Jakarta-FusilatNews — Polemik terkait pagar laut misterius yang membentang sepanjang 30 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, terus menjadi sorotan. Situasi semakin memanas dengan munculnya laporan pagar laut serupa sepanjang 8 kilometer di perairan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Isu ini bermula dari tudingan anggota DPD asal Banten, Ali Alwi, yang menyebut bahwa pagar tersebut merupakan simbol keserakahan. Ia menduga pembangunannya dilakukan oleh kelompok tertentu yang ingin menguasai ruang laut secara sepihak.
“Kalau orang serakah itu, mereka mulai dengan penguasaan fisik dulu. Awalnya pagar bambu, tapi nanti lihat saja, sebentar lagi pasti jadi pagar beton,” ujar Alwi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Alwi juga mencurigai bahwa pagar tersebut tidak dibangun secara swadaya oleh masyarakat, mengingat panjangnya mencapai lebih dari 30 kilometer di Tangerang saja. “Mau direklamasi atau apa kita belum tahu. Yang jelas, ini adalah bentuk keserakahan,” tambahnya.
Di sisi lain, Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Tangerang menyatakan bahwa pagar laut tersebut merupakan hasil swadaya masyarakat setempat. Namun, klaim ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati.
Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (13/1/2025), Susan menduga bahwa wilayah yang dipagari tersebut akan dialihfungsikan menjadi area privat untuk kepentingan reklamasi maupun pertambakan. “Pemagaran ruang laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang Banten ini jelas merupakan bentuk perampasan ruang laut,” tegasnya.
Pihak pengembang Pantai Indah Kosambi (PIK) 2 yang sempat dikaitkan dengan pembangunan pagar ini membantah keras keterlibatan mereka. “Kami tidak memiliki kaitan apapun dengan struktur pagar bambu yang dimaksud,” ujar juru bicara PIK 2.
Di perairan Kabupaten Bekasi, fenomena serupa kini terulang dengan ditemukannya pagar sepanjang 8 kilometer. Ali Alwi mendesak pemerintah dan pihak berwenang untuk segera menyelidiki pihak di balik pembangunan pagar-pagar laut ini.
“Kalau dibiarkan, ini bukan hanya soal perampasan ruang laut, tapi juga potensi konflik sosial yang lebih besar,” ujar Ali.
Polemik ini menunjukkan urgensi pengawasan terhadap pengelolaan ruang laut di Indonesia, terutama untuk mencegah terjadinya monopoli yang merugikan masyarakat pesisir.