Jakarta-FusilatNew – Protes yang diajukan Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap perubahan permohonan praperadilan yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk pengamat hukum Damai Hari Lubis. Menurutnya, tindakan KPK yang mempertanyakan perubahan permohonan tersebut menunjukkan ketidakpahaman lembaga antirasuah ini terhadap prosedur hukum acara yang berlaku.
Hak Pemohon untuk Mengubah Permohonan
Dalam sistem hukum acara di Indonesia, pemohon praperadilan memiliki hak untuk mengubah isi gugatan sepanjang termohon atau tergugat belum memberikan jawabannya terhadap permohonan tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku dalam sistem peradilan pidana, yang memberikan ruang bagi pemohon untuk menyesuaikan dalil dan argumen hukumnya sebelum ada tanggapan resmi dari pihak termohon.
Dalam kasus ini, KPK tidak menghadiri sidang pertama praperadilan yang diajukan oleh Hasto. Dengan demikian, saat perubahan permohonan dilakukan, KPK belum memberikan jawaban resmi atas gugatan awal. Oleh karena itu, perubahan yang dilakukan oleh Hasto bukanlah sebuah bentuk kecurangan atau tindakan yang dapat dikategorikan sebagai “menzalimi”, sebagaimana diklaim oleh KPK. Sebaliknya, hal ini merupakan hak hukum yang sah yang dijamin oleh prosedur hukum acara.
KPK Harus Memahami Hukum Acara dengan Baik
Damai Hari Lubis menegaskan bahwa KPK sebagai lembaga penegak hukum seharusnya memahami dengan baik metode hukum acara yang berlaku. Jika KPK gagal memahami prinsip dasar ini, maka parameter penegakan hukum yang mereka jalankan dapat berisiko membahayakan hak-hak masyarakat, khususnya bagi pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam banyak kasus, status tersangka yang diberikan oleh KPK tidak selalu berujung pada vonis bersalah di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). Ada banyak contoh di mana seorang tersangka akhirnya divonis tidak bersalah oleh hakim. Oleh karena itu, KPK harus memahami dan menerapkan asas hukum “praduga tak bersalah” sebagaimana yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kegagalan memahami asas ini dapat merusak kredibilitas KPK dan menciptakan ketidakadilan dalam proses hukum.
Apa Kata KPK?
KPK menyebut bahwa perubahan permohonan praperadilan oleh Hasto merupakan tindakan yang tidak adil dan “menzalimi”. Namun, pandangan ini justru memperlihatkan lemahnya pemahaman KPK terhadap hukum acara. Jika KPK benar-benar menguasai prosedur hukum yang berlaku, maka mereka seharusnya memahami bahwa perubahan permohonan oleh pemohon sebelum ada jawaban dari termohon adalah hal yang sah.
Sebagai lembaga penegak hukum yang memiliki kewenangan besar dalam pemberantasan korupsi, KPK seharusnya memastikan bahwa setiap langkah yang mereka ambil sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Kesalahan dalam memahami hukum acara bisa berdampak serius, bukan hanya bagi individu yang mereka tetapkan sebagai tersangka, tetapi juga bagi kredibilitas lembaga itu sendiri.
Dengan demikian, kritik Damai Hari Lubis terhadap KPK dalam kasus ini menjadi pengingat penting bahwa penegakan hukum tidak boleh dilakukan dengan cara yang serampangan. KPK harus memahami bahwa hukum bukan hanya tentang menindak korupsi, tetapi juga tentang memastikan bahwa setiap proses yang dilakukan sesuai dengan prinsip keadilan dan hukum acara yang berlaku.