Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Try Sutrisno, Wakil Presiden RI 1993-1998, bersama sejumlah purnawirawan jenderal lainnya mengusulkan kepada MPR agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka diganti.
Beberapa hari kemudian, justru anak Try Sutrisno, yakni Letnan Jenderal Kunto Arief Wibowo dimutasi dari jabatannya sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I.
Mutasi Kunto bersama 236 perwira tinggi lainnya itu tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tanggal 29 April 2025 tantang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Total ada 237 pati yang dimutasi, terdiri dari 109 pati TNI Angkatan Darat (AD), 64 pati TNI Angkatan Laut (AL) dan 64 pati TNI Angkatan Udara (AU).
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi dalam keterangannya yang dilansir media, Rabu (30/4/2025), menyatakan, mutasi dan rotasi tersebut merupakan bagian dari proses regenerasi kepemimpinan, penyegaran organisasi, serta penyesuaian terhadap kebutuhan strategis yang terus berkembang di tubuh TNI.
Baca : https://fusilatnews.com/jabatan-karier-yang-tak-berdaulat-dibawah-ketiak-pejabat-politik/
Meski demikian, mutasi terhadap Kunto Arief Wibowo itu memunculkan tanda tanya besar: adakah korelasinya dengan langkah ayahnya, Try Sutrisno agar Gibran diganti?
Pasalnya, Kunto terbilang relatif sebentar menjabat Pangkogabwilhan I. Kunto baru menduduki jabatan tersebut per Januari 2025. Artinya, baru tiga bulan ia menjabat.
Untuk jabatan perwira tinggi, memang bisa dikatakan sebagai jabatan “politik”, karena yang paling menentukan adalah Presiden selaku Panglima Tertinggi, di samping Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti). Siapa yang mempunyai kedekatan dengan Presiden/Wakil Presiden atau orang-orang di sekitar Presiden/Wapres, kebanyakan akan mendapatkan prioritas.
Sebut saja Kepala Staf TNI AD Jenderal Maruli Simanjuntak yang merupakan menantu Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) di era Presiden Prabowo Subianto, dan menteri segala menteri di era Presiden Joko Widodo.
Di era Jokowi, Panglima TNI dijabat Hadi Tjahjanto yang sudah punya kedekatan personal sejak menjadi Walikota Surakarta, Jawa Tengah.
Pun penggantinya, Andika Perkasa yang merupakan menantu Hendropriyono yang dekat dengan Jokowi.
Begitu pun ajudan Presiden/Wapres yang juga lebih mendapat prioritas kursi jabatan empuk.
Jangankan perwira tinggi, perwira menengah semacam Letnan Kolonel Teddy Wijaya saja mendapatkan jabatan empuk sebagai Sekretaris Kabinet karena kedekatannya dengan Prabowo.
Semasa Susilo Bambang Yudhoyono menjabat Presiden, adik iparnya, Pramono Edhie Wibowo juga diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tahun 2012. Mendiang Pramono adalah adik kandung mendiang Ibu Ani Yudhoyono alias anak dari mendiang Sarwo Edhie Wibowo.
Selain profesionalitas, Presiden/Wapres juga butuh kepercayaan dan kenyamanan dari orang-orang di sekelilingnya. Sebab itu, penunjukan orang dekat Presiden/Wapres sebagai pejabat militer merupakan sesuatu yang tak terelakkan.
Sebaliknya, pejabat militer yang bisa menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan bagi Presiden/Wapres, meskipun profesional, kapan pun yang bersangkutan bisa diganti.
Ah, seandainya Pak Try tidak mengusulkan agar Gibran dicopot, mungkin anaknya, Kunto Arief Wibowo hingga kini belum dicopot.
Alhasil, ternyata karier militer tidak seperti di ruang hampa yang steril atau tak terpengaruh oleh dinamika dan angin politik. Karier militer pun terpengaruh dinamika dan angin politik. Itulah!