Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Sidarto Danusubroto, bekas ajudan Bung Karno itu, membisikkan sesuatu ke telinga Megawati Soekarnoputri. Namun, putri Bung Karno itu tak begitu jelas mendengarnya. Akhirnya bisikan Sidarto itu diamplifikasi oleh Puan Maharani, putri Megawati, yang duduk di dekat Ketua Umum PDI Perjuangan itu.
Lalu, apa isi bisikan Sidarto yang kemudian diamplifikasi Puan kepada Presiden ke-5 RI itu? Presiden Prabowo Subianto mau bertemu Megawati!
Bisikan Sidarto yang juga politikus senior PDIP kepada Megawati itu terjadi dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52 PDIP di Sekolah Partai PDIP di Lenteng Agung, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).
Selasa (14/1/2025) kemarin, kepada media, Sidarto yang menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden semasa Joko Widodo menjabat Presiden ke-7 RI ini menyatakan, pertemuan antara Megawati dan Prabowo itu akan berlangsung di bulan Januari ini di tempat netral. “Ada yang akan menjembatani. Sedang dicari tanggal dan tempat yang pas,” kata Sidarto.
Di pihak lain, Jokowi bertemu dengan Prabowo dalam resepsi pernikahan Sekar Krisnauli Tanjung, putri bekas Ketua DPR RI Akbar Tandjung, di Senayan, Jakarta, Ahad (12/1/2025). Bahkan Jokowi dan Prabowo sama-sama menjadi saksi akad nikah putri Akbar Tandjung yang juga bekas Ketua Umum Partai Golkar itu.
Pertemuan Jokowi-Prabowo ini merupakan pertemuan ketiga keduanya setelah Jokowi lengser dari jabatan Presiden RI, 20 Oktober 2024. Pertemuan pertama keduanya terjadi di kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah, 23 November 2024, dan pertemuan kedua Jokowi-Prabowo terjadi 6 Desember lalu di kediaman pribadi Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Jika benar Megawati jadi bertemu Prabowo bulan ini, maka itu merupakan perwujudan dari rencana yang sudah cukup lama diagendakan. Megawati-Prabowo sebenarnya diagendakan bertemu sebelum bekas Komandan Jenderal Kopassus itu dilantik menjadi Presiden RI, 20 Oktober lalu. Namun hingga kini agenda pertemuan tersebut tak kunjung terwujud. Mengapa?
Dihalangi Jokowi
Banyak yang mensinyalir karena faktor Jokowi. Wong Solo itu disebut-sebut selalu menghalangi rencana pertemuan Prabowo-Megawati. Mengapa?
Sejak menjelang pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu, Megawati-Jokowi yang semula bersekutu menjadi seteru. Musababnya, Jokowi mengkhianati PDIP dan Megawati karena tidak mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud Md, calon presiden-wakil presiden yang diusung PDIP. Jokowi justru mendukung Prabowo yang berpasangan dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
Jokowi pun dipecat dari keanggotaan PDIP bersama Gibran, dan menantunya Bobby Nasution. Pemecatan itu diumumkan pada 16 Desember 2024.
Seminggu kemudian, tepatnya Selasa (24/12/2024), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka suap dan “obstruction of justice” atau perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Hasto merasa penetapannya sebagai tersangka merupakan politisasi hukum dan kriminalisasi terhadap dirinya akibat cawe-cawe Jokowi kepada KPK gegara dirinya suka mengkritik Jokowi dan keluarganya.
Kini, Megawati dan Jokowi seolah berebut Prabowo. Maklum, bekas Menteri Pertahanan itu kini adalah seorang Presiden yang merupakan kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Prabowo adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi di Indonesia.
Megawati dan Jokowi sama-sama sangat berkepentingan dengan Prabowo. Megawati, salah satunya, berkepentingan agar mendapatkan perlindungan politik dan hukum dari Prabowo. Begitu pun Jokowi.
Plus, Jokowi berkepentingan agar proyek-proyek pemerintahannya dilanjutkan oleh Prabowo, terutama Ibu Kota Nusantara (IKN).
Padahal, Prabowo dua kali dikalahkan oleh Jokowi dalam pilpres, yakni pada 2014 dan 2019. Namun, usai Pilpres 2019, Prabowo justru bergabung bersama Jokowi dengan menjadi Menteri Pertahanan.
Di Pilpres 2024, Prabowo didukung Jokowi yang saat itu menjabat Presiden sehingga menang. Inilah saatnya Jokowi menagih balas budi.
Hubungan antara Megawati dan Prabowo, yang diklaim Megawati selalu baik-baik saja, pun pernah diwarnai pengkhianatan. Megawati tidak melaksanakan Perjanjian Batutulis yang sudah disepakati dengan Prabowo di mana Ketua Umum PDIP itu seharusnya mendukung Prabowo sebagai capres di Pilpres 2014 setelah keduanya berpasangan sebagai capres-cawapres di Pilpres 2009. PDIP justru mengusung Jokowi di Pilpres 2014.
Akan tetapi, politik adalah kepentingan. Tak ada kawan atau lawan abadi dalam politik. Yang abadi adalah kepentingan.
Prabowo berkepentingan dengan Megawati karena PDIP merupakan pemenang Pemilu 2024 dan memegang mayoritas kursi di DPR. Prabowo butuh dukungan politik PDIP. Terbukti kemudian PDIP tidak akan menjadi oposisi, dan mendukung Prabowo kendati tidak mengirimkan kadernya ke Kabinet Merah Putih.
Sebaliknya, saat ini PDIP dan Megawati butuh perlindungan politik dan hukum dari Prabowo. Terutama setelah Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus Harun Masiku.
Banyak yang berspekulasi, Harun Masiku adalah pemegang kunci kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menyeret Sjamsul Nursalim. Kasus BLBI Sjamsul Nursalim yang terjadi semasa Megawati menjabat Presiden ini bisa menyeret istri mendiang Taufiq Kiemas ini.
Harun Masiku adalah salah seorang tim hukum Sjamsul Nursalim. Sebab itu, Megawati pun berkepentingan dengan Harun sehingga merekrutnya sebagai calon anggota legislatif DPR RI di Pemilu 2019. Bahkan Harun sampai dibela-bela menjadi Pengganti Antar Waktu (PAW) Nazaruddin Kiemas, caleg terpilih DPR RI dari PDIP di Pemilu 2019 yang meninggal dunia sebelum dilantik.
Bahkan berdasarkan data KPK, Hasto sampai mengeluarkan uang ratusan juta rupiah untuk menyuap Wahyu Setiawan, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2017-2022 demi Harun lolos menjadi anggota DPR.
Jokowi pun berkepentingan dengan Prabowo supaya mendapatkan perlindungan hukum dari KPK. Maklum, setelah lengser Jokowi dan keluarganya banyak dilaporkan ke KPK. Apalagi setelah Jokowi menjadi finalis pemimpin terkorup di dunia versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Plus, Hasto mengancam akan membongkar skandal dugaan korupsi Jokowi dan keluarganya.
Memang, setelah Undang-Undang (UU) KPK direvisi dari UU No 30 Tahun 2002 menjadi UU No 19 Tahun 2019 sehingga KPK masuk ke ranah kekuasaan eksekutif, Presiden lebih mudah melakukan intervensi terhadap KPK; sesuatu yang kini banyak dituduhkan publik kepada Jokowi.
Sebab itu, sekali lagi, wajar jika Megawati dan Jokowi berkepentingan dengan Prabowo demi mendapatkan perlindungan politik dan hukum agar mereka tak tersentuh KPK. Apalagi kini Jokowi tak punya partai politik.