Oleh: Radhar Tribaskoro – Bandung Initiatives
Seorang teman memberi soal, apakah virus corona itu buatan manusia atau Tuhan? Dia ingin jawaban bahwa virus itu buatan manusia karena ia tidak ingin Tuhan dijadikan kambing hitam. Sebetulnya kekuatiran dia tidak tepat, sebab Tuhan Mahapencipta, Dia menciptakan semua yang baik dan semua yang buruk. Kedengarannya kontradiktif ya?
Dalam teologi (dan juga sains?) kontradiksi tidak bisa diterima, sebab semua yang ada di alam memiliki tujuan. Saya mencoba menguraikan disini pemahaman saya tentang kontradiksi, dalam bahasa logika sederhana agar kita semua mudah memahaminya.
Saya mulai dengan sebuah contoh. Bayangkan seorang manusia yang memelihara kambing, lalu suatu ketika ia memasukkan serigala ke dalam kandang. Satu per satu kambing disantap serigala itu. Apa yang dilakukan kambing? Apakah ia akan menyalahkan manusia yang memasukkan serigala? Tentu tidak bisa, karena kambing tidak menyadari keberadaan manusia. Kalau pun menyadari ia tidak bisa berkomunikasi. Kalaupun bisa berkomunikasi ia tidak bisa perintah manusia.
Itulah juga yang dihadapi manusia. Ia belum tentu menyadari keberadaan Tuhan. Ia belum tentu tahu cara berkomunikasi dengan Tuhan. Lebih dari itu ia tidak bisa perintah Tuhan. Ia hanya bisa berdoa tapi ia tidak akan pernah tahu kapan doanya dikabulkan.
Kalau kita percaya Tuhan kita mestinya tahu bahwa Tuhan tidak bekerja melalui keajaiban (mukjizat). Misalnya, dari tidak ada menjadi ada. Kemampuan istimewa itu hanya kadang2 saja Dia tunjukkan, melalui rasulNya. Kita tahu Dia tidak akan mengirimkan rasul lagi, dengan sendirinya tidak ada keajaiban lagi.
Selebihnya, bagi manusia biasa, Tuhan bekerja melalui (hukum) alam. Kalau kamu mau makan, bekerjalah. Kalau mau pintar, belajar. Kalau mau kaya, berhemat. Kuasai ilmu pengetahuan dan sains, karena keduanya adalah cara untuk mengerti hukum-hukum alam. Orang yang mengerti sains, mengerti cara kerja alam. Ia berjalan makin mendekati kebenaran.
Pertanyaan “kenapa Tuhan biarkan saya menderita” hanya setengah benar. Mengapa?
Kematian, penderitaan, kesedihan, kebahagiaan, semua adalah respon biologis dan psikologis yang muncul karena suatu sebab. Seseorang terantuk kakinya, terjatuh tepat di depan roda truk yang melintas. Mati dia. Apakah itu salah Tuhan, salah batu, atau salah truk? Seseorang menderita karena miskin. Itu salah majikan yang pelit? Pendidikan yang tidak lulus SD? Sistem menindas?
Paling mudah tentu menyalahkan Tuhan.
Yang sering kita lupa. Tuhan tidak menciptakan manusia sendirian. Tuhan juga menciptakan alam. Manusia dan alam saling berhubungan dalam pola sebab-akibat. Sesuatu itu pasti ada asal-usulnya. Kejadian pasti ada sebabnya.
Sebab bisa remeh bisa pelik. Bisa remeh tetapi karena berlangsung lama menjadi pelik. Lantas siapa yang menciptakan sebab?
Misalnya, coronavirus. Coronavirus adalah ciptaan Tuhan karena virus itu hidup dan bekerja sepenuhnya mengikuti hukum Tuhan.
Virus itu berasal dari virus lain yang tidak berbahaya namun berevolusi menjadi virus sangat berbahaya, dari virus yang menulari hewan menjadi menulari manusia. Virus adalah makhluk yang berevolusi. Evolusi adalah proses adaptasi mahluk hidup dengan lingkungannya. Kita bisa melihat evolusi sebagai hukum Tuhan yang mengatur bagaimana makhluk hidup dari waktu ke waktu memperbaiki kualitas hidupnya dengan belajar dari alam sekitarnya.
Tuhan menciptakan sebab. Ia adalah sebab dari semua sebab. Prima causa! Orang itu mati karena batu dan truk. Sementara batu dan truk bisa ada di sana karena Tuhan menghendaki. Saya tidak bisa mengubah kenyataan ini.
Tetapi saya bisa mengubah kenyataan saya dengan coronavirus. Virus itu tidak bisa menjangkiti saya bila saya bisa menjaga mata, hidung dan tenggorokan saya. Caranya saya bisa memakai masker, saya menjaga jarak, saya selalu membasuh tangan dan saya mendukung kebijakan lockdown pemerintah.
Saya bisa melakukan itu semua karena saya dianugerahi akal olehNya. Jadi kalau saya nanti bisa menaklukkan coronavirus, itu juga atas kehendakNya.
Saya telah bilang di atas bahwa coronavirus adalah ciptaan Tuhan. Ketika saya menaklukkan virus itu apakah saya telah mengalahkan Tuhan?
Tentu saja tidak. Sebab saya dan virus itu masih berada dalam hubungan sebab-akibat yang Ia ciptakan. Kalau Dia ijinkan virus memodifikasi kemampuannya sedikit saja, misal virus itu bisa terbang jauh tanpa droplet, separuh bumi ini sudah jadi mayat.
Coronavirus telah bekerja sebaik-baiknya sesuai dengan hukum Tuhan yang berlaku pada dirinya. Dalam pengertian itu kita memahami çoronavirus sebagai ciptaan Tuhan. Apakah virus itu diciptakan untuk menghukum manusia yang berdosa? Mungkin saja, apabila kita menganggap Tuhan murka karena ketidakmampuan manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan yang Dia ciptakan untuk melawan virus. Orang bodoh cepat mati, begitu hukumnya ‘kan?
Jadi kalau anda mengaku hamba Tuhan jangan jadi orang bodoh. Anda harus bekerja keras mempelajari hukum-hukum Tuhan agar bisa mengalahkan coronavirus.
Saya yakin Tuhan suka itu. Nanti Dia akan bikin virus yang lebih pintar lagi. Tetapi sebaiknya kita melihatnya lebih sebagai tantangan bukan sebagai hukuman. Kita melihatnya sebagai cara Tuhan untuk membikin kita menjadi jauh lebih lebih lebih pintar lagi.