FusilatNews – Ekonomi Indonesia tengah melandai. Ini bukan sekadar isapan jempol atau data statistik yang kerap diperdebatkan di ruang-ruang seminar, melainkan kenyataan yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama di pasar-pasar tradisional selama bulan Ramadan ini. Sepinya pembeli bukan sekadar fenomena biasa, melainkan pertanda serius akan daya beli masyarakat yang terus melemah. Situasi ini mengisyaratkan adanya ancaman yang lebih dalam: perekonomian yang tidak hanya stagnan, tetapi cenderung menuju keterpurukan.
Pada saat yang sama, korupsi semakin merajalela. Setiap pekan, berita-berita utama dihiasi oleh laporan skandal korupsi baru, seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari atmosfer politik dan ekonomi Indonesia. Ironisnya, angka yang disebutkan dalam berbagai kasus korupsi kini sudah mencapai skala ribuan triliun rupiah—jumlah yang begitu besar hingga sulit untuk dibayangkan dampaknya bagi kesejahteraan rakyat. Uang yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, justru menguap ke kantong segelintir elite yang rakus.
Di tengah situasi ini, pemangkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang hingga kini belum diumumkan secara resmi menambah ketidakpastian. Dunia usaha pun ikut resah, karena anggaran yang dipangkas berarti semakin sedikitnya insentif dan bantuan bagi mereka. Ketidakpastian ini jelas berdampak besar bagi para pelaku usaha, terutama sektor kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Jika tidak segera ada kejelasan, bukan tidak mungkin angka pengangguran dan kebangkrutan usaha kecil akan meningkat tajam dalam waktu dekat.
Fenomena ini menunjukkan bahwa Indonesia tengah berjalan menuju masa yang semakin gelap. Krisis ekonomi dan korupsi yang tak terkendali ibarat dua sisi mata uang yang saling memperburuk keadaan. Masyarakat tidak hanya harus berhadapan dengan kesulitan ekonomi, tetapi juga semakin kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan institusi hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam menjaga keadilan.
Dalam kondisi seperti ini, harapan untuk Indonesia yang lebih baik semakin redup. Tanpa langkah konkret dan keberanian politik untuk melakukan perubahan mendasar, negeri ini akan terus terjebak dalam lingkaran korupsi dan kemerosotan ekonomi. Pertanyaannya kini, masih adakah kemauan politik untuk menyelamatkan Indonesia dari kegelapan yang semakin pekat?