,” ujarnya, sembari tersenyum tipis.
Mengenai cuaca ekstrem yang kerap menerpa Arab Saudi saat musim haji, Sastro tampak santai. “Kalau di Mekah panas. Tapi kalau di rumah saya dingin. Saya biasa saja,” ucapnya ringan.
Sastro tidak sendirian. Ia akan didampingi putranya, Suparyono (54), yang juga mendaftar sebagai jemaah haji. “Kami daftar berdua. Supaya kami nanti bisa mendampingi Bapak. Karena Bapak usia sudah tua,” kata Suparyono. Ia bersyukur ayahnya masih dalam kondisi sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit kronis. “Sakit kecil-kecil ya wajar,” katanya.
Dukungan keluarga, terutama anak dan cucu, menjadi semangat tersendiri bagi Sastro. “Semangat banget. Karena didukung dengan anak cucu. Semua mendoakan,” ujar Suparyono.
Keduanya tergabung dalam kloter 77 yang diberangkatkan dari Malang pada 23 Mei melalui Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) RSI Aisyiyah. “Insya Allah nanti diberangkatkan dari Rampal dulu,” ujar Suparyono, memastikan.
Ahmad Subhan, Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Kota Malang, menyebutkan bahwa terdapat 44 jemaah lansia yang berangkat tahun ini, dengan rentang usia 84 hingga 95 tahun. Sastro menjadi yang tertua. Sementara jemaah termuda, menurut Subhan, diperkirakan berusia sekitar 20 tahun.
Para jemaah dari Malang tergabung dalam kloter 76, 77, 80, dan 81 bersama jemaah dari Kabupaten Malang dan Kota Batu. “Ada tiga CJH yang batal berangkat. Satu karena meninggal dunia, dan dua karena alasan kesehatan,” kata Subhan.
Mereka yang berangkat tahun ini telah mendaftar sejak 2012—menanti selama 13 tahun untuk dipanggil ke Baitullah.
Subhan juga menegaskan bahwa keluarga hanya boleh mengantar sampai titik keberangkatan seperti Rampal, Kompi Angmor, atau Balai Kota. Dari sana, jemaah akan dibawa petugas ke Asrama Haji.
Semua jemaah yang berangkat telah melalui skrining kesehatan dan dinyatakan istitoah. “Sehat itu ada yang istitoah murni, ada yang istitoah sehat dengan pendampingan obat,” jelas Subhan. Hipertensi menjadi penyakit penyerta terbanyak, disusul gula darah dan lainnya.
Untuk menghadapi panas ekstrem di Arab Saudi yang bisa menembus 45-50 derajat Celsius, Kemenag membekali jemaah dengan masker dan botol semprot air. “Kalau taruh telur, bisa jadi setengah matang,” kata Subhan, menggambarkan ganasnya suhu musim haji.
Namun di tengah semua itu, ada semangat yang tak meleleh oleh panas, tak lapuk oleh usia. Sastro Wasiyo, dengan langkah lambat tapi pasti, menunjukkan bahwa untuk memenuhi panggilan suci, tak ada kata terlalu tua. Yang diperlukan hanyalah tekad, doa, dan sedikit keberanian untuk tetap melangkah.