JAKARTA, Sekelompok aktivis lingkungan hidup dan hak asasi manusia Indonesia telah mengajukan gugatan terhadap Jepang, menuntut diakhirinya pelepasan air radioaktif yang telah diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima yang lumpuh ke Samudera Pasifik, yang dimulai pada musim panas lalu.
Marthin Hadiwinata, anggota organisasi lingkungan hidup setempat Ekomarin dan salah satu penggugat, mengatakan pelepasan air limbah nuklir yang diolah “akan berdampak langsung pada ekosistem Indonesia,” dan menegaskan bahwa produk makanan laut yang terkontaminasi oleh air tersebut menimbulkan bahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya.
Setelah gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Kamis, Marthin mengatakan pada konferensi pers bahwa mereka mencurigai makanan laut yang ditangkap di perairan Indonesia dan yang diimpor dari Jepang telah terkontaminasi zat radioaktif, mengutip beberapa penelitian tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Para aktivis mengatakan dalam pernyataannya bahwa mereka memutuskan untuk membawa kasus ini ke pengadilan setelah pemerintah Jepang tidak menanggapi pengaduan yang mereka sampaikan melalui Kedutaan Besar Jepang di Jakarta.
Pada konferensi pers, Gina Sabrina dari Asosiasi Organisasi Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia mengatakan para aktivis menuntut Jepang berhenti membuang air limbah, dan juga menuntut Tokyo membayar ganti rugi sebesar 1 triliun rupiah ($64 juta) kepada penggugat atas pencemaran tersebut.
Pengadilan menyatakan akan memutuskan tanggal sidang pertama nanti.
Bulan lalu, Badan Energi Atom Internasional mengatakan dalam laporan lengkap pertamanya sejak pelepasan air dimulai pada Agustus tahun lalu bahwa pembuangan air radioaktif yang telah diolah ke laut oleh Jepang konsisten dengan standar keselamatan internasional.
Pemerintah Jepang dan operator pembangkit listrik, Tokyo Electric Power Company Holdings Inc, berpendapat bahwa pembuangan air limbah merupakan langkah penting menuju penghentian pembangkit listrik Fukushima Daiichi yang mengalami krisis nuklir yang dipicu oleh gempa bumi besar dan tsunami pada tahun 2011.
© KYODO