Petisi berjudul ‘Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibu Kota Negara’ (IKN) di laman change.org telah ditandatangani 21.492 orang hingga saat ini. Petisi itu diinisiasi oleh 45 akademisi sejak 4 Februari 2022.
Salah satu inisiator, Achmad Nur Hidayat, yang juga merupakan CEO Narasi Institute menilai, tingginya antusiasme masyarakat dalam penandatanganan petisi ini menandakan UU IKN yang menjadi landasan hukum pembangunan ibu kota baru cacat aspirasi publik.
“Publik menilai telah terjadi sumbatan aspirasi masyarakat dalam penyusunan UU IKN,” kata dia melalui keterangan tertulis, Rabu, 9 Februari 2022. Dikutip Laman Tempo.co
Dia menekankan, antusiasme ini juga menjadi cerminan keberanian masyarakat dalam menyampaikan protes melalui kanal demokrasi lain, seperti kanal digital ini. Sebab kanal demokrasi yang ada seperti perwakilan di parlemen dianggap sudah tidak dapat dipercaya dalam mengawal jalannya pemerintahan.
Antusiasme publik terkait petisi juga berarti publik melihat terjadi persekongkolan gelap yang perlu dilakukan perlawanan bersama yang masif melalui kanal lain karena kanal demokrasi yang ada, sudah tidak dapat dipercaya,” tegas dia.
Adapun 45 tokoh atau akademisi yang menginisiasi petisi itu diantaranya eks Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin, eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, hingga pensiunan TNI Mayor Jenderal Purnawiranan Deddy Budiman.
Dalam petisi tersebut, para inisiator penolak IKN mengajak seluruh warga Indonesia untuk mendukung mereka, meminta agar Presiden Jokowi menghentikan rencana pemindahan dan pembangunan IKN di tengah tekanan ekonomi dan sosial saat Pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Menurut mereka, tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara. Terlebih, saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru Omicron Covid-19 yang membutuhkan dana besar dari APBN dan Program Pemulihan Ekonomi Nasiobal (PEN).
“Publik merasakan penderitaan yang luar biasa dari pandemi dan kesulitan ekonomi namun pilihan pemerintah malah menghamburkan uang dan bukan menangani kesehatan publik malah justru memprioritaskan proyek yang syarat kepentingan elit oligarki,” tutur Achmad.