“Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, membuat presiden menjadi mirip menjadi dengan pimpinan organisasi mafia,” ucap Romo Magnis di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa, 2 April 2024.
Jakarta – Fusilatnews – Guru besar filsafat STF Driyarkara, Profesor Franz Magnis Suseno,dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum untuk pemilihan presiden atau PHPU Pilpres, Selasa, 2 April 2024.bertindak sebagai ahli yang diajukan oleh kubu Ganjar-Mahfud pada sidang kali ini.
Dalam pendapatnya sebagai ahli di sidang sengketa Pilpres yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini.Profesor Romo Magnis menyamakan presiden dengan pimpinan organisasi mafia
Romo Magnis mengatakan segala kesan bahwa presiden memakai kekuasaannya demi keuntungan sendiri atau demi keuntungan keluarganya adalah hal yang fatal
“Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, membuat presiden menjadi mirip menjadi dengan pimpinan organisasi mafia,” ucap Romo Magnis di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa, 2 April 2024.
Menurut dia, presiden harus menjadi milik semua pihak. Bukan hanya menjadi presiden dari pemilihnya.
Sidang kali ini adalah yang ketiga kalinya bagi perkara yang dimohonkan Ganjar-Mahfud, dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli. Sehari sebelumnya, kubu Anies-Muhaimin telah melakukan sidang dengan agenda tersebut.
Pada sidang pekan lalu pada Kamis, 28 Maret 2024, telah dilakukan sidang kedua dengan agenda mendengarkan keterangan KPU sebagai Termohon, Bawaslu sebagai Pemberi Keterangan, dan tim pembela Prabowo-Gibran sebagai pihak terkait.
5 Pelanggaran Etika dalam Pilpres 2024
Dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pilpres hari ini.
Franz Magnis Suseno, memaparkan lima poin pelanggaran etika dalam Pilpres 2024 di sidang sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Sekarang saya ke bagian pelanggaran-pelanggaran etika dalam kaitan dengan Pemilu 2024,” ujar Franz di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa, 2 April 2024.
Pertama, pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Franz mengatakan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menilai pendaftaran Gibran sebagai cawapres adalah pelanggaran etika berat.
“Penetapan seseorang sebagai calon wakil presiden—yang dimungkinkan secara hukum hanya dengan suatu pelanggaran etika berat—juga merupakan pelanggaran etika berat,” ucap Franz.
Kedua, keberpihakan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan miss used of power atau penyalahgunaan kekuasaan. Menurut Franz, Jokowi boleh saja memberi tahu harapan kemenangan salah satu calon.
“Tapi begitu dia memakai kekuasaannya untuk memberi petunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain guna mendukung salah satu paslon, serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan dalam rangka memberikan dukungan kepada paslon, itu ia melanggar tuntutan etika, bahwa ia tanpa membeda-bedakan adalah presiden semua warga negara, termasuk semua poltisi,” beber Franz.
Ketiga, nepotisme. Franz menilai, seorang presiden yang memakai kekuasaan yang diberikan oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri adalah hal yang amat memalukan. Ini membuktikan orang tersebut tidak mempunyai wawasan seorang presiden yang mendedikasikan hidup 100 persen untuk rakyat. Melainkan, kata dia, hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya
Keempat, pembagian bantuan sosial alias bansos. Franz menuturkan, bansos bukan milik presiden, tapi milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggung jawab kementerian bersangkutan dan ada aturan pembagiannya.
Dia bahkan mengibaratkan, presiden yang mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon tertentu, mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko.
“Jadi, itu pencurian ya pelanggaran etika. Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika,” ujar Franz.
Terakhir, manipulasi-manipulasi dalam proses Pemilu yang jelas. “Kalau proses Pemilu dimanipulasi, itu pelanggaran etika berat karena merupakan pembongkaran hakikat demokrasi,” kata dia.
Misalnya, ujar Franz, jika waktu untuk memilih diubah atau penghitungan suara dilakukan dengan cara yang tidak semestinya. Dia menyebut, paktik semacam itu memungkinkan kecurangan dan sama dengan sabotase pemilihan rakyat.