Inkonsistensi Pemerintah terhadap pelaksanaan Pemilihan umum (Pemilu) membuat publik bertanya-tanya. Bila pada 2020 Pemerintah “ngotot” melaksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada), kini sikap diam terhadap wacana penundaan Pemilu 2024 membuat Pemerintah terkesan setuju. Pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 memang sempat diwarnai pro dan kontra. Alasannya adalah karena Pandemi Covid-19. Sebagian pihak menilai, pilkada serentak membuka potensi terjadinya penularan virus yang lebih masif di tengah masyarakat. Oleh karena itu perlu ditunda hingga kondisi pandemi mereda dan memungkinkan dilakukan Pilkada serentak.
Di sisi lain, pilkada dinilai harus dilaksanakan demi mendapatkan pemimpin-pemimpin di daerah yang bisa menangani pandemi dengan maksimal. Selain itu, alasan mendongkrak perekonomian masyarakat turut jadi salah satu alasan yang dikemukan agar Pilkada Serentak 2020 tetap digelar. “Pilkada merupakan program padat karya yang dapat menjadi stimulus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Tito dikutip dari siaran pers Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jumat (25/9/2020).
Saat itu, ia mengatakan total anggaran sebesar Rp 15 triliun banyak terserap oleh pihak-pihak terkait Pilkada. Antara lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang hampir menyerap 99 persen, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang sudah hampir 98 persen, serta aparat keamanan sebesar 61,90 persen. “Sebagian besar, 60 persen anggaran itu digunakan untuk para penyelenggara, artinya program padat karya terjadi,” jelas Tito.
“Sebanyak 20 persen untuk alat pilkada, 20 persennya untuk melindungi dari Covid-19 bagi para petugas penyelenggara, pengamanan, maupun para pemilih di TPS. Jadi ini sebetulnya bisa membangkitkan ekonomi,” lanjut dia. Sementara, wacana penundaan Pemilu 2024 yang berujung pada perpanjangan masa jabatan kekuasaan sebagian besar juga dengan alasan ekonomi akibat Pandemi Covid-19. Isu soal perpanjangan masa jabatan kekuasaan, termasuk presiden, sudah beberapa kali mengemuka. Hanya saja banyak kalangan menuduh isu ini sengaja digelontorkan karena keingininan Pemerintah. Sebab, setidaknya ada 2 tokoh di Kabinet Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang melempar wacana ini.
Pada awal Januari lalu, Kepala Badan Koordinasi Penanam Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjadi pihak Pemerintah yang menunjukkan keinginannya agar Pemilu 2024 ditunda. Alasannya karena Indonesia masih memerlukan waktu untuk memulihkan perekonomian nasional yang terdampak Pandemi Covid-19. Menurut Bahlil, para pengusaha ingin penyelenggaraan peralihan kepemimpinan nasional itu ditunda. “Kalau kita mengecek di dunia usaha, rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini, dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan, itu jauh lebih baik,” kata Bahlil dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia, Minggu (9/1/2022).
“Kenapa, karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik. Jadi itu hasil diskusi saya sama mereka,” sambungnya.
Wacana penundaan pemilu kembali berkembang dari pernyataan yang disampaikan oleh Wakil Ketua DPR sekaligus Ketum PKB Muhaimin Iskandar. Usulan penundaan Pemilu 2024 disampaikan Muhaimin karena alasan ekonomi. Ia mengaku mendengar masukan dari para pengusaha, pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hingga analis ekonomi. Muhaimin mengusulkan supaya Pemilu 2024 ditunda satu hingga dua tahun Menurut dia, usulan itu muncul karena dia tidak ingin ekonomi Indonesia mengalami pembekuan setelah dua tahun stagnan akibat pandemi Covid-19.
Pria yang akrab disapa Cak Imin ini mengatakan, selama 2022-2023 akan ada banyak momentum untuk memulihkan ekonomi. Sementara, gelaran pemilu ia nilai bisa mengganggu prospek ekonomi. “Dari kunjungan saya ke daerah dan melihat prospek yang sangat positif ke depan ini, momentum ini tidak boleh diabaikan. Momentum yang baik-baik ini ke depan tidak boleh diabaikan,” kata Cak Imin, dikutip dari keterangan persnya, Rabu (23/2/2022). Usulan yang dilempar Cak Imin disambut oleh Wakil Ketua MPR yang juga Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketum Golkar Airlangga Hartarto.
Beda Sikap Airlangga Hartarto
Sama seperti Cak Imin, Airlangga mengaku mendapat aspirasi masyarakat. Adapun aspirasi itu disebut didapatnya dari petani di Kabupaten Siak, Riau, di tengah-tengah kunjungan kerjanya selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, pada Kamis (24/2/2022). Menurut dia, aspirasi berisi mengenai keinginan petani di Siak terhadap keberlanjutan pemerintahan Jokowi hingga bisa menjabat selama 3 periode. “Aspirasinya kami tangkap tentang keinginan adanya kebijakan berkelanjutan dan juga ada aspirasi kebijakan yang sama bisa terus berjalan,” ucap Airlangga, dikutip dari siaran pers. “Kami akan bicarakan aspirasi ini dengan pemimpin partai politik yang lain, dan bagi kami, bagi partai Golkar aspirasi rakyat adalah aspirasi partai, oleh karena kami akan terus menerima aspirasi rakyat dan tentu akan disalurkan,” tambahnya. Namun, sikap Airlangga Hartarto berbeda saat Pilkada Serentak 2020.
