Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo – Gibran, Drajad Wibowo, mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, sekitar 45 persen pendapatan negara akan habis hanya untuk membiayai utang. Menurut proyeksi, penerimaan negara yang terdiri dari perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta hibah ditetapkan mencapai Rp 3.005 triliun. Meskipun angka ini terlihat signifikan, beban pembiayaan utang yang tinggi menimbulkan pertanyaan serius tentang kemampuan pemerintah untuk menjalankan kebijakan fiskal yang lebih fleksibel dan progresif.
Tantangan Keuangan: Beban Utang yang Membengkak
Fakta bahwa hampir setengah dari penerimaan negara akan dialokasikan untuk membayar utang menunjukkan bagaimana utang publik telah menjadi salah satu tantangan besar bagi stabilitas fiskal Indonesia. Utang tersebut tidak hanya berasal dari pinjaman luar negeri tetapi juga dari surat utang domestik yang diterbitkan oleh pemerintah untuk menutup defisit anggaran.
Beban utang yang membengkak ini memiliki konsekuensi langsung bagi kemampuan pemerintah dalam melakukan pembiayaan belanja produktif lainnya, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga penanggulangan kemiskinan. Dengan alokasi yang besar untuk pembayaran utang, ruang fiskal semakin sempit, yang berarti alokasi untuk sektor-sektor penting dalam pembangunan nasional akan sangat terbatas.
Ancaman Terhadap Stabilitas Ekonomi dan Ketahanan Fiskal
Drajad Wibowo menggarisbawahi dampak dari tingginya pembayaran utang terhadap kesehatan fiskal Indonesia di masa depan. Jika utang terus menggerus pendapatan negara, akan semakin sulit bagi pemerintahan Prabowo untuk menjalankan program-program strategis tanpa harus mengorbankan pengeluaran penting lainnya. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa mengancam stabilitas ekonomi dan mengurangi ketahanan fiskal Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan global seperti fluktuasi ekonomi internasional atau potensi krisis keuangan.
Di tengah pertumbuhan ekonomi yang diprediksi tidak akan mengalami lonjakan besar, tekanan pembayaran utang ini juga akan memperlambat kemampuan pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat daya beli masyarakat, serta memperbaiki pelayanan publik.
Kebijakan Fiskal yang Harus Adaptif
Situasi ini menuntut kebijakan fiskal yang lebih adaptif dan proaktif dalam mengelola beban utang. Pemerintah perlu meningkatkan penerimaan negara melalui reformasi perpajakan yang lebih efektif dan efisien, sekaligus memastikan kebijakan pengeluaran negara lebih terfokus pada pengeluaran yang produktif dan berdampak jangka panjang. Selain itu, disiplin anggaran dan transparansi dalam pengelolaan utang juga harus menjadi prioritas agar negara tidak terjebak dalam krisis utang berkepanjangan.
Harapan Terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran
Dengan proyeksi beban utang yang tinggi, pemerintahan Prabowo-Gibran akan menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan antara pengelolaan utang dan pemenuhan kebutuhan pembangunan. Pemerintah yang baru nanti harus berkomitmen untuk tidak hanya mengurangi beban utang, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam, memperbaiki tata kelola ekonomi, dan meningkatkan kerjasama dengan pihak swasta untuk pembiayaan infrastruktur tanpa menambah beban utang negara.
Selain itu, menjaga kepercayaan pasar dan investor adalah kunci utama. Pemerintah harus mampu menunjukkan bahwa meskipun menghadapi tantangan utang yang berat, Indonesia masih dapat dikelola dengan bijak dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Pernyataan Drajad Wibowo tentang 45 persen pendapatan negara yang akan habis untuk membayar utang pada 2025 menandakan bahwa Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan keuangan negara. Pemerintah harus bergerak cepat untuk mengurangi ketergantungan pada utang dan menciptakan strategi fiskal yang lebih berkelanjutan. Jika tidak, Indonesia berisiko terperangkap dalam lingkaran utang yang semakin mempersempit ruang gerak fiskal, membatasi pertumbuhan, dan melemahkan ekonomi nasional di masa depan.