Pernyataan-pernyataan politik seperti itu, yang memuja tokoh-tokoh tertentu dengan penuh kekaguman dan mengangkat mereka sebagai pahlawan atau panutan, seringkali menjadi ciri khas dalam iklim politik yang otoriter. Ketika seorang tokoh politik atau figur publik menjadi pusat perhatian dan dipuja-puja oleh para pengikutnya, hal itu dapat mencerminkan dinamika kekuasaan yang sentralistis dan otoriter.
Dalam konteks Indonesia, contoh yang sering dikutip adalah pernyataan Grace Natalie yang menyebut bahwa masyarakat butuh sosok seperti Kaesang – untuk memperbaiki Indonesia, putra Presiden Joko Widodo, atau pernyataan Habiburahman yang menyatakan Gibran Rakabuming, putra sulung Presiden Jokowi, sebagai sosok “kelas dunia”. Pernyataan-pernyataan semacam ini mencerminkan fenomena di mana figur-figur politik yang memiliki hubungan dekat dengan pusat kekuasaan diberi perlakuan istimewa dan dipuja-puja oleh sebagian masyarakat.
Dalam iklim politik yang demokratis, kebebasan berekspresi dan pluralisme pendapat menjadi prinsip utama. Namun, dalam situasi yang otoriter, dinamika kekuasaan cenderung menciptakan budaya penghormatan buta terhadap pemimpin atau tokoh-tokoh yang dianggap memiliki kedudukan tinggi atau kuat dalam struktur kekuasaan. Hal ini dapat terjadi karena adanya tekanan atau intimidasi terhadap kritik terhadap pemerintah atau tokoh-tokoh yang dipuja, serta adanya upaya untuk memperkuat legitimasi kekuasaan dengan membangun kultus kepemimpinan.
Pernyataan-pernyataan seperti yang disampaikan oleh Grace Natalie atau Habiburahman mencerminkan bagaimana kekuasaan politik dapat digunakan untuk memengaruhi persepsi publik dan menciptakan narasi yang menguntungkan bagi pemerintah atau golongan tertentu. Dalam konteks ini, pemimpin atau tokoh-tokoh yang dipuja menjadi simbol dari kekuatan politik yang dianggap tak tergoyahkan dan di luar kritik.
Namun, fenomena ini juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi demokrasi. Pengagungan berlebihan terhadap pemimpin atau tokoh-tokoh tertentu dapat mengaburkan pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah atau tindakan-tindakan yang mungkin kontroversial. Hal ini dapat menghambat perdebatan yang sehat dan pluralisme pendapat dalam masyarakat.
Dalam upaya memperkuat demokrasi, penting untuk memperjuangkan kebebasan berekspresi, mempromosikan keadilan, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik. Selain itu, perlindungan terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokratis harus dijunjung tinggi untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan pembatasan terhadap kebebasan berpendapat. Dengan demikian, masyarakat dapat memperoleh informasi yang lebih beragam dan dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam hal politik dan tata kelola negara.