Airlangga menjadi salah satu pihak dari Pemerintah yang mengungkapkan pentingnya Pilkada digelar tahun 2020 di tengah Pandemi Covid-19. Ia mengatakan, Pilkada 2020 menjadi salah satu harapan untuk meningkatkan belanja dan produksi masyarakat. Sebab, menurutnya, dana yang berputar selama kampanye pilkada nanti cukup besar. Bahkan, diperkirakan perputaran uang tersebut akan mencapai Rp 35 triliun. Selain itu, dana dalam Pilkada 2020 tidak hanya disiapkan pemerintah, tapi juga para kontestan. “Dana yang beredar untuk pilkada untuk penyelenggaraan Rp 24 triliun. Kemungkinan dana yang dikeluarkan para calon bupati, wali kota, gubernur itu bisa mencapai minimal Rp 10 triliun sendiri. Jadi saat pilkada kemungkinan Rp 34-35 triliun,” ujar Airlangga. Hal tersebut dikatakan Airlangga kepada media dalam menyikapi pertumbuhan ekonomi kuartal II, Rabu (5/8/2020).
Airlangga menambahkan, pilkada bisa memberi efek meningkatkan kegiatan perekonomian dan meningkatkan perputaran uang yang tak sedikit. Pilkada dinilai jadi ajang peningkatan sektor konsumsi masyarakat karena kebutuhan alat peraga pilkada seperti kaos, poster dan kegiatan kampanye lainnya akan dibelanjakan pemerintah daerah dan para kontestan. Tak jarang pula selama kampanye pilkada nanti permintaan pasar terhadap sembako juga meningkat. Dari situ, Airlangga pun berpandangan hal ini tentu saja akan membuat kebutuhan belanja masyarakat meningkat dan diharapkan mendorong perekonomian nasional untuk kembali menguat. “Dana beredar akan meningkatkan konsumsi masyarakat terutama untuk alat-alat peraga bagi calon, termasuk di antaranya masker, hand sanitizer dan alat kesehatan lain,” ungkapnya. Sama dengan Airlangga, PBNU juga memiliki sikap berbeda.
Seperti diketahui, PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) merupakan salah satu organisasi agama besar yang pandangannya selalu dipertimbangkan oleh Pemerintah. PBNU yang saat itu dipimpin oleh Said Aqil Siroj menolak pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Menurutnya, dengan adanya pandemi Covid-19, prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah seharusnya diorientasikan pada pengentasan krisis kesehatan. Kini, PBNU di bawah kepemimpinan Yahya Cholil Staquf tampak setuju dengan penundaan Pemilu 2024. “Ada usulan penundaan pemilu dan saya rasa ini masuk akal, mengingat berbagai persoalan yang muncul dan dihadapi bangsa ini,” kata Gus Yahya di Pondok Pesantren Darussalam Pinagar, Pasaman Barat, Sumatera Barat, dikutip dari Antara, Minggu (27/2/2022), seperti dikutip dari Kompas.tv.
Sikap Jokowi dipertanyakan
Jokowi sempat menyatakan menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden beberapa waktu lalu. Namun Jokowi belum bersikap usai wacana penundaan Pemilu 2024 dikeluarkan oleh sejumlah “orang dekatnya”. Padahal isu tersebut tidak sesuai dengan konstitusi negara. Ketidaktegasan Jokowi membuat berbagai pihak curiga, termasuk dari kalangan oposisi. Politikus Partai Demokrat, Benny Kabur Harman mengatakan ada pihak yang lempar batu sembunyi tangan dalam usulan penundaan Pemilu 2024. Benny lalu menduga kuat justru Jokowi sendiri yang sebenarnya menginginkan Pemilu 2024 ditunda. Ia juga mengingatkan mayoritas rakyat tak menginginkan perpanjangan masa jabatan presiden, berdasarkan hasil sejumlah negara survei.
“Kalau saya amati apa yang disampaikan Bahlil, ketua umum PKB, dan ketua umum PAN itu kan panggung depan saja, jadi panggung belakangnya ada, jadi nampaknya lempar batu sembunyi tangan,” ucap Benny Kabur Harman dalam Program Satu Meja The Forum KOMPAS TV bersama jurnalis senior Harian Kompas, Budiman Tanuredjo, Rabu (2/3/2022), seperti dikutip dari Kompas.tv. “Menurut saya panggung belakangnya ini ada dugaan kuat Istana yang bermain di belakang ini. Menurut saya, Pak Jokowi yang punya keinginan untuk memperpanjang masa jabatannya dua periode,” imbuh dia. Selain Demokrat, PKS juga mempertanyakan sikap Jokowi. Sebab sejauh ini Jokowi belum menyampaikan pendapat atau pandangannya terkait penundaan Pemilu 2024. “Diamnya Pak Jokowi bisa multitafsir karena bisa dianggap mendukung penundaan pemilu. Terlebih, ide-ide tersebut muncul dari partai pendukung pemerintah,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Kamis (3/3/2022).
Sumber : Kompas.com