Program 100 hari kerja sering kali dijadikan tolak ukur awal keberhasilan seorang presiden baru. Namun, dalam konteks Prabowo Subianto, janji-janji ambisius yang mungkin ia buat selama kampanye tidak akan mudah dilaksanakan. Kenyataannya, hingga akhir Desember 2024, tangan Prabowo akan terikat oleh aturan dan anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintahan sebelumnya, yaitu rezim Jokowi.
Tersandera APBN 2024
Periode antara November dan Desember 2024 akan menjadi masa transisi di mana Prabowo tidak memiliki ruang gerak yang cukup untuk mewujudkan janji-janji politiknya. Salah satu tantangan terbesar adalah Undang-Undang APBN 2024 yang telah disusun dan disahkan oleh pemerintahan Jokowi. UU APBN 2024 ini bukan hanya sekadar anggaran, tetapi juga cetak biru bagi kebijakan dan program kerja yang harus diimplementasikan oleh pemerintahan berikutnya.
Dalam hal ini, Prabowo tidak memiliki pilihan selain menjalankan program kerja yang telah disusun oleh pendahulunya. Keterbatasan ini berarti bahwa Prabowo tidak dapat memulai program 100 hari yang idealis dan independen, karena program dan anggarannya telah diatur dalam rancangan APBN yang tidak ia buat.
APBN 2025: Warisan Jokowi
Lebih jauh lagi, meskipun Prabowo mungkin berharap untuk memulai inisiatif baru di awal 2025, faktanya APBN 2025 sudah selesai disusun pada April hingga Agustus 2024 melalui proses musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) di bawah pemerintahan Jokowi. Artinya, Prabowo akan tetap harus bekerja dalam kerangka kebijakan yang disusun oleh Jokowi hingga akhir 2025.
Kenyataan ini membuat janji-janji Prabowo tentang program 100 hari kerja tidak lebih dari “omong-omong belaka.” Janji ambisius untuk segera menghadirkan perubahan drastis akan sulit terealisasi karena secara praktis, ia harus melanjutkan program yang sudah ada, bukan memulai dari awal.
Tantangan Politik dan Persepsi Publik
Tidak hanya keterikatan pada APBN, Prabowo juga menghadapi tantangan dalam hal persepsi publik. Banyak yang berharap pada kepemimpinannya untuk segera menghadirkan perubahan. Jika dalam 100 hari pertama ini Prabowo gagal memenuhi ekspektasi, maka kredibilitasnya di mata publik bisa merosot. Ini menjadi tantangan besar dalam menjaga popularitasnya di tengah kondisi politik yang serba terikat.
Kenyataan bahwa APBN 2024 dan 2025 adalah “warisan” Jokowi juga bisa dimanfaatkan oleh lawan politiknya untuk menyerang dan menuding Prabowo sebagai presiden yang gagal memimpin, meski ia baru menjabat.
Apa yang Bisa Dilakukan Prabowo?
Meski terbatas, Prabowo masih bisa melakukan beberapa langkah strategis, seperti memperkuat tim kabinetnya, memastikan transisi yang mulus, serta membangun komunikasi politik yang baik dengan parlemen dan pemangku kepentingan. Namun, untuk mewujudkan perubahan yang lebih signifikan, tampaknya kita harus menunggu hingga 2026, saat Prabowo bisa bekerja dengan anggaran yang benar-benar ia susun sendiri.
Kesimpulannya, program 100 hari kerja Prabowo tidak akan lebih dari sekadar wacana hingga ia memiliki kontrol penuh atas kebijakan anggaran. Untuk saat ini, janji-janji besar hanya akan berakhir sebagai omong-omong belaka, sementara ia harus menjalankan program yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya.