Fusilatnews – Seorang gubernur semestinya menjadi pengayom, bukan pencipta konflik. Namun, kebijakan Bobby Nasution merazia kendaraan berpelat Aceh justru mengingatkan kita pada wajah kekuasaan yang gegabah, emosional, dan keliru memahami kewenangan. Apa yang dilakukan Bobby bukan hanya salah kaprah, tetapi juga mencederai prinsip dasar bernegara dalam bingkai NKRI.
STNK: Produk Nasional, Bukan Daerah
Mari kita tanyakan kembali, sebagaimana desakan Nasir Djamil: apakah STNK itu produk daerah? Jelas bukan! STNK adalah produk nasional, berlaku dari Sabang sampai Merauke. Lalu, atas dasar apa Bobby berani menganggap pelat Aceh tidak sah di jalanan Sumatera Utara? Jika logika ini diteruskan, maka tiap provinsi bisa seenaknya menolak pelat dari provinsi lain. Bukankah itu sama saja membubarkan prinsip persatuan Indonesia secara perlahan?
Kontra Harmoni, Menanam Benih Disintegrasi
Razia pelat Aceh ini bukan sekadar urusan administratif, tapi simbol sikap anti-harmoni. Infrastruktur jalan di Sumatera Utara dibangun dengan APBN, uang rakyat Aceh pun ikut mengalir ke sana. Jadi, apa hak Bobby membatasi akses kendaraan dari Aceh? Kebijakan ini berbahaya: ia menanam bibit disintegrasi, menciptakan kesan seolah Aceh bukan bagian dari republik yang sama.
Kepemimpinan Parsial dan Emosional
Seorang gubernur tidak boleh berpikir parsial. Jika ada kendaraan berpelat Aceh melanggar hukum, bukankah polisi punya kewenangan menindak sesuai aturan? Tugas gubernur bukanlah mengintervensi dengan kebijakan prematur yang justru membenturkan masyarakat. Di sini terlihat jelas: Bobby belum dewasa sebagai pemimpin. Kekuasaan dipakai untuk show of force, bukan untuk merawat harmoni sosial.
Kebijakan yang Layak Digugat
Kebijakan ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga cacat moral. Ia berpotensi mengganggu keamanan, menciptakan konflik horizontal, dan menodai prinsip persatuan. Maka wajar jika Komisi III DPR RI mendesak polisi bertindak tegas, bahkan menyebut kemungkinan Bobby harus diproses hukum. Dalam negara hukum, kebijakan gubernur sekalipun tidak boleh bertentangan dengan konstitusi dan semangat kebangsaan.
Penutup: Jangan Main-main dengan NKRI
Bobby mungkin ingin tampil tegas, tapi justru memperlihatkan kedangkalan logika dan miskin kebijakan. Razia pelat Aceh adalah contoh nyata salah kaprah seorang pemimpin daerah yang gagal memahami tugas utamanya: menjaga keutuhan bangsa. Gubernur bukanlah raja kecil di wilayahnya. NKRI ini bukan federasi yang masing-masing daerah bisa bikin aturan sendiri. Karena itu, kebijakan Bobby bukan sekadar salah, tapi layak disebut sebagai ancaman harmoni bangsa.