Simbolik politik kerap kali menjadi cara paling efektif untuk menunjukkan tekad, kesetiaan, dan perlawanan. PDI Perjuangan (PDIP), partai dengan sejarah panjang pergerakan politik di Indonesia, kembali menunjukkan kapasitas simboliknya melalui peringatan ulang tahun ke-52 yang digelar di Surabaya pada Januari 2025. Di tengah gegap gempita acara tersebut, satu kegiatan mencuri perhatian: pembubuhan cap jempol darah di atas kain putih.
Ketua DPC PDIP Surabaya, Adi Sutarwijono, menjelaskan bahwa aksi ini adalah simbol kebulatan tekad dan kesetiaan mutlak kepada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Kader dari berbagai tingkat organisasi—ranting hingga anak ranting—secara bergantian membubuhkan darah mereka dengan mengenakan seragam merah yang mencerminkan identitas partai. Seolah ingin menyampaikan pesan kepada siapa pun yang berani menentang, aksi ini adalah bentuk pernyataan perang simbolis terhadap pihak-pihak yang mencoba “mengawut-awut” internal partai.
Namun, simbol ini tidak hanya berbicara soal loyalitas. Di bawah permukaan, aksi cap jempol darah ini mengandung makna strategis yang lebih dalam. Tahun 2025 adalah tahun yang sarat tantangan bagi PDIP. Kongres ke-6 yang akan digelar menjadi momentum penting untuk mengukuhkan arah partai di tengah dinamika politik yang makin kompleks, termasuk hubungan yang kian meruncing dengan mantan presiden Joko Widodo.
Jokowi: Dari Ikon Keberhasilan ke Ancaman Internal
Dalam diskusi politik yang digelar sehari setelah aksi simbolik tersebut, tema refleksi perjalanan PDIP menjadi pembicaraan utama. Namun, bayangan hubungan yang retak dengan Jokowi menjadi subteks yang tidak terhindarkan. Pemecatan Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution sebagai kader partai oleh Dewan Pimpinan Pusat menunjukkan bahwa PDIP tidak ragu mengambil langkah tegas demi menjaga “marwah” partai.
Keputusan ini bukan tanpa alasan. Bagi PDIP, Jokowi yang pernah menjadi ikon keberhasilan partai kini dianggap ancaman internal. Langkah-langkah politiknya yang dianggap keluar dari garis partai, serta kedekatannya dengan kekuatan eksternal, membuat PDIP mengambil langkah radikal. Adi Sutarwijono menyebutkan bahwa sanksi pemecatan ini adalah cara untuk menjaga disiplin partai, konstitusi, dan demokrasi, serta melindungi cita-cita perjuangan Bung Karno.
Kesetiaan yang Membara: Melampaui Loyalitas Biasa
Aksi cap jempol darah bukan sekadar perayaan ulang tahun partai; ia adalah deklarasi perang politik. Mengingat dinamika politik yang terjadi, termasuk dugaan intervensi eksternal dalam kongres mendatang, PDIP Surabaya menggunakan simbol ini untuk mengirim pesan: mereka siap melawan siapa saja yang mengancam kedaulatan partai, termasuk Jokowi dan pendukungnya.
Sebagai penegasan, Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan PDIP Surabaya, Eusebius Purwadi, menyebut bahwa aksi ini juga bertujuan “mengawal dan mengamankan kongres.” Dengan kata lain, PDIP tidak akan tinggal diam terhadap upaya apa pun yang dapat mengganggu jalannya konsolidasi internal partai.
Makna di Balik Perlawanan: Dari Darah ke Narasi Perjuangan
Darah dalam konteks simbolik politik sering kali mencerminkan pengorbanan, komitmen, dan kekuatan tak tergoyahkan. Bagi PDIP, pembubuhan cap jempol darah ini adalah pernyataan tegas bahwa mereka tidak hanya berdiri tegak menghadapi tantangan, tetapi juga siap bertarung melawan siapa pun yang dianggap membelot dari cita-cita partai, termasuk Jokowi.
Di tengah persiapan kongres yang kian memanas, aksi simbolik ini memperkuat narasi bahwa PDIP adalah partai dengan militansi yang kokoh, tidak mudah dikendalikan oleh kekuatan eksternal, dan teguh pada kepemimpinan Megawati. Dengan momentum ini, PDIP Surabaya menegaskan bahwa mereka bukan sekadar partai politik biasa; mereka adalah kekuatan yang siap tempur.
Cap jempol darah, pada akhirnya, bukan sekadar tinta merah di atas kain putih. Ia adalah deklarasi politik yang jelas: PDIP telah siap menghadapi siapa pun, termasuk mantan presiden yang pernah mereka usung, jika itu berarti mempertahankan prinsip dan cita-cita partai. Siap tempur melawan Jokowi, cap jempol darah ini bukan hanya simbol kesetiaan, tetapi juga perlawanan.