Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Jakarta – Ibarat terbawa arus sungai, Budi Arie Setiadi meraih apa pun yang ada di dekatnya supaya tidak tenggelam. Tak peduli cuma sebatang rumput liar. Itu karena bekas Menteri Komunikasi dan Informatika itu panik!
Apalagi setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan membuka peluang untuk memeriksa Budi Arie Setiadi.
Kepanikan itu dialami Ketua Umum Projo (Pro Jokowi), relawan pendukung Presiden ke-7 RI Joko Widodo, yang kini menjabat Menteri Koperasi di Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto, setelah namanya terseret dalam kasus perlindungan situs judi online yang melibatkan puluhan bekas anak buahnya di Kemkominfo, kini Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Ia tak mau menanggung risiko seorang diri. Apalagi ada wacana ia akan diperiksa polisi. Budi Arie pun akhirnya “nyakot” (menggigit) dan menyeret sejumlah nama. Siapa saja?
Ada nama bekas Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Ada nama calon presiden-wakil presiden di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Ada nama calon gubernur-wakil gubernur Jakarta di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Pramono Anung-Rano Karno.
Diberitakan, Budi Arie membantah sosok T adalah orang dekatnya. Justru ia mengklaim sosok T adalah sahabat Budi Karya Sumadi.
Sosok T dimaksud diduga adalah Zulkarnaen Apriliantony atau Tony Tomang, bekas Komisaris PT HIN, sebuah BUMN. Dugaan itu diperkuat dengan pernyataan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra ihwal penangkapan dan penetapan tersangka Zulkarnaen Apriliantony, Selasa (5/11/2024) lalu.
Tidak hanya sahabat Budi Karya, sosok T juga diklaim Budi Arie pernah menjadi tim sukses Ganjar-Mahfud, dan kini berada di barisan tim pemenangan Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024.
Namun, Budi Arie mengakui dirinyalah yang merekrut Adhi Kismanto (AK), atas rekomendasi T, setelah melihat kemampuan AK yang mengesankan. Padahal AK ini tidak lolos dalam rekrutmen resmi sebelumnya.
Menurut Budi Arie, tenaga pengawasan dan penindakan (take down) situs judi online, seperti T dan AK yang telah ditetapkan sebagai tersangka, bekerja diawasi Direktorat Pengendalian, bukan di bawah Menkominfo yang tak lain adalah dirinya.
Belakangan, T dan AK justru membuka kantor satelit di Grand Galaxy, Kota Bekasi, Jawa Barat, untuk melindungi lebih dari 1.000 situs judi online dari take down (penghapusan) Kominfo (kini Komdigi). (Inilah.com, Minggu 10 November 2024).
Mengapa Budi Arie “nyakot” nama-nama lain? Ya, itu tadi karena panik. Mengapa panik? Karena dirinyalah yang merekrut AK yang sudah menjadi tersangka. Budi Arie takut diperiksa polisi. Atau justru polisi yang takut memeriksa Budi Arie?
Tidak itu saja. Di benak Budi Arie mungkin mulai terbayang pakta integritas yang ia tanda tangani sebelum diangkat menjadi menteri oleh Prabowo yang antara lain berisi deklarasi untuk tidak korupsi.
Apalagi dalam sejumlah pidatonya, Prabowo selalu mengingatkan menteri-menterinya untuk tidak korupsi. Jika ada menterinya yang korupsi, Prabowo dengan tegas menyatakan tidak akan segan-segan mencopotnya, karena ikan busuk dimulai dari kepala.
Langkah dirinya mengangkat AK, pakta integritas yang ia tanda tangani, dan pidato Prabowo yang antikorupsi itulah yang mungkin menjadikan Budi Arie nampak sepanik ini. Apalagi ada wacana polisi akan memeriksa dirinya.
Jika polisi objektif, profesional, transparan dan tidak tebang pilih atau diskriminatif dalam mengulik kasus perlindungan situs judi online di Kemkomdigi ini, bukan tidak mungkin Budi Arie akan benar-benar terseret dalam kasus yang boleh disebut sebagai pagar makan tanaman ini.
Tapi apa pun hasilnya nanti, polisi wajib hukumnya untuk memeriksa Budi Arie, karena dialah yang merekrut AK, salah seorang tersangka.
Pertanyaannya, beranikah polisi memeriksa Budi Arie? Maklum, ia laiknya anak kesayangan Jokowi, dan Prabowo adalah pemegang tongkat estafet Jokowi.
Bahkan bisa dikatakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka adalah jilid ke-3 pemerintahan Jokowi.
Alhasil, beranikah polisi memeriksa Budi Arie?