Kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum mereda di tengah merebaknya varian anyar Covid-19 Omicron. Sejak awal tahun, pertambahan kasus harian Covid-19 semakin naik hingga menembus level tertinggi sejak 6 bulan lalu.
Menurut data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, pada Sabtu kemarin (5/2/2022), ada penambahan sebanyak 33.729 kasus positif. Terakhir kali kasus harian berada di atas level tersebut adalah pada 6 Agustus 2021 yang mencapai 39.532 kasus. (Lihat grafik 1 di bawah ini).
Sementara, per Sabtu, DKI Jakarta mencatat pertambahan tertinggi dengan 12.774 kasus. Dengan pertambahan kasus per Sabtu, total kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta mencapai 965.145 kasus.
Di posisi kedua, Jawa Barat yang menyumbang sebanyak 8.053 kasus positif.
Adapun secara total, kasus konfirmasi di RI saat ini menjadi 4.480.423 kasus.
Kemudian, kasus meninggal juga bertambah sebanyak 44 orang sehingga totalnya menjadi 144.497 orang yang meninggal sejak awal Covid-19 muncul di Indonesia.
Lebih lanjut, kasus aktif bertambah 22.214 kasus dan totalnya menjadi 163.468 kasus.
Sementara itu, yang sembuh juga bertambah 10.471 kasus sehingga totalnya menjadi 4.172.458 kasus.
Menanggapi kasus yang terus meninggi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan dua koordinator PPKM Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan dan Airlangga Hartarto untuk mengevaluasi pelaksanaan PPKM.
Lantas, bagaimana gambaran umumnya?
Menurut data Covid19.go.id, per Jumat (4/2), asesmen situasi Covid-19 di Indonesia berada di level 2. (Lihat grafik 2 di bawah).
Asesmen tersebut sendiri memiliki 3 jenis kategori.
Pertama, transmisi komunitas yang berada di tingkat 2.
Indikator transmisi komunitas terdiri dari 3 domain. Salah satunya, kasus konfirmasi yang berada di tingkat 2, dengan level 46,39 per 100 ribu penduduk per minggu. Angka tersebut sedikit lagi naik ke tingkat 3 (level 50-150).
Kedua, kapasitas respons yang di level sedang. Dalam grafik terlihat, dibandingkan awal Januari, domain testing dan tracing mengalami penurunan dari memadai menjadi sedang. Namun, kabar baiknya, domain treatment masih memadai di angka 16,33 BOR (keterisian tempat tidur di rumah sakit) per minggu.
Ketiga, tingkat vaksinasi secara keseluruhan sejauh ini memadai, baik untuk vaksinasi 1 total dan vaksinasi 1 lansia.
Apabila asesmen situasi pandemi RI secara umum berada di level 2, dua provinsi penyumbang kasus harian Covid-19 tertinggi, DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jabar) tercatat lebih tinggi.
Per Jumat (4/2), asesmen situasi Covid-19 di kedua wilayah tersebut berada di level 3.
Khusus Jakarta, dari 3 kategori yang ditetapkan Kementerian Kesehatan, yang paling mencolok adalah kategori transmisi komunitas yang berada di posisi tertinggi, yakni level 4. Dari kategori ini, domain kasus konfirmasi di DKI juga di level 4, yakni di angka 499,92 per 100 ribu penduduk per minggu. Level 4 ini sudah terjadi sejak 30 Januari lalu. (Lihat grafik 3 di bawah).
Sementara, untuk rawat inap di rumah sakit (RS) berada di level 3 dan tingkat kematian berada di level 1.
Untuk kategori kapasitas respons, yang menarik perhatian adalah domain treatment. Ini ditandai oleh meningkatnya BOR dari 9,18% pada 6 Januari 2022 menjadi 55,52% per 4 Februari 2022. Sejauh ini BOR masih memadai, tetapi sedikit lagi menyentuh level sedang (60-80%).
Untuk situasi di Jabar, simak grafik 4 di bawah ini. Sementara, untuk selengkapnya, bisa klik link berikut.
Berkaca dari data di atas, bisa dilihat bahwa pertambahan kasus Covid-19 di RI, terutama di DKI dan Jabar, semakin meninggi, yang ditandai dengan asesmen situasi Covid-19 di level 3. Namun, sedikit kabar baik, sejumlah indikator (seperti BOR) sejauh ini tercatat masih sedang hingga memadai.
Saat ini, kita masih harus menunggu hasil evaluasi selanjutnya dari pemerintah soal kebijakan mobilitas masyarakat apa yang akan diambil demi menekan penyebaran virus Covid-19.
Harapannya, ada kebijakan baru dan berbeda untuk merespons lonjakan kasus Covid-19 saat ini. Bisa soal levelisasi penerapan PPKM, pengetatan aturan pada situasi tertentu hingga modifikasi penerapan aturan.
Wanti-Wanti WHO
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun memberi wanti-wanti. Bukan tidak mungkin lonjakan kasus positif corona di banyak negara belum mencapai puncaknya, masih bisa lebih tinggi lagi.
“Kami mendorong kewaspadaan karena banyak negara sepertinya belum mengalami puncak varian Omicron. Banyak negara yang vaksinasinya masih rendah,” tegas Maria Van Kerkhove, Kepala Teknis Respons Covid-19 WHO, seperti dikutip dari Reuters.
Namun, WHO tidak menyarankan negara-negara yang mengalami lonjakan kasus positif untuk mengambil langkah reaktif dengan karantina wilayah (lockdown) atau semacamnya. WHO hanya meminta agar berhati-hati jika ingin melonggarkan pembatasan sosial (social distancing).
“Kami meminta semua tetap waspada jika ingin melakukan pelonggaran. Sebab virus ini sangat dinamis,” lanjut Van Kerkhove.
“Kami tidak menyarankan kembali ke lockdown. Namun semua negara wajib melindungi rakyatnya dengan segala cara, bukan hanya vaksinasi,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, sebagaimana diwartakan Reuters.
Sejumlah negara Eropa sudah mulai mengendurkan pembatasan. Denmark dan Austria menjadi yang terbaru, mengikuti jejak Inggris, Irlandia, dan Belanda.
Prediksi soal Akhir Pandemi
Sebelumnya, WHO memprediksi pandemi COVID-19 bisa selesai di tahun 2022. Hal ini disebut bisa dicapai asalkan cakupan vaksinasi COVID-19 global bisa sesuai target.
WHO menargetkan sekitar 70 persen populasi dunia seharusnya sudah mendapat vaksin pada pertengahan tahun 2022. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menjelaskan semua negara harus bekerja sama supaya tidak ada yang cakupan vaksinasinya tertinggal.
“Inilah saatnya untuk mengatasi nasionalisme jangka pendek. Lindungi populasi dan ekonomi dari varian masa depan dengan mengakhiri ketidakadilan suplai vaksin global,” ungkap Tedros beberapa waktu lalu seperti dikutip dari situs resmi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), seperti dikutip Detik.com.
“Kita memiliki 185 hari untuk mencapai target 70 persen di awal Juli 2022. Dimulai dari sekarang,” lanjutnya.
Saat ini COVID-19 varian Delta dan Omicron masih menjadi ancaman utama yang meningkatkan kasus orang sakit dan kematian. Ada kekhawatiran Omicron yang bersirkulasi bersamaan dengan Delta bisa menjadi pemicu kembali ‘tsunami’ kasus Covid-19.
SUMBER : CNBC